KOMPAS.com – Dalam 1 tahun, Indonesia memeringati hari untuk guru atau pengajar sebanyak 2 kali. Peringatan ini dilakukan setiap Hari Guru Sedunia pada 5 Oktober dan Hari Guru Nasional pada 25 November.
“Hari Guru Sedunia merupakan perayaan untuk memeringati hari jadi pengadopsian rekomendasi Organisasi Buruh Internasional (ILO) / Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tentang Status Guru (Status of Teachers) pada 5 Oktober 1994,” tulis UNESCO dalam laman resminya.
Pasalnya, rekomendasi dari ILO/ UNESCO menjadi tolok ukur terkait hak dan tanggung jawab, standar untuk persiapan awal serta pendidikan lanjutan, perekrutan, pekerjaan, dan kondisi belajar mengajar bagi guru.
Baca juga: Peringatan Hari Guru Sedunia Saat Pandemi, Guru Harus Diapresiasi
Tiga tahun kemudian, rekomendasi tentang Status Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi baru diadopsi untuk menengkapi rekomendasi pada 1966 mengenai tenaga pengajar dan peneliti di universitas.
Dalam rencana global bernama Sustainable Development Goals (SDGs), nomor 4 menekankan pada pembangunan di bidang pendidikan.
SDGs mengakui bahwa guru merupakan kunci pencapaian agenda di bidang pendidikan pada 2030.
“Hari Guru Sedunia telah menjadi kesempatan untuk menandai kemajuan dan merefleksikan cara untuk melawan tantangan yang tersisa untuk promosi profesi guru,” kata UNESCO.
Tahun ini tema dari perayaan Hari Guru Sedunia ialah Guru: Memimpin dalam krisis, membayangkan kembali masa depan, mengingat guru mengalami tantangan dalam mengajar semasa pandemi Covid-19.
Sementara itu, Hari Guru Nasional di Indonesia diperingati setiap 25 November. Tanggal ini muncul karena bertepatan dengan berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Sebelum bernama PGRI, persatuan ini bernama PGHB (Persatuan Guru Hindia Belanda) pada 1912. Anggotanya berisikan kepala sekolah, guru desa, guru bantu, hingga perangkat sekolah lainnya.
Pada 1932, PGHB mengubah namanya menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Saat itu pemerintah yang masih dalam jajahan Belanda tidak menerima unsur nama “Indonesia” dalam PGI karena dianggap sebagai sebuah ancaman untuk mereka.