Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendikbud Imbau Kepala Disdik Maksimalkan Daya Tampung Sekolah

Kompas.com - 07/07/2020, 16:08 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyerukan kepada seluruh Kepala Dinas Pendidikan untuk memastikan seluruh sekolah di wilayahnya memenuhi daya tampung maksimal.

Pemerintah daerah (Pemda) juga diimbau untuk memprioritaskan APBD pada pendidikan dan tidak terima warga lain jika warganya belum mengakses pendidikan 100 persen.

Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Menteri Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Chatarina M. Girsang.

Baca juga: Info Lowongan Kerja BCA 2020 untuk Lulusan D3/S1

Chatarina menyebut, hal itu perlu dilakukan agar setiap siswa yang mengikuti seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) mendapatkan tempat untuk belajar.

“Kami pesankan ke semua Kepala Dinas Pendidikan, jika masih tersisa sejumlah siswa yang tidak mendapatkan sekolah, itu kewajiban Kepala Dinas mencarikan sekolah di dalam atau di luar zona, baik negeri maupun di swasta. Itulah bunyi Permendikbud Nomor 44/2019 yang harus dilaksanakan,” katanya di Jakarta, (4/7/2020), seperti dirangkum dari laman Kemendikbud.

Chatarina menyampaikan bahwa pendidikan bukan semata masalah pemerintah pusat.

Sesuai Undang-undang Otonomi Daerah, pemerintah daerah turut bertanggung jawab memenuhi kebutuhan dasar warganya termasuk layanan pendidikan dan kesehatan.

Baca juga: Orangtua, Ini Buku Saku Panduan Tahun Ajaran Baru dari Kemendikbud

“Kebijakan zonasi bertujuan untuk memperluas akses pendidikan. Hal ini juga untuk menyadarkan pemda agar mereka memastikan APBD-nya pada pendidikan menjadi prioritas utama. Jangan terima warga lain, jika warganya belum mengakses pendidikan 100 persen,” katanya.

Jalur zonasi, lanjut dia, terbukti telah membantu pemerintah daerah (pemda) untuk mengidentifikasi layanan pendidikan yang salah satunya dilihat dari adanya penambahan pembangunan sekolah di beberapa daerah.

Tercatat, Bekasi mengajukan ada penambahan tujuh SMP negeri baru, Tangerang mengajukan pembangunan sembilan SMP baru, Jakarta membutuhkan tujuh SMK negeri baru, Depok memerlukan satu SMA negeri baru, dan Pontianak perlu menambah satu SMA negeri baru.

Baca juga: Guru, Ikuti Webinar Kemendikbud Ini untuk Persiapan Tahun Ajaran Baru

Penambahan sekolah ini tetap dengan memperhatikan jumlah sekolah swasta yang ada.

“Kenyataannya anak-anak tidak mampu masuk ke sekolah yang mutunya tidak begitu bagus karena sekolah swasta yang bagus harganya mahal," kata dia.

 

"Ditambah lagi, anak-anak dari kalangan ekonomi menengah ke bawah justru harus bersaing untuk masuk ke sekolah negeri yang disubsidi pemerintah. Kita harus sadar diri, biarkan saudara kita yang lebih berhak yang dikasih kesempatan. Jangan kita pura-pura miskin untuk dapat (bantuan)."

Di sisi lain, Chatarina mengimbau sekolah swasta untuk meningkatkan mutu pembelajarannya agar orang tua menengah ke atas lebih tertarik untuk menyekolahkan anak mereka di sana.

Tujuannya, agar orangtua punya pilihan yang lebih banyak ketika akan mendaftarkan anaknya sekolah.

Baca juga: Mendikbud Jelaskan 3 Fokus Penyederhanaan Kurikulum Selama Pandemi

Dengan begitu, anak-anak tidak mampu juga akan memiliki peluang lebih besar untuk bersekolah di sekolah negeri.

“Orang yang mampu tidak akan mengambil sekolah abal-abal sehingga sekolah berimproviasi untuk meningkatkan kualitas,” katanya.

Seleksi usia untuk jalur zonasi dinilai lebih netral

Aksi demonstrasi memprotes seleksi PPDB DKI berdasarkan usia di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senin (29/6/2020)KOMPAS.com/Tria Sutrisna Aksi demonstrasi memprotes seleksi PPDB DKI berdasarkan usia di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senin (29/6/2020)

Sejak diluncurkan pada 2017 lalu, Chatarina menyebut Kemendikbud sudah memprediksi bahwa kebijakan zonasi tidak akan langsung bisa berjalan lancar. Akan ada protes di masyarakat karena kebijakan ini mengubah kebijakan yang sudah ada sejak lama.

“Dari tahun 70-an istilah sekolah favorit sudah ada. Oleh karena itu mengubah mindset tidak semudah membalikkan telapak tangan,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Nisa Falecia Faridz menyambut baik saat Kemendikbud memberlakukan kebijakan zonasi pada tahun 2017 lalu.

Menurutnya, kebijakan ini telah mengubah ketentuan siapa yang masuk ke sekolah negeri.

“Lebih dari 50 persen daerah tidak sesuai dengan filosofi pemerataan kesempatan pendidikan. 50 persen melanggar apa yang diatur Permendikbud. Kami lihat ini bentuk komitmen pemerintah untuk mengembalikan kebijakan yang berkeadilan di daerah,” ungkapnya.

Baca juga: SMA-SMK Sukabumi Bakal Gelar KBM Tatap Muka di Tahun Ajaran Baru

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), disebutkan bahwa pemerintah pusat memberikan fleksibilitas kepada pemerintah daerah dalam menentukan alokasi jumlah siswa yang masuk ke sekolah.

Alokasi tersebut mencakup porsi jalur zonasi paling sedikit 50 persen, jalur afirmasi paling sedikit 15 persen, jalur perpindahan tugas orang tua/wali paling banyak 5 persen, dan jalur prestasi adalah sisa kuota dari ketiga jalur.

Kebijakan ini diambil untuk mengakomodasi perbedaan karakteristik antar daerah terkait PPDB.

Baca juga: Belajar di Rumah Diperpanjang, Kemendikbud: Berikan Materi Life Skill dan Karakter

Nisa menilai, ketentuan zonasi harus memenuhi dasar filosofi yang netral, tidak berpihak pada kelompok.

Ia menyampaikan agar kebijakan ini jangan sampai menggunakan kriteria nilai akademik karena itu akan berpihak pada satu kelas sosial.

“Tapi ini juga bukan serta merta jalur yang berpihak pada anak-anak miskin karena itu jalur afirmasi. Ini (zonasi) adalah kriteria netral yang lebih terbuka (seleksinya) melalui umur. Itu lebih netral,” katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com