Dia membandingkan ketersediaan pelatih di Jepang mencapai 60.000. Namun di Indonesia jumlahnya hanya 3.000 pelatih saja.
Menurut Indra, kurangnya ketersediaan pelatih yang mumpuni disebabkan oleh ketidakmerataan jumlah pelatih di 34 Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI di Indonesia.
Untuk menunjang kebutuhan pelatih di masing-masing Asprov, pihaknya sedang berusaha menjalin komunikasi dengan pemerintah agar kursus kepelatihan untuk lisensi D dan C digratiskan.
"Sedang kami usahakan untuk digratiskan. Jadi, nanti yang ada di Asprov Yogyakarta tidak bisa masuk ke Asprov Jawa Tengah, dan begitu pula di provinsi lainnya," katanya.
"Karena, selama ini yang mampu mengambil kursus kepelatihan hanyalah orang-orang yang punya uang," lanjut Indra Sjafri.
Tak hanya itu saja, pihaknya juga akan mulai menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi. Ini agar PSSI dapat mengembangkan sepak bola kearah yang lebih baik dengan memanfaatkan sport science.
Sport science dinilai Indra Sjafri sebagai hal yang penting. Karena, di zaman yang serba modern ini, pelatih sepak bola punya tanggung jawab dan tuntutan lebih untuk mendidik pemain dengan keilmuan.
Perguruan tinggi itu penting karena untuk menjadi pelatih sepak bola tidak bisa membangun tim dengan cara konvensional yang apa-apa semua dikerjakan oleh pelatih.
Baca juga: Akademisi UNS: Ini Pentingnya Tanaman Obat Keluarga bagi Kesehatan
"Maka dari itu perlu adanya sport science. Seorang pelatih juga harus paham bagaimana cara belajar yang kognitif, asisosiatif, dan otomatis anak didik mampu memahami apa yang kita ajarkan," pungkasnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan