Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peran Perguruan Tinggi dalam Bimbingan Pranikah Cegah Perceraian

Indonesia adalah bagian dari Bangsa Timur yang menjunjung tinggi nilai-nilai religius. Aspek Ketuhanan menjadi bagian pertimbangan penting dalam berbagai aktivitas kehidupannya.

Aktivitas kehidupan bukan semata-mata sebagai upaya mencapai cita-cita atau tujuan, tetapi juga dimaknai sebagai ibadah kepada Tuhan YME.

Ridho dan rahmat Tuhan menjadi doa, yang senantiasa mengiringi aktivitas masyarakat Indonesia untuk mencapai cita-cita atau tujuan tersebut.

Aktivitas setiap warga masyarakat Indonesia berjalan sejalan dengan pertumbuhan usianya. Ketika masih balita dan anak-anak, aktivitasnya masih berkisar pada pemenuhan kebutuhan jasmani.

Ketika mulai remaja, bahkan dewasa, aktivitasnya mulai merambah pada pemenuhan kebutuhan rohani. Rasa tertarik pada lawan jenis mulai tumbuh, yang berlanjut pada keinginannya untuk hidup bersama.

Banyak cara yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan lawan jenisnya, yang terkadang cara itu dianggap tidak sesuai dengan norma agama, norma hukum, maupun norma sosial.

Negara telah memandu cara warga masyarakat Indonesia untuk hidup bersama dengan lawan jenisnya secara sah dan halal.

Panduan itu terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Melalui UU tersebut, negara melarang kehidupan bersama dengan lain jenis tanpa perkawinan. Negara hanya mengakui dan melindungi kehidupan dan hubungan bersama lawan jenis dengan perkawinan yang sah.

Perkawinan dimaksud adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hakikat perkawinan bukan sebagai hubungan perdata semata, tetapi hubungan lahir dan batin berdasarkan Ketuhanan YME.

Perkawinan juga tidak dimaknai untuk memenuhi kebutuhan biologis semata, tetapi untuk membangun kebahagiaan hidup bersama dalam sebuah keluarga sejahtera selamanya.

Keluarga bahagia akan membentuk masyarakat yang bahagia. Masyarakat yang bahagia akan membentuk Bangsa Indonesia yang bahagia.

Sebagian masyarakat Indonesia telah menempuh hidup bersama lawan jenisnya dengan perkawinan yang sah.

Perceraian

Data statistik pada pertengahan tahun 2022 memerlihatkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 273,87 juta jiwa.

Sebanyak 133,03 juta orang berstatus menikah, 125,58 juta orang berstatus belum menikah, 11,11 juta orang berstatus cerai mati, dan 4,15 juta orang berstatus cerai hidup.

Data tersebut memperlihatkan terdapat 11,47 persen pasangan nikah yang gagal membangun rumah tangga bahagia selamanya karena berakhir dengan perceraian.

Secara hukum, perceraian adalah perbuatan yang diperbolehkan. Pada umumnya perceraian diangap sebagai masalah pribadi pasangan suami istri.

Namun apabila jumlah perceraian makin banyak, maka perceraian bukan lagi sebatas persoalan pribadi pasangan suami istri, melainkan menjadi persoalan masyarakat, bahkan menjadi persoalan Bangsa Indonesia. Data perceraian di atas sudah menjadi persoalan Bangsa Indonesia.

Pemerintah telah mengeluarkan program untuk mencegah tingginya angka perceraian, dengan harapan pasangan nikah mampu membangun kehidupannya menjadi keluarga bahagia, sakinah, mawadah, dan warohmah selamanya.

Program dimaksud adalah program kursus pranikah yang diatur di dalam Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/542/Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pranikah.

Program ini mewajibkan pasangan calon pengantin mengikuti kursus pranikah sebelum melangsungkan perkawinanya.

Secara teknis program ini dilaksanakan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) yang berada di setiap kecamatan.

Program ini bertujuan sangat baik, agar pasangan calon pengantin diberi bekal pemahaman tentang perkawinan, tujuan perkawinan, serta hak dan kewajiban suami dan istri.

Calon pengantin memiliki bekal dasar yang kuat secara lahir dan batin, sehingga pada saat melangsungkan perkawinan, pasangan tersebut sudah siap menjalani bahtera rumah tangga dengan baik, damai, dan bahagia.

Namun fakta hukum memperlihatkan hasil yang belum signifikan dari program ini, karena angka perceraian masih tinggi.

Data statistik nasional memperlihatkan daerah Provinsi Jawa Barat menempati peringkat pertama angka perceraian tertinggi.

Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, merupakan kabupaten yang menempati angka perceraian terbanyak dibandingkan dengan kabupatan/kota lainnya.

Solusi mencegah dan mengatasi perceraian bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Berbagai eleman bangsa memiliki tanggung jawab yang sama untuk mencegah dan mengatasi tingginya kasus perceraian di Indonesia.

Dalam hal ini, perguruan tinggi juga memiliki peran yang sama untuk membantu pemerintah dalam upaya mencegah dan mengatasi tingginya angka perceraian.

Perguruan tinggi adalah institusi yang memiliki sumber daya ahli, pakar, dan ilmuwan yang memiliki pengetahuan dan keahlian tinggi untuk ikut berkontribusi kepada pemerintah dan masyarakat dalam mencegah terjadinya perceraian.

Keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat menunjukan adanya kebutuhan terhadap komponen lain untuk mengatasi tingginya angka perceraian di Indonesia.

Karena itu, sudah waktunya perguruan tinggi meluaskan perannya, dengan tidak hanya mengajarkan pendidikan tinggi di kampus, tetapi juga terjun langsung ke lingkungan masyarakat untuk mengamalkan ilmu dan keahliannya.

Bimbingan pranikah

Universitas Tarumanagara telah ikut berperan serta dalam mencegah dan mengatasi tingginya angka perceraian.

Melalui dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Tarumanagara telah berperan aktif membantu pemerintah dan masyarakat dalam upaya menekan tingginya angka perceraian dan membekali masyarakat untuk membangun rumah tangga yang utuh dan bahagia selamanya.

Peran ini dilaksanakan melalui Program Pengabdian Kepada Masyarakat yang dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa terhadap masyarakat mitra sasaran.

Program ini mudah dilaksanakan karena merupakan bentuk tanggung jawab perguruan tinggi kepada masyarakat dan kewajiban setiap dosen untuk mengamalkan ilmu dan keahliannya melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

Setiap dosen wajib membagikan ilmu pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya kepada masyarakat untuk kemaslahatan hidup masyarakat dan membantu penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat.

Mengingat angka perceraian tertingi terjadi di Kabupaten Indramayu, maka peran Universitas Tarumanagara telah dilakukan terhadap mitra sasaran kegiatan pengabdian masyarakat di Kabupaten Indramayu.

Dosen dan mahasiswa pengabdi melaksanakan beberapa kegiatan pengabdian ilmu pengetahuan dan keahlian hukumnya tentang perkawinan di beberapa warga masyarakat desa di Kabupaten Indramayu.

Fokus sasarannya adalah para remaja yang belum menikah dan pasangan menikah, meskipun tokoh masyarakat, tokoh agama, dan perangkat desa ikut serta pada kegiatan ini.

Materi yang diberikan oleh pengabdi kepada mitra sasaran adalah tentang perkawinan dan upaya membangun keluarga yang bahagia dan kekal.

Pada awalnya para remaja dan masyarakat desa tidak memahami arti perkawinan dengan baik, hakikat perkawinan sebenarnya, tujuan perkawinan yang harus dicapai, serta hak dan kewajiban suami dan istri.

Perkawinan hanya dianggap sebagai bagian siklus hidup yang akan dialami oleh setiap orang. Kapanpun perkawinan dapat dilakukan, dan kapanpun perceraian dapat dilakukan.

Keutuhan rumah tangga dan kebahagiaan rumah tangga tidak menjadi tujuan utama, sehingga perceraian menjadi hal yang biasa.

Dampak perceraian terhadap anak, harta benda, dan hubungan keluarga bukan menjadi beban yang ditakuti, karena masyarakat pun tidak mempersoalkannya.

Pemikiran dan sikap demikian yang menjadi salah satu faktor tidak kuatnya akar perkawinan, sehingga pohon perkawinan mudah tumbang.

Melalui pengabdian kepada masyarakat, Universitas Tarumanagara telah melakukan pembinaan pranikah langsung terhadap para remaja dan masyarakat Indramayu.

Sasaran pembinaan pranikah oleh Universitas Tarumanagara tidak terbatas pada pasangan pengantin yang akan nikah, tetapi sasaran pembinaannya lebih luas, yaitu terhadap para remaja, pasangan menikah, tokoh masyarakat, pemuka agama, perangkat pemerintahan desa, dan siapapun yang perlu dibekali tentang pemahaman perkawinan.

Waktu pembinaan pranikah oleh Universitas Tarumanagara tidak hanya pada saat calon pengantin mendaftarkan rencana nikahnya, melainkan dilaksanakan sepanjang waktu.

Pembinaan pranikah oleh Universitas Tarumanagara melibatkan unsur pimpinan, dosen, dan mahasiswa serta bekerjasama dengan berbagai komponen masyarakat dan lembaga pemerintah, untuk membantu pembinaan pranikah yang hanya dilaksanakan oleh KUA.

Perguruan tinggi lebih laluasa dalam mengatur waktu, menetapkan mitra sasaran, dan memilih lokasi pembinaan pranikah, karena memiliki kebebasan beraktivitas dan memiliki sumberdaya manusia ahli yang memadai.

Dosen dan mahasiswa lebih mudah melaksanakan program ini karena dapat menyesuaikan waktu, materi, dan tempat pembinaan pranikah kepada msyarakat.

Teknis pemberian materi pembinaan dan pelaksanaan diskusi mudah disesuaikan dengan kebutuhan mitra sasaran.

Pembinaan tentang kesiapan mental dan material para remaja dan masyarakat sebelum melakukan perkawinan, pembahasan permasalahan rumah tangga dan kiat-kiat mengatasinya, pembinaan sikap dan perilaku yang baik oleh suami terhadap istri dan sebaliknya serta terhadap pihak keluarga lainnya.

Selain itu pemberian motivasi untuk menjaga keutuhan rumah tangga dan membangun keluarga yang bahagia dan kekal diterima secara optimal oleh mitra sasaran.

Setelah mengikuti pembinaan pranikah pada kegiatan pengabdian masyarakat, mitra sasaran memahami perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama secara sah.

Mitra sasaran juga memahami bahwa perkawinan bukan merupakan hubungan perdata semata, melainkan sebagai ikatan suci yang wajib dihormati, dijaga, dan dipertahankan kelangsungannya oleh suami dan istri.

Para remaja dan masyarakat juga menyadari bahwa perkawinan bukan bertujuan memenuhi kebutuhan biologis semata, tetapi untuk membentuk keluarga yang bahagia selamanya.

Selain itu, para remaja dan masyarakat juga makin menyadari untuk menunda perkawinan karena seorang pria dan seorang wanita yang ingin melangsungkan perkawinan wajib memenuhi syarat usia sekurang-kurangnya 19 tahun.

Para remaja dan masyarakat juga makin memahami bahwa perkawinan di bawah tangan adalah tidak baik, karena perkawinan yang sah menurut agama dan kercayaannya masing-masing perlu dicatat oleh pejabat pencatat perkawinan.

Pencatatan perkawinan oleh pemerintah merupakan syarat pengakuan sahnya perkawinan di mata pemerintah.

Meskipun pencatatan perkawinan hanyalah bersifat administratif, namun pencatatan itu mengandung makna sebagai registrasi pasangan suami dan istri yang sah oleh pemerintah, serta pengakuan dan perlindungan terhadap suami dan istri sebagai pasangan perkawinan yang sah oleh pemerintah.

Para remaja dan masyarakat juga menyadari bahwa perkawinan bulah sekadar suka dan cinta, tetapi merupakan sarana membentuk keluarga dan kelangsungan silsilah keturunan.

Perkawinan perlu dibina dan dikelola dengan baik. Sikap dan perilaku suami terhadap istri atau sebaliknya, serta sikap dan perilaku terhadap keturunanya perlu dilakukan dengan baik, agar tercipta hubungan yang harmonis dan menyenangkan.

Perkawinan harus memberikan kebahagiaan lahir dan batin, serta melanggengkan silsilah keturunan yang baik.

Kehidupan berumah tangga sering menghadapi permasalahan dan kendala. Perbedaan sikap, pikiran, dan cara berumah tangga antara suami dan istri kerap menjadi permasalah yang mengganggu keutuhan rumah tangga.

Persoalan ekonomi, status sosial, dan pengaruh lingkungan juga kerap menjadi permasalahan yang mengganggu kebahagiaan rumah tangga.

Setelah mengikuti pembinaan pranikah, para remaja dan masyarakat menyadari bahwa permasalahan rumah tangga adalah sesuatu yang wajar dan harus disikapi dengan bijak, serta berusaha untuk mengatasinya dengan semangat menjaga keutuhan rumah tangga dan bertekad membangun kebahagiaan keluarga selamanya.

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan pranikah sangat perlu dilakukan terhadap para remaja maupun masyarakat sebelum melangsungkan perkawinan.

Peran perguruan tinggi sangat penting dalam pembinaan pranikah, sehingga perguruan tinggi perlu dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah dan masyarakat dalam upaya mempersiapkan pasangan pranikah sebelum memasuki perkawinan.

Tujuannya adalah agar para remaja atau masyarakat benar-benar siap lahir dan batin untuk memasuki perkawinan, menghadapi semua risiko perkawinan, dan mampu membangun rumah tangga yang bahagia dan kekal.

*Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta

https://www.kompas.com/edu/read/2022/12/01/091741771/peran-perguruan-tinggi-dalam-bimbingan-pranikah-cegah-perceraian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke