Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sumpah Pemuda Lahir dari Kos-kosan, Siapa Saja Penghuni Kos Itu?

KOMPAS.com - Kos-kosan paling bersejarah di Indonesia, mungkin perlu disematkan pada kos para pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda.

Sebab selain sebagai lokasi lahirnya Sumpah Pemuda, kos-kosan tersebut penghuninya kebanyakan tokoh pergerakan nasional. 

Dilansir dari laman Museum Sumpah Pemuda, mahasiswa atau pelajar yang diketahui tinggal di kos tersebut banyak sekali yang menjadi tokoh pergerakan nasional.

Rata-rata penghuni di kos tersebut adalah pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen atau sekolah kedokteran STOVIA dan pelajar dari RS (Rechtsschool).

Penghuni kos-kosan

Seperti Muhammad Yamin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, Mohammad Tamzil, dan Assaat dt Moeda.

Lalu ada Soerjadi, Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil.

Penghuni lainnya, ada Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana. Semuanya inilah tokoh yang melahirkan Sumpah Pemuda.

Kos-kosan yang beralamat di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta pada tahun 1927 hingga 1934, dimiliki oleh Sie Kong Lian yang memberikan kebebasan bagi para pelajar untuk menggelar diskusi termasuk merumuskan Sumpah Pemuda.

Karena luas rumah tersebut sebesar 460 meter persegi, waktu itu lebih dari 700 pemuda dari berbagai daerah berkumpul untuk menghadiri Kongres Pemuda kedua pada 28 Oktober 1928 silam.

Dulu, mahasiswa atau pelajar yang tinggal di situ menamai gedung kos tersebut dengan nama Commensalen Huis.

Kepopuleran kos-kosan ini membuat gedung ini digunakan oleh berbagai organisasi pergerakan pemuda untuk melakukan kegiatan pergerakan.

Soekarno dan tokoh-tokoh Algemeene Studie Club Bandung sering hadir di Gedung Kramat 106 untuk membicarakan format perjuangan dengan para penghuni Gedung Kramat 106.

Di gedung ini pernah diselenggarakan kongres Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia, PPPI. Gedung ini juga menjadi sekretariat PPPI dan sekretariat majalah Indonesia Raja yang dikeluarkan PPPI.

Mengingat digunakan berbagai organisasi, maka sejak tahun 1927 Gedung Kramat 106 yang semula bernama Langen Siswo diberi nama Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan).

Hingga pada tanggal 15 Agustus 1928, di gedung ini diputuskan akan diselenggarakan Kongres Pemuda Kedua pada Oktober 1928.

Soegondo Djojopuspito, ketua PPPI, terpilih sebagai ketua kongres. Pada Kongres Pemuda Pertama telah berhasil diselesaikan perbedaan-perbedaan sempit berdasarkan kedaerahan dan tercipta persatuan bangsa Indonesia.

Jadi museum Sumpah Pemuda

Setelah peristiwa Sumpah Pemuda banyak penghuninya yang meninggalkan gedung Indonesische Clubgebouw karena sudah lulus belajar.

Setelah para pelajar tidak melanjutkan sewanya pada tahun 1934, gedung kemudian disewakan kepada Pang Tjem Jam selama tahun 1934 – 1937. Pang Tjem Jam menggunakan gedung itu sebagai rumah tinggal.

Kemudian pada tahun 1937 – 1951 gedung ini disewa Loh Jing Tjoe yang menggunakannya sebagai toko bunga (1937-1948), lalu menjadi Hotel Hersia pada tahun 1948 – 1951.

Barulah, berubah menjadi instansi pemerintah pada 1951-1970 sebagai Kantor Inspektorat Bea dan cukai.

Pada tanggal 3 April 1973, Gedung Kramat 106 dipugar Pemda DKI Jakarta. Pemugaran selesai 20 Mei 1973. Gedung Kramat 106 kemudian dijadikan museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda.

Gedung Kramat Raya 106 dijadikan Museum karena memiliki sederet perjalanan sejarah dan menjadi saksi dari proses panjang pembentukan semangat perjuangan bagi kemerdekaan Indonesia.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/10/28/073900571/sumpah-pemuda-lahir-dari-kos-kosan-siapa-saja-penghuni-kos-itu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke