Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Merdeka Belajar–Kampus Merdeka: Antara Peluang dan Tantangan

Kompas.com - 15/09/2020, 09:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


ILMU pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat telah membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Hal ini juga menuntut kita untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Banyak lapangan pekerjaan yang hilang dan digantikan dengan jenis pekerjaan baru.

Kita harus menyadari bahwa dalam sejarah manusia ilmu pengetahuan dan teknologi selalu dan terus berkembang. Contohnya Revolusi Industri yang terjadi pada abad 18 di Inggris yang merupakan salah satu momentum besar dalam sejarah dunia. Di era itu penggunaan tenaga kerja hewan dan manusia kemudian harus diganti dengan penggunaan mesin berbasis manufaktur.

Berangkat dari fakta di atas, negara perlu mengatur berbagai rencana strategis untuk mencetak sumber daya manusia yang kompeten dan kompetitif sesuai dengan kebutuhan zaman. Hal tersebut bisa dilakukan salah satunya melalui sektor pendidikan.

Mengingat perubahan ekonomi, sosial, dan budaya terus melaju cepat, perguruan tinggi harus cepat tanggap dalam merespons hal tersebut dan melakukan berbagai transformasi pembelajaran untuk membekali dan mempersiapkan lulusan yang unggul, kompeten, berbudaya, dan berkarakter serta mampu menghadapi tantangan zaman.

Merdeka Belajar – Kampus Merdeka

Dalam rangka merespons tantangan tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim meluncurkan kebijakan untuk perguruan tinggi yang dikenal dengan “Merdeka Belajar – Kampus Merdeka” pada Januari 2020 lalu.

Merujuk pada Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran dan lulusan perguruan tinggi, konsep yang ditawarkan founder Gojek ini bertujuan mengajak seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk membangun rencana strategis dalam mempersiapkan kompetensi mahasiswa secara matang untuk lebih gayut dan siap dengan kebutuhan zaman.

Adapun empat program utama yaitu, kemudahan pembukaan program studi baru, perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan perguruan tinggi negeri menjadi PTN berbadan hukum, dan hak belajar bagi mahasiswa untuk mengambil tiga semester di luar program studinya.

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan lulusan, kebijakan Mendikbud ini dapat dijadikan rujukan oleh seluruh perguruan tinggi karena pembelajaran yang berfokus pada mahasiswa (student centered learning) ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan kreativitas, inovasi, kepribadian, dan kebutuhan masing-masing.

Adapun beberapa bentuk kegiatan pembelajaran yang berlandaskan pada Permendikbud No. 3 tahun 2020 Pasal 15 Ayat 1, antara lain magang/praktik kerja, asistensi mengajar di satuan pendidikan, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, riset, pertukaran pelajar, membangun desa/kuliah kerja nyata tematik, dan studi proyek independen.

Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengeluarkan empat kebijakan Merdeka Belajar di lingkup pendidikan tinggi bernama “Kampus Merdeka”.   Kebijakan Kampus Merdeka merupkan langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi.KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengeluarkan empat kebijakan Merdeka Belajar di lingkup pendidikan tinggi bernama “Kampus Merdeka”. Kebijakan Kampus Merdeka merupkan langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi.

Secara garis besar, kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan (baik soft skills maupun hard skills) agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman karena melalui berbagai program berbasis experimental learning ini mahasiswa difasilitasi untuk dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.

Oleh karena itu, mereka juga dituntut untuk mengembangkan kemandirian dengan terjun langsung ke lapangan untuk mencari dan menemukan pengetahuan serta pengalaman melalui kenyataan lapangan seperti kualifikasi kemampuan, permasalahan nyata, kolaborasi-interaksi sosial, pengelolahan/manajemen diri, target dan pencapaian.

Dengan memberikan hak dan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengambil tiga semester di luar program studinya, kompetensi mahasiswa akan lebih beragam dan lebih siap untuk menghadapi persaingan dalam skala nasional maupun global.

