Tak ayal lagi, jawaban yang diberikan serupa. Apalagi jika materi yang diberikan bersifat kuantitatif. Jawaban sama dan bisa dipastikan seluruh mahasiswa memperoleh nilai yang sama pula.
Barangkali salahnya sang dosen yang tidak mengubah metode evaluasi pembelajaran. Cuma memindahkan ujian di kelas ke rumah masing-masing dan menambahkan tingkat kesulitan soal.
Mengenai hal ini, mahasiswa mengatakan bahwa mereka berkolaborasi dan berbagi jawaban ujian karena kondisi yang tidak menguntungkan jika masih kukuh "idealis".
"Jika saya tidak memberitahu jawaban, teman saya tidak akan membantu saya jika saya menemukan kesulitan menjawab soal. Jika saya bekerja seorang diri karena tidak ada yang mau bekerja sama dengan saya, lalu saya memperoleh nilai paling rendah di kelas, apakah dosen peduli dengan saya, bahwa saya telah mengerjakan sendiri, tidak bekerja sama?"
Demikian pembelaan dan ungkapan hati seorang mahasiswa. Apa yang disampaikan memang patut dipahami.
Seandainya kalangan pengajar berada di posisi mahasiswa, tidak ada yang berani menjamin, akan berlaku sebaliknya. Sekali lagi metode untuk mengevaluasi hasil belajar mahasiswa harus diubah.
Sementara bagi mahasiswa, penting untuk kembali ke kampus agar dapat berkonsultasi langsung dengan dosen, mencari pencerahan atas materi yang selama setahun ini, dianggap kurang dipahami.
Dan, tentu saja bersua kembali dengan teman-teman, menambah warna-warni kehidupan kampus, menambah semangat meniti masa depan.
Bagi mahasiswa baru, yang belum pernah menginjak kampus, tentu dorongan merasakan suasana kampus begitu kuat. Barangkali kehidupan kampus yang nyata bukan maya masih dalam bayangan mereka.
Bagi dosen, pengalaman setahun lebih dari proses pembelajaran daring memberi banyak pelajaran dan perspektif baru dalam metode pengajaran. Ada yang masih bisa dijalankan, tidak sedikit yang terus mengalami kesulitan. Sasaran pembelajaran tidak tercapai.
Interaksi langsung dalam pengajaran belum dapat digantikan.
Tampaknya diperlukan jalan tengah dalam situasi dilematis seperti saat ini. Membuka kampus seperti sediakala memang belum memungkinkan. Kendati setiap warga kampus sudah merindukan suasana seperti dulu lagi.
Kampus harus dibatasi maksimal 50 persen dari kapasitas normal. Dengan asumsi para dosen dan tenaga pendidik lainnya telah menjalani vaksinasi, pembukaan kampus mestinya harus dipersiapkan sejak dini, terutama yang berkaitan dengan penerapan protokol kesehatan ketat.
Pertama, siapa mahasiswa yang menjadi prioritas boleh menjalankan proses pembelajaran di kampus?
Mahasiswa semester akhir yang sedang menyusun tugas akhir patut menjadi pertimbangan pertama.