Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tren Bahasa Campur-campur di Medsos, Ini Kata Pakar UNS

KOMPAS.com - Belakangan ini, muncul tren penggunaan bahasa trilingual atau multilingual di media sosial.

Tren ini cukup digandrungi anak muda yang mencampurkan bahasa Indonesia, bahasa Inggris atau dengan bahasa lainnya dalam berkomunikasi.

Secara tiba-tiba, banyak juga unggahan dari berbagai akun yang mem-posting tulisan dengan beberapa bahasa sekaligus.

Bahkan Instagram resmi @bipakemdikbud pada postingannya di tanggal 8 Januari 2022 pun memuat informasi dengan mencampurkan Bahasa Korea, Bahasa Sunda, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sekaligus.

Fenomena menggunakan bahasa campur-canpur ini, ditanggapi oleh Pakar bahasa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Muhammad Rohmadi.

Menurut Rohmadi, fenomena ini dapat ditinjau dari linguistik fungsional yang berdimensi pada triadik. Yakni bentuk, fungsi, dan konteks.

Konteks, memegang peranan penting dalam penggunaan multilingual atau multibahasa pada kehidupan sehari-hari. Penuturan tersebut pun memiliki maksud tersirat khusus.

“Di situ pasti ada implikatur tersendiri. Implikaturnya apa yakni maksud tersiratnya apa. Pertama, ada yang menggunakan multibahasa sebagai pembeda dirinya dengan orang lain,"jelasnya, dilansir dari laman UNS. 

Ia mengatakan, seseorang yang menggunakan bahasa lebih dari satu atau multibahasa bertujuan menjaga reputasi bahwa seseorang ini menguasai banyak bahasa.

"Ada juga yang bertujuan menarik pembaca atau penonton dan juga ada yang bertujuan sebagai daya persuasif. Ini masing-masing terintegrasi dalam fungsi kebahasaan,” jelas Rohmadi.

Fenomena multibahasa di Indonesia bisa dikatakan lumrah. Karena berdasarkan survei yang dilakukan oleh laman SwiftKey, Indonesia merupakan negara yang memiliki penutur tribahasa terbesar di dunia.

Indonesia sendiri unggul di atas Israel dan Spanyol yang berturut-turut menempati posisi kedua dan ketiga dalam hal jumlah penutur multibahasa.

Penggunaan multibahasa ini juga menandakan bahwa penuturnya memiliki banyak wawasan sehingga berusaha untuk mengolaborasikan, mengkreasikan, dan menginovasikan bahasa yang ia kuasai.

Rohmadi juga mengatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia merupakan penutur tribahasa atau multibahasa. Faktor pertemuan budaya dan perkembangan teknologi disebut paling dominan mengakibatkan fenomena ini.

“Trilingual ini bisa terjadi akibat pertemuan budaya dari berbagai wilayah dan perkembangan teknologi. Dengan perkembangan teknologi itu, kita sekali ketuk bisa masuk ke semua lini. Kita tidak bisa bahasa apa pun tinggal buka google bisa tahu artinya,” ungkap dosen Sosiopragmatik di S2 Pendidikan Bahasa Indonesia UNS ini.

Dengan menguasai beberapa bahasa, penutur sering kali mencampur bahasa yang mereka kuasai saat berbicara atau pun menulis. Meski dikhawatirkan dapat merusak bahasa, Rohmadi menjelaskan hal itu harus dikembalikan lagi ke konteks pemakainya.

“Merusak dan tidak itu bergantung konteks pemakainya. Kalau pemakai melihat konteksnya, pemakai tidak akan menggunakan itu kalau konteksnya formal. Sering kali mereka menggunakan multilingual di konteks nonformal," tambahnya.

Maka dari itu, pemakai bahasa harus mengerti istilah empan papan lan panggonan. Tahu waktu atau tempat.

"Jangan lupa tetap bersikap dewasa dalam berbahasa. Kedewasaan itu diukur dari apa yang mereka pikirkan kemudian menjadi apa yang mereka katakan. Apa yang mereka katakan itu menjadi tindakan. Tindakan-tindakan itu menjadi kebiasaan dan kebiasaan akan menjadi karakter,” imbuh dosen yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (Adobsi) ini.

Kendati demikian, ia berpesan supaya para penutur multibahasa dapat menerapkan kedewasaan berbahasa. Kedewasaan ini dapat dilihat dari bagaimana seseorang menggunakan bahasa sesuai dengan situasi yang sedang berlangsung.

“Kedewasaan berbahasa itu terbangun secara situasional. Kedewasaan itu bergantung lawan tuturnya siapa, situasinya seperti apa, dan orientasinya apa,” pungkasnya.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/01/20/170803471/tren-bahasa-campur-campur-di-medsos-ini-kata-pakar-uns

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke