Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Webinar Kebangsaan PPM Manajemen: Pancasila Jadi Rambu Pengaman Era Digital

KOMPAS.com - Menguatnya arus globalisasi dan digitalisasi menjadi tantangan persatuan dan kesatuan Indonesia di masa kini dan mendatang. Tidak hanya disrupsi teknologi, disrupsi pandemi juga  menjadi tantangan yang harus dihadapi Pancasila saat ini.

Benang merah ini menjadi isu mengemuka dalam webinar kebangsaan yang digelar PPM Manajemen pada Sabtu, 12 Juni 2021, sebagai bagian dari rangkaian HUT PPM ke-54 yang akan jatuh pada 3 Juli 2021.

Dalam HUT tahun ini, PPM mengangkat tema "PPM Berkarya: Bangkit Raih Bersama".

Dalam sambutan webinar kebangsaan "Pancasila sebagai Rambu Pengaman di Era Digital", Tjahjono Soerjodbroto, Pembina Yayasan PPM Manajemen berharap melalui kegiatan ini masyarakat akan terus diingatkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pemersatu bangsa.

"Kita sama-sama menyadari dengan menguatnya arus globalisalsi digitalisasi, bangsa Indonesia saat ini dan ke depan dihadapkan pada ancaman persatuan dan kesatuan," ujar Tjahjono mengingatkan.

"Dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila, acara talkshow ini mengajak untuk menggali bagaimana Pancasila menjadi pedoman dan pagar secara bertanggung jawab," jelas Tjahjono.

"Kita tidak boleh melupakan kepentingan dan berbangsa, serta selalu mengusahakan kesejahteraan bersama," pungkasnya.

Merawat nilai Pancasila

Webinar kebangsaan yang digelar PPM Manajemen ini menghadirkan pembicara Prof. Yudi Latif, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Wahyu Tri Setyobudi, Peneliti Transformasi Stratejik dan Inovasi PPM Manajemen.

Dalam paparannya, Wahyu menyampaikan Pancasila sebagai pondasi bangsa tidak tumbuh dengan sendirinya melainkan perlu dirawat dengan hati karena dalam setiap masa Pancasila selalu menghadapi tantangan yang berbeda.

"Keajaiban" Indonesia yang terdiri dari 16.056 pulau dan 1.340 suku bangsa dan mampu menyatukan Indonesia, tambah Wahyu datang dari empat konsesus dasar: Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

"Ini karunia yang harus kita syukuri karena kita disatukan oleh konsensus yang mampu merekatkan perbedaan yang luar biasa besar di Indonesia," ungkap Wahyu.

Lebih jauh Wahyu menjelaskan, Pancasila saat ini tengah dihadapkan pada dua tantangan besar sekaligus yakni disrupsi digital dan juga disrupsi pandemi global Covid-19.

Ia menilai, era digital satu sisi bisa menjadi aset, namun di sisi bisa menjadi beban; dari produktif bisa menjadi konsumtif, bisa menjadi komprehensif namun bisa melahirkan sikap instan, dapat menumbuhkan kepedulian sosial namun sisi lain bisa menumbuhkan gaya hidup hedon serta dari wisdom of the crowd bisa menjadi hoaks.

"Nilai-nilai Pancasila perlu dikuatkan. Ia tidak take it for granted, tidak tumbuh begitu saja," tegasnya mengingatkan.

Karenanya, ia mendorong beberapa tranformasi dalam merawat Pancasila melalui kolaborasi penta helix (pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media) 

Transformasi internalisasi nilai Pancasila yang dimaksud Wahyu meliputi; dari doktrin menjadi dialog, dari arahan menjadi teladan, pendekatan kekuatan menjadi kesejahteraan, mendorong inovasi, mendorong moderasi berpikir, mendorong pola pikir positif.

Pancasila, nilai inklusi dan terkoneksi

Dalam kesempatan sama, Prof. Yudi Latif, Kepala BPIP juga mengingatkan, "keberagaman Indonesia akan mendapatkan pengaruh-pengaruh intens dari luar. Dengan demikian Indonesia akan mengalami polarisasi internal dan ektrenal yang makin kompleks."

"Perlu dibangun keberagamanan (yang) bukan saling membinasakan, (keberagaman yang) makin menyempurnakan kemanusiaan kita. Kita harus mencari dasar-dasar pertautan di antara kita," ungkapnya.

Pancasila inilah yang kemudian disebut Prof. Yudi mampu menjadi titik tumpu, titik temu, dan titik tuju bangsa Indonesia dalam menghadapi semua tantangan ke depan.

Memasuki era digital dan memasuki era revolusi industri 4.0, Prof. Yudi mengingatkan teknologi tinggi yang diraih jangan sampai menghilangkan rasa kekeluargaan dan kesatuan.

"Kita masuk ke high tech dengn low touch," tegasnya. "Dalam banyak kasus sekolah-sekolah justru menjadi tempat di mana nilai kekeluargaan mengalami robekan-robekan," ungkapnya.

Ia mengatakan, "kita hanya mengacu pada aspek teknis, padahal tiap teknologi punya aspek negatif dan positif."

"Era disrupsi teknologi era 4.0 di mana hal-hal yang sifatnya teknis bisa digantikan oleh mesin. Pendidikan harus memberi perhatian pada hal yang tidak dapat dapat digantikan oleh mesin," tambah Prof. Yudi.

Olah karena itu, ia mendorong pendidikan masa depan harus memberikan perhatian pada hal yang lebih holistik. "Sayangnya saat ini pendidikan nilai masih dianggap pelengkap. Wawasan general, holistik menjadi penting," tegasnya.

Selain dari sisi pendidikan, Prof. Yudi juga mengingatkan pentingnya membangun Pancasila sebagai nilai yang inklusi dan terkoneksi bagi seluruh masyarat Indonesia.

Masa pandemi, tambahnya, memberikan pembelajaran hanya bangsa yang memiliki ikatan sosial kuat yang akan mampu bertahan dan cepat bangkit dari keterpurukan. 

"Tidak ada seorangpun yang merasa ditinggalkan di Republik ini. Hanya dengan itu kita bisa membangun Rumah Indonesia yang membangun kebahagiaan bagi semua orang," tegasnya.

Dalam akhir paparan Prof. Yudi kembali menyampaikan Pancasila menjadi modal kuat bangsa Indonesia dalam menghadapi segala tantangan.

"Sepanjang sejarah Indonesia, kita kita kerap menghadapi tantangan. Kali inipun kita sudah punya modal sosial yang kuat (Pancasila). Modal kuat ini harus kita jaga," pesannya.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/06/12/124230671/webinar-kebangsaan-ppm-manajemen-pancasila-jadi-rambu-pengaman-era-digital

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke