Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Review 2022 dan Outlook 2023 EdTech Indonesia

Setidaknya yang dialami penulis saat menuntaskan jenjang pendidikan tinggi, daring digunakan berdampingan dengan pembelajaran luring yang sudah seperti sebelum pandemi.

Tulisan ini bermaksud menelaah (review) sekaligus meneropong (outlook) platform pendidikan daring/EdTech (Education Technology) di dalam negeri pada 2022 sekaligus proyeksi tahun depan yang serba menantang dengan prakiraan resesi Wintech/winter in technology.

Review 2022

Data per April 2022, Tech in Asia mengidentifikasi sedikitnya 51 perusahaan teknologi lokal yang berkecimpung di bidang layanan edtech.

Hal ini meliputi layanan kursus online vokasi dan sertifikasi kemampuan/skill secara digital, pinjaman pendidikan, platform khusus bahasa, platform belajar kurikulum 12 tahun (K-12), dan layanan software administrasi.

Pelaku terbanyak ditemukan pada model bisnis pelatihan vokasi dan sertifikasi kemampuan digital, dengan jumlah pemain mencapai 18 perusahaan.

Adapun total pendanaan yang mengalir ke sejumlah startup di sektor ini per bulan April 2022 sedikitnya mencapai 277 juta dollar AS (Rp 3,9 triliun). Salah satunya memperoleh total penggalangan dana terbesar 205 juta dollar AS (sekitar Rp 2,8 triliun).

Pun demikian, sekalipun secara pemain banyak, namun kesediaan masyarakat membayar relatif rendah.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di atas, segmen pasar pendidikan terbesar di Indonesia, berdasarkan jumlah siswanya, sejauh ini adalah siswa sekolah dasar (SD).

Namun, secara historis, segmen pasar dengan daya beli terbesar adalah orangtua siswa sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).

Hal ini dikarenakan adanya ujian nasional (UN) dan ujian seleksi (SNMPTN/SBMPTN/UTBK) yang dilakukan pada tahun akhir sekolah.

Oleh karena itu, mayoritas edtech menargetkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi sebagai pasarnya seperti SMA dan SMK.

Sebab, rintangannya cenderung lebih rendah daripada segmen sekolah dasar dan menengah pertama, sehingga menciptakan lanskap yang sangat kompetitif.

Lebih jauh, ujian akhir dianggap sebagai pemicu utama pengeluaran pendidikan karena tingginya transaksi kepada layanan pendidikan, khususnya kelas persiapan intensif.

Di sisi lain, ditemukan kurangnya literasi digital dan motivasi belajar pada pengajar. Survei Literasi Digital oleh Kemenkominfo pada 2020 di 34 provinsi, dengan melibatkan 1.670 responden, menunjukkan skor literasi digital Indonesia 3,47 dari total 5.

Adapun aspek yang dinilai adalah informasi dan literasi data, komunikasi dan kolaborasi, keamanan, serta kemampuan adaptasi teknologi.

Hal tersebut menjadi salah satu latar belakang alasan rendahnya literasi digital di kalangan pengajar di Indonesia.

Faktor lainnya juga ditunjukkan dengan kesenjangan pemahaman digital antara mayoritas pengajar yang berusia 31-40 tahun, dengan siswa SMP 15-19 tahun sebagai akibat dari tingkat pembelajaran mandiri (self learning) pengajar yang relatif lebih rendah dibandingkan siswanya.

Kondisi ini ditambah tantangannya dengan aksesibilitas koneksi internet yang belum baik terutama di luar Pulau Jawa.

Sulitnya akses internet untuk para pelajar yang berada di wilayah terdepan, tertinggal, terpencil (3T) tersebut mengakibatkan kesenjangan pada akses pendidikan berkualitas.

Proyeksi 2023

Namun kita pantang surut dalam mencerdaskan bangsa. Apalagi, merujuk data Business Ware, potensi pasar yang belum digarap masih sangat luas.

Pasar edtech & smart classroom Asia-Pasifik (Indonesia, Jepang, India, Malaysia, dll) diperkirakan mencapai 28.255,26 juta dollar AS pada 2021 dan akan mencapai 34.699,50 juta dollar AS pada 2022 (dengan CAGR 22,40 persen), serta akan mencapai 95.029,96 juta dollar AS pada 2027.

Peluang pasar sebesar ini datang dari pasar kebutuhan edutech, yakni pelajar dasar menengah (menyediakan asesmen dan perangkat ajar high-tech berbentuk digital contoh online tutoring, menyediakan pelatihan mandiri dan sumber belajar guru, dan memfasilitasi komunitas belajar), serta perguruan tinggi (menggunakan website MOOC/massive open online course, menyediakan pelatihan mandiri untuk mahasiswa mendapatkan sertifikat sebagai SKPI/Surat Keterangan Pendamping Ijazah agar siap di dunia kerja, dan memfasilitasi kampus untuk evaluasi ICT).

Dari kalangan profesional, kebutuhannya adalah adanya pelatihan digital untuk mendapatkan 9 juta talenta digital hingga 2030, membentuk SDM siap kerja dengan 7 skill yang dibutuhkan hingga 2025, yaitu soft skill dalam kreatif, komunikasi, adaptasi, analitis dan hard skill dalam cloud computing, data, design, video dan programming.

Adapun metode pembelajaran yang akan jadi tren adalah personalized learning (setiap anak memiliki cara dan kecepatan belajar yang berbeda), hybrid learning (pembelajaran jarak jauh akan menjadi kebiasaan baru yang terus diimplementasi), dan subscription-based learning (banyak platform menawarkan model pembelajaran berbasis langganan dan akan terus berlanjut sampai 2028).

Dari sisi kurikulum, tren edtech 2023 adalah holistic learning (hasil pembelajaran holistik meliputi peningkatan dalam bidang akademik, kesejahteraan mental dan emosional, serta kemampuan pemecahan masalah), STEAM based learning (Science, Technology, Engineering, Arts, and Math, yang mencakup kreativitas yang cukup banyak dalam proses pembelajaran dibandingkan pendahulunya STEM), dan entrepreneur mindset (kurikulum ditujukan mengembangkan pengetahuan kewirausahaan agar pelajar lebih siap kerja di dunia kerja masa depan sedari dini).

Untuk adaptasi teknologi, diperkirakan ada lima tren, yakni 

  1. Amplify gamification seperti Pahamify (Poin, Level, Badges) dan duolingo (Leaderboard, Xperience Point, Progress Bar, Streaks, Challenge)
  2. Mixed real & Artificial Intellegence (Colearn: Fitur Tanya, Udemy: Global Courses, personalized, dan Kejarcita: Automatic assessmen), serta using Virtual Reality/Augmentef Reality (Anatomy 4d, Earth AR, dan Metacourse).
  3. Create nano learning (Zenius: Mini konten, Pahamify: Konten ringkasan, dan Pijar Belajar: Konten pembahasan soal)
  4. Harnessing big data (Pijar Mahir: Prediktif data kebutuhan training dan kebutuhan bisnis, Pijar Mahir: Penggunaan big data untuk personalized-learning)
  5. Using blockchain (NTOK.io: ICO memungkinkan siswa terhubung langsung dengan tutor, memotong perantara, dan membuat seluruh proses menjadi mudah dan murah).

Dengan wintech dan betapa dinamisnya dunia edtech, mari tetaplah selalu dalam niat awal mencerdaskan bangsa melalui teknologi.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/12/23/150651271/review-2022-dan-outlook-2023-edtech-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke