Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rektor UIN Jakarta: Angka Perkawinan Anak Mengkhawatirkan

Kompas.com - 21/04/2021, 23:15 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Rektor UIN Jakarta, Amany Lubis meminta para tokoh agama dan masyarakat di tanah air bersama-sama memutus tradisi perkawinan anak.

Hal ini diperlukan agar rumah tangga pasangan menghasilkan generasi unggul bagi keberlangsungan kehidupan hidup ummat beragama dan bangsa Indonesia yang berkualitas.

Baca juga: Jubir Jokowi, Fadjroel Rachman Peroleh Gelar Doktor UI

Menurut dia, angka perkawinan anak di tanah air masih sangat tinggi.

Sejumlah daerah seperti Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah memiliki angka perkawinan anak yang cukup tinggi.

Secara geografis, bilang dia, angka perkawinan anak didominasi oleh masyarakat di kawasan perdesaan.

Model perkawinan anak saat ini biasanya dilakukan dengan menyiasati aturan batas minimal usia 21 kelayakan menikah pasangan pengantin laki-laki dan perempuan.

"Masih banyak yang mengajukan izin menikah. Minta dispensasi. Ini menandakan perlunya upaya bersama, semua tokoh agama dan masyarakat, agar pernikahan anak dicegah," sebut dia melansir laman UIN Jakarta, Rabu (21/4/2021).

Dia mengaku, perlunya pencegahan perkawinan anak oleh setiap keluarga, agar memperoleh keturunan yang unggul.

Baca juga: Isu Reshuffle Kencang, Mendikbud Komunikasi 2 Jam dengan Megawati

Keturunan itu idealnya terpenuhi kebutuhan gizi, pendidikan, kualitas mental spiritual. Sehingga terbentuk umat-bangsa yang hidup dalam garis kehidupan sejahtera.

Sudut pandang Islam

Lanjut dia menjelaskan, Islam sendiri telah mengajarkan pentingnya pembangunan kehidupan rumah tangga yang baik.

Prinsip penting dalam pembangunan kehidupan rumah tangga ini adalah keharusan setiap Muslim untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah.

"Muslim tidak boleh meninggalkan keturunan yang lemah, karena kurang gizi, ibunya sakit saat hamil, atau bayi yang baru lahir kurang perhatian. Itu kewajiban Umat Islam untuk tidak meninggalkan keturunan lemah," tegas dia.

Secara hukum syariah saja, sebut dia, syarat pernikahan bisa dilakukan saat pasangan calon pengantin memenuhi kemampuan dan kesiapan secara fisik, mental, spiritual, moral, sosial dan budaya.

"Bisa diartikan kesiapan lahir batin pasangan yang akan menikah," jelas dia.

Persyaratan ini, sekaligus juga mengoreksi argumentasi pemahaman sebagian kalangan dengan menjadikan batasan baligh berupa mimpi basah bagi anak laki-laki dan haidh bagi anak perempuan.

Baca juga: Perjuangan Kartini, Menristek: Majukan Perempuan Indonesia

"Baligh itu fase orang mulai dikenakan kewajiban agama, bukan dasar kesiapan untuk menikah," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com