Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKMK UGM: Kebijakan Fiskal Minuman Berpemanis Efektif Kurangi Diabetes

Kompas.com - 16/03/2021, 16:00 WIB
Mahar Prastiwi,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pola makan yang tidak baik pasti akan menimbulkan gangguan kesehatan di kemudian hari.

Termasuk mengonsumsi makanan dalam jumlah banyak dan tidak terkontrol tentu tidak bagus bagi kesehatan. Kebiasaan buruk ini akan memicu berbagai penyakit, termasuk diabetes.

Fiskal Pengendali Konsumsi Minuman Berpemanis International Diabetes Federation (IDF) melaporkan pada tahun 2020 Indonesia menempati posisi ke-7 sebagai negara dengan pengidap diabetes tertinggi.

Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengeluarkan dokumen kebijakan guna mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh konsumsi minuman berpemanis.

Baca juga: Guru Besar IPB Temukan Formula Minuman Penurun Gula Darah

Kebijakan fiskal untuk minuman berpemanis

Menurut Koordinator Peneliti PKMK UGM Yogyakarta Relmbuss Fanda, salah satu opsi yang disiapkan dalam dokumen kebijakan tersebut ialah pilihan untuk menerapkan kebijakan fiskal. Kebijakan ini diharapkan bisa mendorong perubahan perilaku dalam mengonsumsi produk yang lebih sehat.

Sesuai rekomendasi dari WHO, pemerintah perlu menetapkan kebijakan fiskal untuk menjaga pola konsumsi minuman berpemanis di masyarakat.

"Kebijakan fiskal tersebut dapat berupa penerapan pajak ataupun untuk minuman berpemanis pada takaran gula tertentu dan nilai pajak tersebut dapat bersifat progresif," terang Relmbuss dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (15/3/2021).

Beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina, Malaysia dan Singapura telah menerapkan pajak tersebut dengan berbagai variasi. Sebelumnya, Indonesia pernah mencoba menerapkan kebijakan ini namun gagal pada tahun 2011 dan 2014, karena tidak mendapatkan dukungan penuh dari semua kementerian.

Baca juga: Peneliti IPB Temukan Obat Herbal Penurun Asam Urat

Konsumsi minuman berpemanis sangat tinggi

Pada tahun 2021 ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengeluarkan wacana penerapan cukai pada minuman berpemanis di hadapan Komisi XI DPR RI.

"Kebijakan tersebut tepat dilakukan untuk mengurangi tingginya konsumsi minuman berpemanis masyarakat Indonesia yang telah mencapai 20,23 liter per orang dan menempati posisi ketiga di Asia Tenggara," imbuh Relmbuss Fanda.

WHO melaporkan bahwa pengenaan pajak atas minuman berpemanis merupakan intervensi yang efektif untuk mengurangi konsumsi gula.

Baca juga: Madsaz, Aplikasi Penerjemah Tangisan Bayi Karya Dosen IPB

Bukti menunjukkan bahwa pajak minuman berpemanis yang menaikkan harga sebesar 20 persen dapat menyebabkan penurunan konsumsi sekitar 20 persen. Sehingga mencegah obesitas dan diabetes.

Sebuah studi juga menunjukkan bahwa penerapan kebijakan fiskal menghasilkan manfaat kesehatan yang substansial dan juga menghemat biaya perawatan kesehatan.

"Biaya perawatan kesehatan bahkan bisa lebih dihemat lebih dari 24 kali lipat dari biaya pelaksanaan pajak minuman manis," tandas Relmbuss Fanda.

Inggris sudah terapkan kebijakan fiskal 

Relmbuss Fanda mengungkapkan, salah satu negara yang sudah mengenakan pajak pada minuman berpemanis adalah Inggris. Kebijakan ini disambut baik oleh para perusahaan minuman berpemanis dan mereka berkompetisi untuk menawarkan produk minuman rendah gula.

Baca juga: Apa itu Love Scam dan Upaya Pencegahannya? Begini Kata Dosen UGM

Perusahaan-perusahaan tersebut tetap menjaga pasar mereka dengan melakukan reformulasi produk minumannya. Industri minuman ringan di Inggris telah memangkas tingkat gula yang ditambahkan ke produk mereka hingga setengahnya.

“Penerapan kebijakan memiliki tujuan utama untuk menghambat masyarakat untuk mengonsumsi minuman berpemanis secara berlebihan. Rencana ini seyogyanya didukung oleh berbagai pihak, khususnya dari masyarakat dan para pelaku industri,” tegas Relmbuss Fanda.

Dari data yang diperoleh, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) selama ini beban pengeluaran untuk penyakit tidak menular sudah semakin besar.

Pemerintah harus lakukan intervensi

Misalnya pada tahun 2017, BPJS Kesehatan telah melindungi 10,8 juta orang atau 5,7 persen peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan membayari layanan penyakit katastropik ini hingga Rp 14,6 triliun atau 21,8 persen dari total anggaran pelayanan kesehatan.

Apabila dibandingkan pada tahun 2016, penyakit diabetes telah menghabiskan dana Rp 7,7 triliun. Pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai intervensi untuk mengontrol kejadian diabetes tersebut seperti memberikan anjuran dalam batasan konsumsi gula 54-gram sehari.

Baca juga: 3 Langkah Jitu Kelola Limbah Budidaya Ikan ala Dosen UGM

Intervensi tersebut menandakan bahwa pemerintah Indonesia sudah sadar bahwa tingginya konsumsi minuman berpemanis mempengaruhi kesehatan termasuk tingginya penyakit diabetes. Namun, intervensi terhadap tingginya penjualan minuman berpemanis di sektor industri masih belum dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com