INSTRUKSI tentang tahun ajaran baru sekolah memiliki dua wajah. Pertama, instruksi itu seolah mencitrakan sebuah pemecahan masalah. Namun, sisi yang kedua, jika dilaksanakan tanpa kesiapan hanya akan membawa persoalan baru yang lebih kompleks.
Tatanan hidup baru atau new normal harusnya dilakukan ketika angka pandemi mengalami penurunan dan aparat penegak hukum siap di lapangan dengan protokoler yang lebih keras demi mengantisipasi ledakan infeksi Covid-19 yang tidak terduga.
Ketika hal ini tidak menjadi landasan instruksi , maka bisa dilihat angka Covid-19 di Indonesia meninggi. Jumlah kematian karena Covid-19 di Indonesia tercatat palingg tinggi di kawasan ASEAN. Baca: Kematian akibat Covid-19 di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara, Sebagian Besar karena Komorbid
Ini menjadikan beragam langkah berbangsa, seperti tatap muka pendidikan, mengalami tantangan lebih kompleks .
Catatan panjang ini muncul dalam diskusi online yang dilakukan penulis dengan seorang guru. Ia bercerita, dalam diskusi dengan para guru terkait kesiapan tatap muka, terbaca data hanya kurang dari 10 persen sekolah yang mampu melakukan kesiapan tatap muka. Masalah utama adalah anggaran .
Sebutlah anggaran screening dan fasilitas kesehatan guru, karyawan hingga murid. Sebut juga kesiapan klinik sekolah darurat gejala covid serta persiapan mental psikologis murid. Juga hal yang sering tidak diperhatikan yaitu kondisi angkutan umum bagi murid yang harus menggunakan transportasi publik.
UNESCO telah mewanti- wanti soal kemungkinan hilangnya generasi akibat pandemi. Ini terkait krisis asupan gizi sebagai akibat merosotnya perekonomian dunia. Perlu dicatat jumlah generasi bersekolah sekitar 50 juta anak.
Pandemi yang datang secara tiba-tiba menuntut pemimpin untuk mampu membaca dasar-dasar daya tumbuh dan hidup masyarakat sipil yang sehat, kritis, dan produktif hingga ke wilayah-wilayah pelosok Indonesia.
Kepemimpinan bukan soal citra diri di dunia maya yang mengesankan kecanggihan sosok personal pada pengetahuan hingga teknologi.
Di tengah pandemi, kepemimpinan adalah soal kemampuan nyata memandu masyarakat melewati krisis. Oleh karena itu, instruksi yang dikeluarkan seyogianya selalu berbasis data dan fakta.
Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang mampu merangkul dan menggerakkan birokrasi, para ahli dan masyarakat hingga desa terpencil dalam gerak berbangsa dalam psikologi krisis serta keinginan bangkit bersama.
Krisis Covid-19 membawa pekerjaan besar di berbagai aspek pendidikan. Simaklah, pola pendidikan jarak jauh banyak kritik terkait kurikulum sekolah yang berat yang tidak diadaptasi dengan kesiapan dunia rumah, termasuk kesiapan orang tua murid. Demikian juga ketimpangan akses teknologi di berbagai daerah.
Pandemi menjadi ujian terbesar beragam kepemimpinan berbangsa lewat instruksi yang dilakukan dan kenyataan di lapangan. Upaya semata pencitraan lewat teknologi baru terasa menjadi kuburan kepemimpinan dalam krisis kemanusiaan terbesar ini.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.