Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

4 Tipologi Grit: Kamu Termasuk yang Mana?

KOMPAS.com - Dalam buku "Grit, The Power of Passion and Perseverance", Angela Duckworth memperkenalkan istilah 'Distracted by Talent’. Artinya, situasi di mana kita terlalu berfokus pada talenta dan mengabaikan upaya—yang justru menjadi faktor penting dalam mencapai keberhasilan.

Kalau menurutmu, mana yang lebih penting, talenta atau upaya?

Beberapa tahun yang lalu, kita sering mendengar istilah "War for Talent", yaitu situasi yang menggambarkan sengitnya persaingan antar perusahaan dalam memperebutkan best talent, orang-orang terbaik.

Situasi ini terjadi karena adanya keyakinan bahwa sumber daya manusia adalah kunci keberhasilan sebuah organisasi. Artinya, kemampuan organisasi untuk memiliki—merekrut dan mempertahankan—orang-orang terbaiknya akan menentukan jatuh-bangun organisasi.

Dalam konteks "War for Talent", talenta pada umumnya didefinisikan sebagai serangkaian kemampuan individu yang terdiri atas bakat, keterampilan, pengetahuan, kepribadian, dan kapasitas lain yang terkait dengan intelegensi.

Dalam penerapannya, pemahaman tersebut diimplementasikan ke dalam berbagai sistem dan mekanisme pengelolaan sumber daya manusia di dalam organisasi, mulai dari proses rekrutmen, pengembangan, dan pengelolaan talenta (talent management).

Intinya, sistem dan mekanisme tersebut dibangun untuk menyaring dan mendapatkan talenta-talenta terbaik menurut parameter yang dibuat oleh suatu organisasi.

Salah satu parameter yang digunakan untuk melakukan seleksi talenta, khususnya di dalam proses hiring, adalah inteligensi. Pada kenyataannya, praktik tersebut tidak selalu membawa hasil baik.

Namun, justru secara tidak langsung menumbuhkan lingkungan kerja yang kurang sehat dan kurang berintegritas karena setiap orang berlomba-lomba untuk menunjukkan bahwa mereka yang terbaik dan layak dipertahankan di organisasi.

Situasi tersebut di ataslah yang disebut Duckworth sebagai "Distracted by Talent".

Grit, Penentu Kesuksesan Jangka Panjang

Kegigihan atau grit dalam berupaya mencapai tujuan, justru menjadi salah satu penentu keberhasilan seseorang—termasuk ketika ia bekerja di sebuah perusahaan atau organisasi.

Menurut Duckworth, kegigihan adalah ketekunan dan gairah untuk mencapai suatu tujuan jangka panjang. Orang yang memiliki grit tinggi akan mampu bertahan untuk menuntaskan tugas atau tujuannya yang belum tercapai meskipun menghadapi kesulitan.

Mereka mampu bangkit kembali saat mengalami kegagalan atau kekecewaan. Mereka pun mampu bertahan meskipun kemajuannya terasa lambat, membosankan, dan penuh tantangan.

Duckworth mengidentifikasi dua dimensi dalam grit yaitu The Power of Passion dan The Power of Perseverance.

The Power of Passion adalah kemampuan untuk mempertahankan minat pada satu tujuan, sedangkan The Power of Perseverance adalah kemampuan individu untuk tetap berjuang mencapai tujuan jangka panjang, apapun tantangan dan hambatan yang dihadapi.

Seperti apakah karakteristik orang yang memiliki grit tinggi? Menurut Duckworth, terdapat beberapa karakteristik yang pada umumnya dimiliki oleh orang yang memiliki grit tinggi.

Orang yang memiliki grit tinggi tekun mengeksplorasi dan mengembangkan minatnya. Mereka gigih berlatih demi mengasah keahliannya.

Oleh sebab itu, pada umumnya, orang dengan grit tinggi memiliki tujuan (purpose) yang jelas sehingga mereka mampu memahami dan memaknai kerja keras mereka di dalam menjalankan pekerjaan ataupun kegiatan lainnya.

Mereka bersikap optimis dan memiliki growth mindset sehingga mereka mampu membangun harapan di saat menghadapi kesulitan dan kegagalan. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka mampu menciptakan masa depan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri.

Hasil dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa grit lebih mampu memprediksi kesuksesan jangka panjang seseorang dibandingkan dengan intelegensi.

