Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Banjir di Jabar, Begini Kata Pakar Hidrologi Unpad

Kompas.com - 21/02/2021, 13:58 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hujan yang turun terus menerus menyebabkan beberapa daerah di Indonesia dilanda musibah banjir. Bahkan beberapa provinsi juga selalu langganan banjir tiap tahun jika curah hujan esktrem terjadi.

Salah satu provinsi yang sering terjadi bencana saat curah hujan ekstrem yakni di Jawa Barat.

Melansir laman Universitas Padjadjaran (unpad.ac.id), selain karena faktor cuaca dan iklim, degradasi hutan turut menjadi penyebab meningkatnya bencana hidrometeorologi di Jawa Barat.

Menurut Pakar hidrologi dari Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Chay Asdak, berdasarkan data BMKG, curah hujan di wilayah Jawa Barat di awal 2021 terbilang ekstrem, lebih dari 100–150 milimeter per hari.

Baca juga: Dosen UGM Kembangkan Spons Laut dan Minyak Atsiri sebagai Antiinfeksi

Dua faktor pemicu banjir

Curah hujan ekstrem ini menyebabkan sejumlah wilayah di utara Jawa Barat, termasuk DKI Jakarta, banyak dilanda banjir.

"Melihat kondisi alamnya yang bergunung-gunung, maka hujan orografis banyak terjadi di Jabar," terang kata Prof. Chay seperti dikutip di laman unpad.ac.id, Minggu (21/2/2021).

Prof. Chay mengungkapkan, jika dianalisis banjir yang terjadi di wilayah pantai utara Jawa Barat dipicu oleh dua faktor, yakni:

1. Tingginya hujan yang terjadi di wilayah tengah dan pesisir utara.

2. Fenomena air laut yang pasang.

Peningkatan lahan kritis di hulu Sungai Ciliwung

Melihat kontur kawasan utara yang lebih rendah, hujan di kawasan tengah yang notabene wilayah dataran tinggi akan menyebabkan air melimpah lebih banyak ke kawasan utara.

"Saat bersamaan, kawasan utara juga ditekan fenomena air balik (back water) akibat pasang laut menyebabkan air menggenangi sejumlah wilayah di kawasan pesisir utara," ungkap Prof. Chay.

Prof. Chay menambahkan, jika diamati bencana banjir di kawasan pesisir utara 'diam' saja, tidak mengalir seperti di kawasan tengah.

Baca juga: Dosen UGM: Lakukan Urban Farming sebagai Upaya Ketahanan Pangan

Sementara itu jika dilihat dari sisi tata ruang, degradasi lahan dan hutan masif terjadi. Sejak 2005, penyimpangan tata ruang lahan terus meningkat.

Salah satunya adalah di kawasan hulu Sungai Ciliwung. Masifnya peningkatan lahan kritis di kawasan tersebut turut berdampak pada terjadinya banjir di wilayah Jakarta.

Banyaknya alih fungsi hutan 

Prof. Chay menerangkan, alih fungsi hutan dan lahan untuk kepentingan budidaya maupun komersial di Jawa Barat secara perlahan akan meningkatkan jumlah air yang tidak terserap ke dalam tanah. Hal ini tentu berakibat banjir akan terus terjadi sepanjang musim.

Baca juga: Trik 5M dan MSS, Bantu Dosen Tingkatkan Kemampuan Menulis

Prof. Chay juga menilai, tidak ada aturan yang tegas dalam melarang masyarakat untuk membuka hutan demi kepentingan budidaya.

"Ini yang menjadi tantangan besar, kita masih kesulitan dalam menindak penyimpangan lanskap oleh petani dibandingkan oleh industri," tutup Prof. Chay.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com