KOMPAS.com - Sampai saat ini, pengembangan obat terus dilakukan. Tentu agar menghasilkan produk yang bermanfaat bagi umat manusia.
Meski demikian, pengembangan obat membutuhkan tahapan proses yang panjang dan tidak mudah. Bahkan, perlu waktu hingga bertahun-tahun dan memakan biaya besar.
Pada Webinar yang diselenggarakan Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (16/7/2020), tema yang diambil ialah "New Perspective on Drugs Discovey and Development in Industrial Revolution 4.0".
Baca juga: Guru Besar UGM: Herbal sebagai Terapi Pendukung Pengobatan Covid-19
Salah satu narasumber Guru Besar Sekolah Farmasi ITB, Prof. Apt., Daryono H. Tjahjono, Ph.D., mengatakan proses penemuan obat cukup kompleks.
"Untuk proses penemuan obat bisa sampai 8-16 tahun. Tidak hanya lama, tetapi juga butuh biaya besar untuk bisa merilis 1 molekul obat," ujarnya seperti dikutip dari laman UGM.
Akan tetapi, metode komputasi atau pemanfaatan komputer dapat membantu proses efisiensi dalam penemuan obat. Untuk menghasilkan 1 molekul dengan percobaan standar biaya yang dibutuhkan rata-rata sebesar 18 triliun.
Menurut dia, dengan bantuan komputasi biaya bisa jadi setengahnya. Kemajuan komputasi baik software maupun hardware sangat berpengaruh dalam efisiensi penemuan obat.
Dengan metode komputasi, tentu dapat memangkas waktu dalam menyaring ribuan molekul dan menemukan senyawa potensial yang bisa digunakan sebagai obat baru.
Sementara itu pakar herbal sekaligus Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Apt., Suwijiyo Pramono, menyampaikan potensi besar tanaman herbal yang dimiliki Indonesia.
Kendati begitu, potensi yang ada belum tereksplorasi dengan baik. Ada 30 ribu spesies tanaman yang tumbuh dari Sabang sampai Merauke dan 3 ribu diantaranya merupakan komponen jamu.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan