Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dark Jokes" Bisa Dikaji Secara Ilmiah, Begini Kata Akademisi Unpad

Kompas.com - 25/01/2021, 11:39 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ulah warganet yang suka melontarkan dark jokes, akhirnya menjadi fenomena tersendiri di dunia maya.

Fenomena ini, seolah menjadi tren di banyak media sosial. Termasuk di platform Twitter, tren melontarkan dark jokes malah bertumbuh subur dan seolah menjadi hal biasa bagi sebagian warganet yang aktif di Twitter.

Dark jokesatau lelucon-lelucon tabu selalu menuai pro-kontra di masyarakat. Karena topiknya selalu menyangkut hal-hal seperti kematian, bencana, hingga hal-hal yang tidak patut dibuat komedi.

Misalnya, baru-baru ini kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dijadikan ladang komedi bagi sebagian orang, justru dinilai khalayak sangat tidak tepat dilontarkan.

Untuk hal ini, justru sipandang berbeda oleh akademisi Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, S. Kunto Adi Wibowo.

Bantu kajian komunikasi

Adanya dark jokes, malah membantu akademisi melakukan kajian komunikasi yang ada di masyarakat saat ini.

Baca juga: Ingin Kuliah Jurusan Ilmu Komunikasi? Ini Prospek Kariernya

Ia mengatakan, dark jokes menjadi suatu fenomena generasional. Artinya, hanya kelompok usia tertentu yang memahami candaan dalam dark jokes.

"Mungkin ini humornya zaman anak-anak muda. Saya gak bisa ketawa kalau ada dark jokes. Demikian halnya orang tua saya tidak bisa ketawa kalau ada satire jokes di zaman saya," ungkap Kunto.

Jika dikaitkan dengan teori humor dalam komunikasi, Kunto menjelaskan humor bisa terjadi saat ada gap atau celah antara situasi yang sebenarnya dan bahan yang dijadikan candaan.

Gap ini bisa bersifat reflektif, bisa pula merendahkan. "Gap itu yang membuat kita ketawa," kata Kunto.

Baca juga: Cara Atasi Anak Kecanduan Internet

Sebagai seorang akademisi, Kunto belum bisa menilai apakah dark jokes merupakan candaan yang layak atau tidak layak. Ini disebabkan, harus ada kajian terlebih dahulu terkait dark jokes lebih dalam.

"Kita harus pending adjust, sebenarnya ada apa di balik dark jokes. Apakah semata merendahkan orang supaya kita merasa lebih baik atau nyaman, ataukah ada semacam refleksi terkait dengan society," jelasnya.

Karena itu ia berpendapat jika dark jokes bisa menjadi kajian baru bagi para ilmuwan. Apalagi, saat ini referensi ilmiah mengenai humor ini masih belum banyak.

Misalnya, mengenai motif apa yang digunakan pada humor ini, refleksi apa yang ingin disampaikan, hingga bagaimana tanda-tanda atau semiotik yang dimainkan di dark jokes.

Terlepas dari pro-kontra dark jokes, Kunto mengatakan jika media sosial pada prinsipnya bersifat demokratis. Nah, demokrasi inilah yang tidak diimbangi dengan aturan yang membatasi.

Akibatnya, hal ini yang mendorong orang bebas mengutarakan berbagai pendapat di media sosial. "Bahkan mau tweet war kayak apapun, ya silakan," tandas Kunto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com