Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rangkuman Keluarga Indonesia, Belajar dari TVRI 2 Juni 2020

Kompas.com - 02/06/2020, 22:58 WIB
Irfan Kamil,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Program Belajar dari Rumah di TVRI hadir kembali dengan tayangan “Keluarga Indonesia episode: Orang Tua dan Dunia Kerja” untuk pengasuh dan pendidik anak pada 2 Juni 2020.

Belajar dari Rumah adalah Program Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) memberikan alternatif pendidikan bagi semua kalangan di masa darurat Covid-19.

Berikut adalah rangkuman tayangan “Keluarga Indonesia episode: Orang Tua dan Dunia Kerja”

Sebagai orang yang sudah bekerja apakah kita tahu hak-hak dasar sebagai tenaga kerja, tidak hanya berhak untuk mendapatkan gaji atas pekerjaan yang kita lakukan, pemerintah juga menjamin hak lainnya dalam undang-undang tenaga kerja.

Baca juga: Kata Mendikbud Nadiem Makarim tentang Dunia Kerja di Masa Depan

Seperti yang dijelaskan Dian Puty Oscarini seorang Praktisi SDM dan Psikolog dalam tayangan keluarga Indonesia mengenai dunia kerja.

Benarkah setiap karyawan perempuan itu memiliki cuti haid?

Menurut Dian, “benar cuti haid itu ada dan di atur di labour law 13, lamanya adalah dua hari dalam artian hari pertama dan hari kedua.”

Ia melanjutkan, “bunyi peraturannya seperti itu, padahal kan haid itu bisa 5 hari, bisa 7 hari gitu ya, di bunyi aturan sebenarnya tuh hari pertama dan hari kedua haid itu ada dan tidak boleh di potong gaji, itu aturan yang ada.”

Dian Mengatakan "tidak banyak juga perempuan yang menggunakannya, mungkin karena merasa tidak terlalu perlu juga. Kecuali misalnya yang saya sebut glucolaria"

"Jadi pekerja operator yang mengoprasikan misalnya di garmen, mesin pintal yang banyak fisik boleh jadi mereka lebih berasa ya,” ucap Dian.

Dian melanjutkan, "dan juga kalau kita tidak masuk dua harian itu apa pekerjaan tidak menumpuk. Jadi kalo fine-fine aja ya better datang saja ke kantor gitu."

Apa benar gaji karyawan selama masa percobaan hanya di bayarkan sebesar 80 persen atau seharusnya 100 persen?

Dian menjelaskan, "kita harus bedakan apakah ini karyawan pegawai negeri sipil atau swasta, kalau pegawai negeri sipil memang ada ketentuannya."

"80 persen di masa istilahnya pra jabatan, di masa sebelum diangkat. Tapi kalau untuk pegawai swasta tidak ada ketentuan yang pasti mengenai besaran gaji," katanya.

Ia melanjutkan, "jadi apakah 80 persen apakah 100 persen secara aturan tidak ada ketentuan yang pasti. Di labour law 13 pun tidak disebutkan mengenai apakah harus 80 persen atau 100 persen. Jadi itu dikembalikan ke perusahaan masing-masing."

"Pada prakteknya sih kalau sekarang tidak lagi dikatakan 80 persen tapi kadang-kadang itu dikatakan gaji anda jika anda lulus probation maka akan naik sebesar sekian persen. Justru bahasanya lebih seperti itu," tambah Dian.

"Karena lebih mengapresiasi ya, lebih memotivasi juga sebenarnya. Jadi yang menggunakan 80 persen tetap ada, cuma itu juga tidak menyalahi karena tidak ada aturan resmi tersendiri," Jelasnya.

Bagaimana undang-undanh bagi perempuan yang sedang dalam masa menyusui anaknya?

Menurut Dian, "kalau saya perhatikan untuk undang-undanh di Indonesia perkembangannya luar biasa dan dukungannya semakin jelas untuk ibu menyusui."

Ia melanjutkan, "karena awalnya dari undang-undang 13, 2003. Itu hanya dikatakan memberikan kesempatan untuk ibu yang menyusui memberikan ASI."

"Kemudian naik lagi menjadi peraturan bersama antara Menakertrans, MenPPPA dan MenPan itu menjadi setelah tahun 2008," ujar.

"Isinya mengenai dukungan, kewajiban, baik pemerintah, pemerintah daerah, maupun juga dalam hal ini perkantoran untuk mendukung ibu menyusui dalam memberikan ASI dalam hal ini memberikan fasilitas," ucap Dian.

"Tapi peraturan tadi sifatnya masih himbauan, belum terlalu kuat. Terus muncul lagi peraturan tahun 2009 yang lebih menguatkan mengenai fasilitas," lanjut Dian.

Kata Dian "Lebih tegas lagi yang undang-undang tahun 2012, undang-undang nomor 33, mengenai kewajiban untuk menyediakan fasilitas laktasi."

"Dan yang terakhir itu tahun 2012 mengenai peraturan Mentri Kesehatan nomor 15 mengenai tata caranya bahkan seperti apa fasilitas laktasi termasuk di sana," lanjutnya.

"Disebut ruangannya harus terkunci dengan ukuran 3x4, tersedia wastafel, bebas dari polusi, sifatnya permanen, bisa terpisah dari gedung induk maupun tidak," lanjutnya.

"Jadi secara undang-undang sudah sangat mendukung tinggal pelaksanaan yang secara jujur belum semuanya menerapkan di perusahaannya masing-masing," tegasnya.

Bagaimana sebenarnya perhitungan lembur yang diatur dalam UU ketenagakerjaan?

Menurut Dian, "Kalau di undang-undang 13, itu adalah melakukan pekerjaan 8 jam perhari untuk perusahaan yang menganut 5 hari kerja, Senin sampai Jumat atau lebih dari 40 jam seminggu."

Ia melanjutkan, "perkara apakah itu berdasarkan keinginan kita atau atas perintah dari atasan kembali ke definisi lembur tadi, logikanya berarti lebih dari 8 jam sehari berarti dia melakukan lembur."

"Biasanya lebih tegas lagi di atur di peraturan perusahaan upah lembur perjam itu rumusnya 1/173 x upah," ujar Dian.

Kata Dian "upah di sini jika upah adalah terdiri dari upah pokok dan tunjangan maka penghasilan yang tadi baru 1/173 x upah pokok + tunjangan tetap. Itu 100 persen," ujarnya.

"Basic aturannya kemudian itu kan upah perjam, ada tambahan lagi yaitu untuk karyawan yang melakukan lembur pada hari biasa maksudnya di luar hari sabtu, minggu dan libur gitu ya," tambahnya.

"Tambahannya adalah 1 jam pertama x 1,5 kemudian jam kedua dan berikutnya itu x2. kalau lemburnya di hari sabtu minggu atau libur nasional itu maka 7 jam pertama itu tujuh jam pertama x 2 kemudian selanjutnya jam ke delapan x 3 jam ke 9 dan seterusnya x 4," kata Dian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com