Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Pelanggar Hukum Dijadikan Duta, Ini Kata Pakar Unair

Kompas.com - 09/05/2021, 10:25 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ada-ada saja kelakuan masyarakat yang suka melanggar etika badan hukum.

Saat ini, kebanyakan pelanggar malah tidak dihukum ketika melanggar melainkan diangkat menjadi duta pada bidang yang dilanggar, alih-alih diberi sanksi hukuman. Malahan fenomena ini menjadi hal biasa di masyarakat.

Kasus terbaru adalah Putu Arimbawa yang mengumpat para pemakai masker di salah satu Mall Surabaya namun kemudian didaulat menjadi duta protokol kesehatan.

Serupa, kota Bekasi juga baru saja mengangkat duta masker bernama Nawir, yaitu orang yang sebelumnya mengusir salah satu jamaah di masjid dengan alasan bermasker.

Menanggapi hal itu, salah seorang dosen Administrasi Publik Universitas Airlangga (Unair) Falih Suaedi menyatakan bahwa citra seorang duta yang dijadikan sebagai role model atau panutan di Indonesia harus dilakukan re-orientasi.

Baca juga: Pakar Unair: Asal-usul Tradisi Mudik di Indonesia

Menurutnya, duta adalah pemain sesungguhnya yang secara realita memiliki sesuatu untuk bisa menyentuh orang lain bukan dengan cara pencitraan seperti di sinetron.

Oleh karena itu, dia menyebutkan harus ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan sebelum seseorang diangkat menjadi duta.

Kriteria pertama, ialah sosok duta harus memiliki pertumbuhan pribadi yang konsisten.

Kedua, calon duta juga harus memiliki perhatian atau kepedulian tinggi terhadap bidang yang dia emban.

Tidak hanya itu, seorang duta juga harus mampu memberikan nilai tambah terkait bidang yang dikampanyekan dan mampu mengimplementasikan value bidang tersebut secara konsisten dalam kehidupan.

“Kalau para pelanggar justru dijadikan duta saya melihatnya itu hal yang sia-sia dan efeknya nol. Karena duta harusnya memberikan panutan, namun publik sudah mengetahui bahwa sosok itu sendiri tidak mengimplementasikan value bidang yang diemban dengan baik dan konsisten,” jelas dosen yang lahir di Bojonegoro itu dilansir dari laman unair.ac.id.

Lebih lanjut, Falih menjelaskan bahwa berdasarkan teori bandura disebutkan apabila seorang panutan harus memenuhi dua kriteria.

Pertama, sosok tersebut harus mampu mengidentifikasi atau mendorong orang lain untuk melakukan sesuatu seperti yang dia lakukan.

Baca juga: Pakar Unair: Ternyata Ini Penyebab Demam Drakor pada Remaja Indonesia

Dalam kaitannya dengan mengidentifikasi, sosok duta harus bisa menginspirasi dan memotivasi orang lain.

Selanjutnya, kriteria kedua adalah sosok tersebut harus memberikan contoh dan dukungan.

“Jadi tidak bisa kita mengangkat duta dengan alasan sosok itu terkenal atau sedang viral. Sudah saatnya duta itu diambil dari kalangan tidak melangit, tapi membumi,” tekannya.

Terkait dengan sosok membumi yang disebutkan, Falih menerangkan bahwa tidak masalah untuk mengambil sosok duta dari kalangan bawah.

Dengan begitu, menurutnya sosok tersebut bisa mendekati dan menggerakkan massa secara natural.

“Ketika kita melihat bahwa ada orang lain dari kalangan bawah yang justru melakukan sesuatu, maka hati kita akan tersentuh dan ikut tergerak melakukan hal yang sama. Jadi yang terpenting dari sosok duta adalah benar-benar melakukannya secara konsisten dalam kehidupan nyata dan mampu menggerakkan banyak orang,” pungkasnya. 

Baca juga: Perempuan Lebih Mudah Idap Gangguan Mental, Ini Penjelasan Pakar Unair

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com