Misalnya, mahasiswa Sastra Inggris. Keahlian utamanya adalah kemampuan berbahasa Inggris, menulis, dan analisis. Sementara, lulusannya banyak yang bekerja sebagai penulis, jurnalis, pembaca berita, PR di start-up company maupun perusahaan dalam dan luar negeri, asisten peneliti, pegawai di kedutaan asing, dan lain-lain.

Untuk memantapkan keahlian sebelum memasuki dunia kerja, mereka dapat mengambil mata kuliah pendukung di luar program studi misalnya mata kuliah Jurnalistik, Public Relations atau Manajemen Komunikasi yang ditawarkan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi.

Selain itu, mereka bisa mengambil mata kuliah lintas fakultas, misalnya, Marketing di Fakultas Ekonomi karena mata kuliah tersebut memiliki relevansi yang erat dengan keahlian berbahasa, dan mengambil mata kuliah Ilmu Hukum Dasar di Fakultas Hukum untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang berbagai peraturan, kesadaran hukum, dan menghindari penipuan hukum, seperti kontrak kerja perusahaan yang perlu pemahaman hukum yang baik.

Mereka juga dapat mengasah literasi komputer dan digital mereka melalui mata kuliah yang ditawarkan oleh Jurusan Ilmu Komputer, atau mereka juga dapat magang atau melakukan Praktik Kerja Lapangan di perusahaan media dan televisi untuk mendapatkan pengalaman riil tentang dunia kerja yang akan mereka jalani nanti setelah lulus.

Oleh karena itu, apabila program Merdeka Belajar ini dirancang secara matang dan diimplementasikan dengan baik, soft dan hard skills akan terbentuk secara lebih kuat dan lebih siap dalam menghadapi kebutuhan zaman.

Tantangan Merdeka Belajar–Kampus Merdeka

Terlepas dari berbagai peluang positif yang dijanjikan oleh kebijakan ini, Program Kampus Merdeka juga memiliki tantangan tersendiri karena untuk mencapai hasil maksimal, perguruan tinggi harus mempersiapkan diri baik secara sumber daya manusia maupun fasilitas, serta merancang kurikulum yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman.

Setidaknya tantangan yang akan dihadapi di antaranya akan adanya kemungkinan kesulitan dalam penangan administrasi mahasiswa yang pindah dari satu prodi ke prodi lainnya, atau bahkan dari satu kampus ke kampus lainnya, terkait hal lainnya, akan ada pula perbedaan standar penilaian antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lainnya.

Tantangan berikutnya, mahasiswa kemungkinan tidak bisa bebas memilih mata kuliah, karena harus ada pemahaman terhadap pengantar mata kuliah dalam suatu prodi tertentu. Tantangan lainnya, kompetensi lulusan menjadi lebih gerenalis dan kurang spesifik dalam keilmuannya.

Konsep kampus merdeka juga menghadapi tantangan dan boleh jadi akan berjalan kurang maksimal mengingat ketimpangan kualitas perguruan tinggi di Indonesia masih sangat tinggi.

Sementara itu, kualifikasi pembukaan program studi baru juga dinilai memberatkan perguruan tinggi yang belum mapan karena salah satu syaratnya harus ada kerja sama dengan perusahaan atau organisasi nirlaba, institusi multilateral, atau universitas bereputasi yang masuk dalam peringkat 100 besar dunia.

Tidak hanya itu, sistem akreditasi juga dinilai terlalu sulit karena penilaiannya diukur dari jumlah mahasiswa yang tidak boleh turun secara kuantitas dan tidak boleh ada laporan negatif dari pengguna terkait dengan kinerja program studi dan institusi perguruan tinggi.

Namun, terlepas dari peluang dan tantangan dari kebijakan ini, yang terpenting adalah bagaimana perguruan tinggi mencetak lulusan yang unggul, kompetitif, berkepribadian, dan berkarakter yang tidak tercerabut dari budayanya karena kualitas-kualitas tersebutlah yang akan berkontribusi positif terhadap kesejahteraan kehidupan bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com