Oleh sebab itu, saat ini, mulai banyak organisasi atau perusahaan yang menggunakan grit sebagai parameter dalam menyaring calon karyawannya, tidak lagi semata-mata mengukur inteligensi, khususnya IQ (Intelligence Quotient) melalui metode psikotes.

Duckworth dan timnya lalu mengembangkan sebuah alat ukur, Grit Scale, yang dapat mengidentifikasi tingkatan grit seseorang. Grit Scale mengukur tingkat konsistensi peminatan dan tingkat ketekunan seseorang dalam berupaya.

Skor akhir dari Grit Scale akan menunjukkan perbandingan tingkat grit seseorang dengan populasi orang yang telah mengikuti Grit Scale secara global.

Kepopuleran konsep grit membuat Grit Scale banyak digunakan, diadaptasi, dan dikembangkan sebagai alat ukur yang dapat mengidentifikasikan tingkat grit seseorang. 

Empat Tipologi Grit

Pentingnya memiliki grit untuk pengembangan diri dan untuk membantu individu dalam mencapai tujuan jangka panjangnya, mendorong kami—Growth Center—untuk mengadaptasi dan mengembangkan alat ukur berdasarkan konsep grit dari Angela Duckworth.

Grit menjadi salah satu karakteristik yang diukur dalam Growth Inventory, yaitu alat ukur yang dikembangkan oleh Growth Center untuk mengidentifikasi beberapa karakteristik yang dibutuhkan seseorang untuk mampu menghadapi situasi kompleks yang penuh ketidakpastian dan penuh dengan perubahan cepat.

Grit di dalam Growth Inventory didefinisikan sebagai kombinasi berkelanjutan antara minat dan ketekunan dalam mencapai tujuan jangka panjang, tanpa memedulikan penghargaan ataupun pengakuan dari orang lain.

Tingkatan grit seseorang dilihat dari bagaimana konsistensi dalam mempertahankan tujuan jangka panjangnya dan bagaimana ketekunannya untuk mempertahankan segala upaya dalam mencapai tujuan tersebut.

Dari perpaduan kedua aspek tersebut, dapat diidentifikasikan 4 tipologi grit:

1. Tipe Achiever

Tipe achiever paham apa yang ingin dicapainya dan mampu menetapkan tujuan jangka panjangnya. Mereka tekun dan tidak mudah menyerah saat menghadapi kendala sehingga mereka mampu bekerja keras untuk mencapai tujuannya.

2. Tipe Planner

Orang dengan tipologi ini tahu apa yang ingin dicapainya dan mampu menetapkan sasaran jangka panjangnya. Namun, mereka kurang tekun—dibandingkan tipe Achiever—dalam berupaya mencapai sasaran tersebut.

3. Tipe Executor.

Tipe executor sebetulnya orang yang tekun berupaya mencapai target. Namun, mereka belum memiliki pemahaman mengenai minat dan arah yang ingin dicapainya sehingga mudah berganti arah tujuannya. Mereka membutuhkan bimbingan orang lain untuk menetapkan sasaran.

4. Tipe Pivoter.

Tipe ini belum mengenali minat pribadinya secara spesifik sehingga belum mampu menentukan arah tujuan yang ingin dicapainya. Orang dengan tipe pivoter pun mudah menyerah saat menghadapi kesulitan. Mereka akan cepat kehilangan semangat dan membutuhkan dukungan orang lain untuk kembali fokus dalam mencapai tujuannya.

Nah, dari keempat tipologi tersebut di atas, tipe yang manakah kamu? Yuk, cek dan klik disini!

Apapun hasilnya nanti, bila tidak sesuai harapan, jangan berkecil hati karena pada prinsipnya grit dapat dikembangkan.

Alat ukur Growth Inventory dikembangkan tidak untuk memberikan penilaian baik atau buruk. Namun dibuat dengan tujuan memberikan alternatif alat bantu agar kita dapat mengenali diri sendiri dengan lebih baik sehingga dapat membantu kita bertumbuh menjadi versi terbaik kita.

*Andrea Lusi Anari | Co-founder & COO Growth Center | Growth Center, HR Business Accelerator - membantu individu menemukan dan mengembangkan potensi diri, agar menjadi versi terbaik diri mereka | Powered by Kompas Gramedia

https://www.kompas.com/edu/read/2021/03/12/130329771/4-tipologi-grit-kamu-termasuk-yang-mana

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke