Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Webinar UAJY: Korban Body Shaming Harus Berpikir Positif

Kompas.com - 02/02/2021, 12:14 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kamu kok gendutan sih sekarang? Lho sekarang kok kurus sekali. Kulitnya agak hitam dan berjerawat ya?

Komentar-komentar jahat seperti itu acap kali kita dengar dari seseorang. Bahkan dari orang terdekat kita. Atau body shaming adalah komentar jahat yang menyerang bentuk fisik seseorang. Padahal komentar jahat seperti ini sangat mempengaruhi psikologi para korban.

Seorang Psikolog Klinis Made Ayu Wahyuning Prativi mengatakan, body shaming bisa dirasakan oleh siapa saja dan tidak memandang standar kecantikan masyarakat.

"Orang yang dianggap cantik atau ganteng pun tetap bisa terkena body shaming. Karena banyak juga ungkapan seperti, 'dia cantik tapi sayang ya kurang pintar'," ungkap Ayu dalam talk show daring bertajuk 'From Body Shaming to Body Proud' yang diadakan Magister Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (MIK UAJY) Sabtu (30/1/2021) lalu.

Baca juga: Dosen Psikologi Unpad: Kecemasan Bisa Dikelola Jadi Berkah

Adapun talk show yang diadakan MIK UAJY bekerja sama dengan Yeureka Edukasi Cipta (YEU) ini juga menghadirkan pembicara lain Dosen FISIP UAJY Dr. Yoseph Bambang Wiratmojo, S.Sos.

Agar semua kalangan bisa memetik pelajaran dari talk show ini, pihak panitia juga menghadirkan juru bahasa isyarat untuk membantu peserta berkebutuhan khusus.

Pelaku punya motif dendam

Ayu menambahkan, body shaming juga membuat korban menjadi pelaku body shaming. Ini karena adanya motif dendam. "Jika kita menjadi korban body shaming, kita harus selalu berpikiran positif dan menerima diri sendiri," imbuh Ayu.

Baca juga: UNS Buka Layanan Konsultasi Psikologi Daring untuk Mahasiswa yang Cemas Akibat Corona

Sementara menurut Dr. Yoseph Bambang, fenomena body shaming juga sering terjadi di media sosial.

Bambang menerangkan, terdapat tiga peran di media sosial yakni:

1. Pelaku body shaming yang mengungkapkan lewat komentar di media sosial.

2. Korban

3. Audiens yang biasanya melakukan aksi seperti memberi tanda suka (like), me-retweet, dan lain-lain.

"Banyak orang yang melakukan body shaming di media sosial karena sekarang media sosial bisa bersifat anonim sehingga orang cenderung lebih berani," ungkap Bambang.

Pengaruh terhadap korban

Padahal dari celoteh-celoteh body shaming, dampak psikologis yang diberikan sangat besar. Dampak terhadap korban ternyata sangat serius di antaranya perubahan sikap.

Seperti mudah marah, tersinggung, cemas, malu, pendiam, mengisolasi diri atau menarik diri dari lingkungan hingga menuntut diri lebih agar bisa menjadi seseorang yang sesuai kriteria sosial.

Baca juga: UNS Buka Layanan Konsultasi Psikologi Daring untuk Mahasiswa yang Cemas Akibat Corona

"Korban bisa melakukan diet ketat, mudah membenci diri sendiri dan perasaan sedih berkepanjangan," tutur Bambang.

Perasaan ini, lanjut Bambang, disebabkan karena merasa malu dengan keadaan diri, merasa tidak diterima oleh lingkungan. "Korban juga menjadi rentan terhadap perasaan tertekan, stres dan tidak percaya diri," imbuhnya.

Salah satu karyawan swasta di Jakarta Josephine Trivoni mengaku pernah menjadi korban body shaming. Biasanya ia mendapat komentar pedas terhadap postur tubuhnya. "Kalau aku sih cuek saja. Diemin. Sesekali juga saya balas dengan komentar," beber Josephine.

Dari komentar itu, Josephine justru termotivasi untuk rutin berolahraga agar mendapatkan tubuh yang sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com