Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efektif Turunkan Kasus DBD, UGM Lepas Nyamuk Wolbachia di Sleman

Kompas.com - 27/05/2021, 10:45 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus yang bisa menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Salah satu langkah untuk menekan kasus DBD yakni dengan melakukan langkah 3 M yakni menguras, menutup dan mengubur.

Untuk mengendalikan kasus DBD, Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerjasama dengan pemerintah kabupaten Sleman, DIY meluncurkan program Si Wolly Nyaman.

Program pengendalian DBD ini dilakukan dengan cara menerapkan teknologi nyamuk ber-Wolbachia.

Baca juga: Alumni LPDP Bikin Start Up Berbagi Listrik di Daerah Terpencil

Nyamuk ber-wolbachia efektif tekan DBD

Project Leader World Musquito Progra (WMP) Yogyakarta, Prof. Adi Utarini menyampaikan, inovasi pengendalian DBD melalui nyamuk ber-Wolbachia telah terbukti menurunkan 77 persen kasus DBD di Kota Yogyakarta.

Selain itu, penerapan teknologi ini juga terbukti aman bagi lingkungan dan manusia.

"Kegiatan peletakan ember berisi telur nyamuk ber-Wolbachia di Kabupaten Sleman akan dimulai sejak Mei hingga November 2021. Program ini dilakukan dengan kerjasama antara kader kesehatan dan staf WMP Yogyakarta," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM ini seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (26/5/2021).

Adi Utarini mengungkapan, pencanangan sekaligus soft launching Program Si Wolly Nyaman sebenarnya telah dilakukan 16 Februari 2021 silam.

Baca juga: Kemendikbud Ristek Anggarkan Rp 270 Miliar untuk Program Kampus Vokasi

Disebar di 588 padukuhan

Implementasi Si Wolly Nyaman dilakukan pada 20 puskesmas yang tersebar di 13 kapanewon, 39 kalurahan, dan 588 padukuhan di Sleman dengan mempertimbangkan tingkat angka kejadian DBD di wilayah masing-masing.

Agar dapat menjangkau semua lokasi tersebut, akan dititipkan lebih dari 22.000 ember yang secara rutin akan diisi telur nyamuk ber-Wolbachia.

"Selama enam bulan periode penitipan ember ini di masyarakat akan dilakukan penggantian telur nyamuk selama dua minggu sekali," ungkap Adi Utarini.

Adi Utarini menambahkan, setelah grand launching, tahapan program yang akan berlangsung hingga November 2021 mendatang adalah Penitipan Ember berisi Telur Nyamuk ber-Wolbachia.

Dilanjutkan Monitoring Populasi Nyamuk, dan diakhiri dengan Penarikan Ember berisi Telur Nyamuk ber-Wolbachia.

"Diharapkan setelah tahapan-tahapan tersebut terlaksana, penurunan angka kasus DBD di Kabupaten Sleman dapat terwujud‌," paparnya.

Baca juga: Nadiem Makarim: Lulusan Vokasi Langsung Kerja dan Peroleh Upah Layak

Nyamuk ber-Wolbachia tak dapat menularkan virus dengue

Tim WMP Yogyakarta lainnya, Riris Andono Ahmad menambahkan, keamanan nyamuk ber-Wolbachia yang dititipkan di rumah warga telah dipastikan karena tidak dapat lagi menularkan virus dengue.

Dari hasil analisis risiko oleh tim ahli independen yang dibentuk Kemenristek Dikti (sekarang Kemendikbud Ristek) dan Balitbangkes Kemenkes diketahui bahwa risiko teknologi ini dapat diabaikan.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo berpesan bagi orangtua asuh ember telur nyamuk ber-Wolbachia, baik yang berada di pemukiman, perkantoran, atau fasilitas umum, agar dapat selalu memantau kondisi ember yang dititipkan.

Baca juga: Pakar Unair: Ini Bahaya dan Ciri Orang Terjebak Hubungan Gaslighting

Supaya tetap aman, tidak tumpah, dan tidak sampai hilang.

"Jika ada pertanyaan terkait program dan implementasinya, orang tua asuh dan warga dapat langsung bertanya melalui Lapor Sleman dan nomor hotline Dinas Kesehatan Sleman," tutur Joko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com