Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantu Petani Garam, Mahasiswa ITS Gagas Inovasi SHASA

Kompas.com - 28/02/2021, 16:59 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebagian warga pesisir di Indonesia mendapatkan penghasilan dari memproduksi garam. Garam dibuat dengan menampung air laut kemudian diuapkan dengan sinar matahari. Sehingga tersisa kristal-kristal garamnya saja.

Produsen garam lokal masih membuat garam secara tradisional dengan mengalirkan air laut ke dalam tambak-tambak dibantu kincir angin.

Meski sejumlah kota di Indonesia menjadi produsen garam cukup besar tapi terkadang ada salah satu faktor yang belum terpenuhi. Yaitu masalah kualitas kontrol agar bisa memenuhi kebutuhan dunia industri.

Untuk meningkatkan kualitas garam dan membantu meningkatkan produksi petani garam lebih baik lagi, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mempunyai inovasi Smart House Salt Maker dengan tenaga surya yang bernama SHASA.

Baca juga: Berikut Rincian Biaya Kuliah Jalur Mandiri dan Kemitraan di ITS

Gagasan SHASA membantu petani garam

SHASA atau Smart House Salt Maker Tenaga Solar Cell ini digagas oleh Muhammad Arif Billah. Dengan gagasannya ini ia ingin mendorong swasembada garam nasional berkelanjutan di Wilayah Kabupaten Banyuwangi.

Menurut Arif, adanya pandemi Covid-19 ini berpengaruh di berbagai bidang. Termasuk sektor industri garam. Ditambah faktor cuaca juga turut berpengaruh terhadap jumlah garam yang dihasilkan.

Tak hanya menimbulkan lesunya harga garam, kondisi ini juga membuat para petani, khususnya di daerah Banyuwangi, kesulitan dalam proses produksi.

Baca juga: Jangan Kaget! Ini Rincian Biaya SPI Masuk ITS Jalur Mandiri

Dari permasalahan ini, Arif tertarik untuk membuat sebuah sistem tambak yang dapat memproduksi garam secara otomatis tanpa terpengaruh oleh cuaca. Sistem buatannya ini kemudian diberi nama SHASA.

"SHASA ini merupakan rumah garam yang berbentuk setengah lingkaran dan di bawahnya terdapat kolam garam dan lampu pemanas," terang Arif seperti dikutip dari laman its.ac.id, Minggu (28/2/2021).

Produksi garam tak terpengaruh cuaca

Arif mengungkapkan, lampu pemanas tersebut dikontrol menggunakan arduino dan sensor berfungsi untuk memanaskan air laut yang masuk ke dalam rumah garam.

Selain itu, SHASA dilengkapi dengan empat sensor lain. Yakni sensor cahaya, sensor hujan, sensor salinitas, serta sensor suhu dan kelembaban.

"Sensor-sensor tersebut memiliki peran penting dalam mendeteksi keadaan cuaca sekitar," jelas Arif yang aktif tergabung dalam Tim Penalaran ITS ini.

Baca juga: Ini Rincian Biaya Kuliah ITS 2021, UKT Jalur SNMPTN dan SBMPTN

Sistem yang diterapkan SHASA tidak terpengaruh kondisi cuaca. Misalnya jika cuaca mulai mendung dan terjadi hujan, sistem pemanas dari SHASA akan bekerja sehingga air tua atau air jenuh dari laut tetap dapat terproses.

Produksi dan keuntungan bisa lebih banyak

Meskipun sistem ini dinilai tidak ekonomis bagi para petani garam, namun sebenarnya pengeluarannya terhitung lebih murah jika dibandingkan dengan jumlah produksi garam yang dihasilkan.

"Untuk kolam berukuran 7×8 meter diprediksi mampu menghasilkan garam sebanyak 500 kilogram, dan jika harga garam berada di kisaran Rp 500 per kilogram maka untung yang dihasilkan bisa lebih banyak," beber Arif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com