Salah satunya jika reaksi tersebut dilihat langsung oleh anak kecil.
Dia menjelaskan, anak yang melihat langsung bagaimana orangtua ataupun orang dewasa mengeluarkan reaksi marah berlebih akan diikuti ketika dewasa.
"Kalau anak kecil melihat reaksi-reaksi tersebut, maka nanti dia akan berpikir bahwa kalau kesal boleh demikian. Itu yang mengkhawatirkan," sebut dia.
Dia menyatakan, perilaku marah bisa dikelola dengan baik.
Baca juga: TKA China Berdatangan, Dosen UGM: Pemerintah Harus Peka Buruh Lokal
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengenali situasi dan menyiapkan tindakan antispasi.
Pandemi Covid-19 mendorong seseorang harus bisa menyiapkan sejumlah tindakan antisipatif. Salah satunya menerima adanya kebijakan pembatasan mobilitas.
Dengan mengenali situasi dan menyiapkan tindakan antisipasi, diharapkan emosi yang keluar akan jauh lebih layak.
Jika emosi berlebihan telanjur keluar, seseorang perlu menyampaikan permintaan maaf. Namun, permintaan maaf tersebut perlu dibarengi dengan konsekuesi yang harus ditanggung.
"Harus diperlihatkan bahwa tingkah laku tersebut adalah salah dan perlu menerima konsekuensinya," tutur Gimmy.
Terakhir, kata Gimmy, seseorang perlu membiasakan diri untuk mampu mengungkapan emosi dengan cara yang pantas.
Namun, hal ini tidak bisa secara instan. Butuh proses yang panjang dan komitmen tinggi untuk bisa mengelola emosi dengan baik.
Bahkan, Gimmy menganjurkan agar proses kelola emosi ini sudah dilatih sejak dini.
Baca juga: Kenakan Kostum Komodo, Alumnus Unair Pukau Ajang Miss Universe 2020
"Biasakan untuk berpikir apakah marah ini benar atau tidak. Itu yang harus dilatih dan tidak bisa serta merta langsung pintar," tukas dia.