Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM Ungkapkan Kejahatan Berbahasa dan Kebebasan Berpendapat

Kompas.com - 13/06/2021, 13:53 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Semakin canggih teknologi, orang bisa berpendapat atau berkomentar dengan bebas di media sosial (medsos).

Bahkan berkat pendapat atau komentar, ada orang yang harus berurusan dengan pihak berwajib.

Untuk mengulas lebih lanjut permasalahan ini, Unit Riset dan Publikasi (URP) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengadakan diskusi dan bedah buku 'Kejahatan Berbahasa dan Kebebasan Berpendapat' secara daring.

Diskusi ini menghadirkan Aprinus Salam selaku penulis buku dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM, dan Prof. Marcus Priyo Gunarto Dosen Fakultas Hukum UGM .

Baca juga: Tips Meraih Beasiswa ala Dosen Unikama

Bebas berbahasa dan berpendapat dua hal yang berbeda

Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta Aprinus Salam menjelaskan, bukunya yang berjudul 'Kesalahan dan Kejahatan dalam Berbahasa' ditulis sebagai refleksinya berdasarkan pengalaman menjadi saksi ahli di bidang kebahasaan.

Ia pernah bersaksi untuk sejumlah kasus kebahasaan yang masuk ke ranah hukum.

Berdasarkan surat edaran Kapolri terbaru terkait UU ITE, ahli hukum pidana bukan menjadi satu-satunya ahli yang krusial dalam UU ITE. Tapi ahli bahasa menjadi krusial untuk mengatakan bahwa apakah terdapat konten penghinaan, pencemaran atau ujaran kebencian pasal 28 UU ITE.

"Kebebasan berpendapat dilindungi hukum atau undang-undang, akan tetapi kenyataannya, kita tidak bebas berbahasa. Jadi, berpendapat bebas tapi dalam praktiknya kita tidak bebas berbahasa," urai Aprinus Salam seperti dikutip dari laman UGM, Sabtu (12/6/2021).

Baca juga: PPDB Kota Surakarta, Berikut Alur dan Jadwal Pendaftaran Jenjang SMP

Kejahatan bisa berawal dari salah komunikasi

Menurut Aprinus Salam, hal ini berarti bebas berbahasa dan bebas berpendapat dua hal yang berbeda. Aprinus menerangkan, dalam praktiknya berbahasa bisa menjadi sebuah kejahatan. Hal-hal yang bersifat kriminal awalnya bisa disebabkan karena kesalahan komunikasi.

Muncul kosakata-kosakata tertentu, kemudian tersinggung perasaannya, marah, dan mengarah ke konflik yang lebih keras.

Aprinus Salam menekankan, menyikapi hal ini, masyarakat perlu tangkas dan cermat berbahasa agar tidak terjadi kejahatan berbahasa.

Baik dalam konteks berbahasa secara lisan maupun berbahasa secara tertulis, seperti di media sosial.

Baca juga: ITS Raih Gold Winner dalam Entrepreneurial Campus Award 2021

Bebas berpendapat bukan berarti kita boleh melakukan pembohongan, penghinaan, pelecehan, dan seterusnya.

Jika dilihat dari segi hukum, Dosen Fakultas Hukum UGM Prof. Marcus Priyo Gunarto menambahkan, bahasa dalam hukum berbeda dengan bahasa sehari-hari. Bahkan mungkin menyimpang dari bahasa baku.

"Karena di dalam hukum, khususnya dalam hukum pidana ada asas lex certa. Artinya tidak boleh menimbulkan pengertian yang ambigu dan asas lex stricta, pengertian yang pasti," kata Prof. Marcus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com