Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Niknik M. Kuntarto
Dosen UMN. Ahli linguistik forensik.

Dr. Niknik M. Kuntarto, M.Hum, selain Dosen UMN, juga aktif sebagai ahli linguistik forensik dan pegiat bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) di bawah Yayasan Kampung Bahasa Bloombank Indonesia.

Menyoal Hilangnya "Indonesia" pada Kurikulum

Kompas.com - 02/05/2021, 17:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun, sekali lagi, jangan khawatir! Di antara bahasa asing dan bahasa daerah, bahasa Indonesia selalu akan menjadi bahasa yang diutamakan di negeri ini!

Secara khusus, saya akan menyoroti Pasal 40 PP 57/2021 pada mata kuliah bahasa yang wajib diberikan di perguruan tinggi. Mengapa hanya ‘bahasa’, mengapa tidak ‘bahasa Indonesia’?

Saya akan memulai dari definisi bahasa menurut KBBI, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

Karena yang akan saya soroti adalah mata kuliah Bahasa Indonesia di perguruan tinggi, saya juga akan menambahkan bahwa bahasa adalah alat praktik dalam mengembangkan keterampilan dalam berpikir.

Mengapa demikan? Di lingkungan perguruan tinggi, kebutuhan terhadap kemampuan berkomunikasi ilmiah di kalangan mahasiswa sangat dituntut karena sebagian besar proses belajar mahasiswa dan interaksi akademik terjadi melalui bahasa.

Di sini diperlukan mata kuliah yang berhubungan dengan bahasa sebagai alat mengembangkan keterampilan berpikir.

Nah, pertanyaannya adalah apakah cukup menjawab ketika kebutuhan tersebut hanya dipenuhi oleh mata kuliah Bahasa Indonesia yang bernaung di Mata Kuliah Umum (MKU) yang notabene hanya mengurusi ejaan, diksi, kalimat, dan paragraf?

Tentu, sangat membosankan!

Hal ini seiring dengan hasil penelitian di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) pada 200 mahasiswa baru di Fikom pada 2020 tentang alasan mahasiswa selalu mengulangi kesalahan yang sama dalam penulisan karya ilmiah dan karya jurnalistik. B

erdasarkan hasil uji kemahiran berbahasa Indonesia di Fakultas Ilmu Komunikasi, (UMN), kemampuan berkomunikasi ilmiah mahasiswa berada pada level terbatas (terendah).

Padahal, Pemerintah melalui Peraturan Permendikbud Nomor 70 Tahun 2016 menjelaskan bahwa standar kemahiran berbahasa Indonesia mahasiswa seharusnya ada pada level unggul (level kelima dari tujuh level UKBI: terbatas, marginal, semenjana, madya, unggul, sangat unggul, dan istimewa).

Salah satu jawaban rendahnya kemahiran mahasiswa baru UMN adalah bosan dengan materi yang itu-itu saja! Pada poin ini berarti diperlukan paradigma baru! Memang benar, sampai di sini mata kuliah dengan nama Bahasa Indonesia kurang diperlukan lagi.

Beberapa mahasiswa mengeluh, mengapa bertemu dengan mata kuliah Bahasa Indonesia lagi? Padahal, selama dua belas tahun, sejak sekolah dasar hingga menengah, mereka telah mempelajari mata pelajaran Bahasa Indonesia!

Apalagi setelah tahu materi yang diajarkan seputar ejaan, diksi, kalimat, dan paragraf lagi dan lagi! Makin hilanglah dayapikat mata kuliah Bahasa Indonesia!

Menyoal hilangnya kata Indonesia sebagai keterangan pada mata kuliah wajib bahasa dan bila dikaitkan dengan kondisi kekurangperhatian mahasiswa pada mata kuliah Bahasa Indonesia ada benar dan ada baiknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com