KOMPAS.com - Di era digital, masyarakat dituntut kian selektif dalam menerima informasi. Sebab, informasi keliru atau hoaks juga bertebaran dan berpotensi menyesatkan.
Survei yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center pada periode 1 Agustus hingga 31 September 2022 menunjukkan, masyarakat kerap menemukan hoaks di beberapa platform digital.
Dari 10.000 responden, sebanyak 55,9 persen mengaku sering menemukan hoaks di media sosial Facebook.
Baca juga: Bagaimana Perilaku Masyarakat dalam Menggunakan Media Sosial?
Pola ini sama dengan survei sebelumnya yang menempatkan Facebook sebagai media sosial yang dominan sebagai tempat menyebarnya hoaks.
Namun, persentase tersebut turun signifikan. Pada 2020 terdapat 71,9 persen masyarakat yang mengaku kerap menemukan hoaks di Facebook.
Selain media sosial, masyarakat juga mengaku sering menemukan hoaks di berita daring atau online.
Sebanyak 16 persen responden menganggap berita online kerap menyajikan hoaks. Angka tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan pada 2020, yakni 10,7 persen.
Berita online menempati peringkat kedua di bawah Facebook sebagai media yang kerap menyajikan hoaks.
Menanggapi survei tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wahyu Dhyatmika mengatakan, banyaknya laman atau web memungkinkan munculnya berita online yang menyajikan hoaks.
Sebab, tidak semua media online terverifikasi oleh Dewan Pers. Di samping itu, juga terdapat media online yang tidak mengindahkan kaidah jurnalistik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.