Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rektor UIN Jakarta Sepakat Calon Mahasiswa Baru Timur Tengah Dibatasi

Kompas.com - 17/05/2021, 19:57 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Agama (Kemenag) mengaku hanya menerima 1.549 calon mahasiswa baru (camaba) untuk kuliah di Mesir (Al-Azhar) dan 30 camaba di Maroko di tahun 2021, dari 5.752 peserta seleksi.

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Amany Lubis menilai pembatasan ini sebagai langkah tepat.

Baca juga: Puasa Optimalkan Imunitas, Begini Penjelasan Guru Besar IPB

Menurut dia, jumlah camaba perlu dibatasi, untuk menjamin kualitas mereka yang akan kuliah di luar negeri.

"Sehingga, mereka diharapkan dapat lulus tepat waktu dan berprestasi," ucap dia melansir laman Kemenag, Senin (17/5/2021).

Dia mengaku, seleksi, beasiswa, dan studi di mancanegara merupakan ajang diplomasi publik untuk memajukan wawasan anak bangsa.

Untuk itu, mekanisme seleksi yang dilakukan bukan untuk menghambat kebebasan mereka untuk kuliah, tapi untuk menjaringnya berdasarkan kualitas dan kompetensi.

"Saya mengapresiasi Tim dari Kemenag, UIN, OIAA, PUSIBA, dan lainnya yang telah menyelenggarakan seleksi untuk memberi kesempatan bagi putra terbaik Indonesia studi ke Timteng," ucap Amany Lubis.

Oleh karena itu, dia berharap bagi yang lolos tentu harus mempersiapkan diri dengan baik.

"Bagi yang tidak lolos, diharap bisa kuliah di dalam negeri di kampus yang tidak kalah bagus dari kampus di luar negeri," sambungnya.

Hal senada disampaikan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI di Cairo, Mesir Bambang Suryadi.

Menurut Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, pembatasan kuota bagian dari upaya pemerintah memberikan layanan maksimal kepada mahasiswa. Pelayanan itu tidak hanya saat seleksi, tapi juga setelah mereka tiba di Mesir.

Baca juga: Penyebab Masyarakat Nekat Mudik Lebaran, Ini Penjelasan Dosen Unpad

"Permasalahan perlindungan, pembinaan dan kehadiran Pemerintah ini, tidak terbatas pada masalah seleksi (pre departure), tetapi juga pada saat mereka tiba di Mesir (post departure)," jelasnya.

Bambang mencontohkan masalah pengurusan izin tinggal (iqamah).

Menurut dia, selain prosesnya juga memakan waktu lama, kuota mingguannya juga terbatas.

Layanan imigrasi bagi mahasiswa Indonesia di Mesir hanya berkisar 150-250 setiap minggu atau 600-1000 orang setiap bulan, baik untuk mahasiswa baru maupun lama.

Padahal, saat mereka datang ke Mesir, visa pelajar yang diterima dari Kedutaan Mesir di Jakarta hanya untuk masa tiga bulan. Jadi setelah datang ke Mesir, mereka harus mengurus visa pelajar lagi untuk masa satu tahun dan ini bisa diperpanjang.

"Karena keterbatasan layanan imigrasi Mesir, jika kuota tidak dibatasi, setiap tahun akan ada calon mahasiswa yang habis visa tiga bulannya dan belum memiliki izin tinggal (over stay) atau visa pelajar untuk masa satu tahun," jelas dia.

Pada saat di razia, lanjut dia, mereka yang belum memiliki izin tinggal, bisa ditangkap dan berurusan dengan otoritas setempat.

Baca juga: Dosen Unair: 2 Manfaat Makan Ikan Gabus

"Mereka bisa dideportasi. Tentu kita tidak menginginkan kondisi ini terjadi terus menerus dan perlu ada solusi," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com