Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/05/2021, 20:14 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Menanggapi dilantiknya Nadiem Makarim sebagai Mendikbud-Ristek di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/4/2021), pengamat pendidikan Muhammad Nur Rizal mengingatkan kendala sektor riset Indonesia terletak pada mindset, anggaran dan kapasitas pengelolaan.

Penggas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ini menilai, budaya riset pendidikan tinggi selama ini terhalang penerjemahan definisi korupsi itu sendiri. Siapa saja baik perseorangan maupun lembaga negara yang berpotensi merugikan uang negara dapat dimasukkan sebagai delik korupsi.

“Kalau ingin merencanakan riset tetapi pada kenyataannya tidak sesuai target yang direncanakan maka dapat dikategorikan delik korupsi," ungkap Nur Rizal.

Ia melanjutkan, "ini akan menimbulkan kemandekan karena para periset ketakutan dan tidak tertarik untuk melakukan kajian riset yang bersifat eksploratif dan bebas.” 

Oleh karenanya, Nur Rizal memandang perlu adanya koordinasi dan supervisi antara Kemdikbud Ristek serta Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengatasi persoalan kekhawatiran para periset.

"Penggabungan Kementerian Dikbud dengan ristek merupakan suatu tantangan bagi Mas Menteri Nadiem Makarim," ujarnya.

Baca juga: Refleksi Hari Pendidikan Nasional: Jangan Abaikan Akselerasi Literasi

Apa yang disampaikan Nur Rizal bukan tanpa alasan. Ia mengungkapkan salah satu tantangan besar penguatan riset di Indonesia adalah dana riset Indonesia saat ini yang dinilainya masih sangat kecil.

Mengutip apa yang disampaikan Kepala BRIN, Bambang Brojonegoro, dana riset Indonesia baru 0,25 persen dari PDB. Alokasi ini berbeda jauh jika dibandingkan negara maju sebesar yang mencapai 2 persen.

Bahkan, tambah Rizal, negara tetangga seperti Vietnam sudah mengalokasikan sebesar 0,44% – 0,45 persen, Thailand sebesar 0,78 persen dan Malaysia telah mencapai 1,3 persen dari PDB mereka.

“Dana yang kecil sulit untuk menggerakkan kemajuan riset karena kualitas dan hilirisasi membutuhkan biaya besar. Belum lagi, jika porsi kecil itu pengelolaannya tidak terpadu tersebar di berbagai kementerian atau kembaga negara," kata Rizal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com