Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitos dan Fakta Sunat Perempuan

Kompas.com - 06/02/2023, 20:02 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari Anti-sunat Perempuan Internasional diperingati setiap 6 Februari. Peringatan ini diinisiasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya sunat perempuan.

Berdasarkan catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 200 juta perempuan di 30 negara Afrika, Timur Tengah, dan Asia, mengalami pemotongan genitalia.

Praktik sunat perempuan masih dilanggengkan dengan alasan tradisi, agama, hingga mitos yang menyertai.

Padahal secara medis, pemotongan atau pelukaan genitalia adalah praktik yang berbahaya dan merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Penting untuk mengetahui apa saja mitos sunat perempuan yang umumnya dipercaya masyarakat, serta membandingkan dengan fakta medisnya.

1. Sunat perempuan tidak sesuai prosedur medis

Organisasi gerakan sosial internasional, Global Citizen, memetakan sejumlah mitos sunat perempuan yang umumnya masih dipercaya masyarakat.

Salah satu mitosnya, sunat perempuan dianggap sudah sesuai prosedur standar. Ada empat praktik sunat perempuan yang selama ini dilakukan, yaitu:

  • Klitoridektomi atau pengangkatan klitoris sebagian atau seluruhnya
  • Eksisi adalah setiap pemotongan dan pengangkatan klitoris dan labia
  • Infibulasi atau pembuatan segel untuk mempersempit lubang vagina dengan memotong dan menjahit labia
  • Prosedur berbahaya lainnya dengan menusuk, mengikis, atau membakar alat kelamin perempuan

Faktanya, semua prosedur itu dapat meningkatkan komplikasi jangka panjang terhadap kesehatan dan kesejahteraan fisik, mental, dan seksual perempuan.

WHO menegaskan, sunat perempuan tidak memiliki manfaat apa pun dari sudut pandang medis. Hal ini disampaikan oleh Direktur Departemen Kesehatan Seksual dan Reproduksi WHO, Pascale Allotey, pada peringatan Hari Anti-sunat Perempuan Sedunia 2023.

"Mari perjelas! Sunat perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan dan hanya membahayakan perempuan dan anak perempuan. Ini adalah pelanggaran terhadap martabat dan hak-hak mereka," tutur Allotey.

2. Sunat perempuan masih dipercaya sebagai ritus dan tradisi

Banyak negara memiliki sejarah kelam kekerasan dan penindasan terhadap perempuan selama berabad-abad. Hal ini membuat ritus dan tradisi memegang peran penting di kehidupan masyarakat.

Di Indonesia, praktik sunat perempuan banyak dialami oleh perempuan di bawah umur. 

Laman edukasi UGM mengutip Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 soal angka sunat perempuan. Sebanyak 51 persen perempuan usia 0-11 tahun di indonesia menjalani sunat.

Bahkan, sebanyak 72,4 persen di antaranya menjalani sunat perempuan sejak usia 1-5 bulan.

WHO memetakan, alasan praktik sunat perempuan bervariasi tergantung wilayah dan faktor sosial budaya.

Alasan praktik ini masih dilanggengkan, yakni:

  • Adanya konvensi atau norma sosial
  • Sunat perempuan sering dianggap bagian penting dalam cara membesarkan anak perempuan, termasuk kepercayaan bahwa sunat mempersiapkan mereka menuju kedewasaan dan pernikahan
  • Sebagian percaya praktik sunat perempuan didukung agama.

Faktanya, perempuan tetap dapat tumbuh dewasa dan melalui masa akil balik tanpa menjalani sunat.

3. Tidak ada sunat medis untuk perempuan

WHO menggarisbawahi bahwa sunat perempuan tidak memberi satu pun manfaat kesehatan, hanya rasa sakit.

Kendati demikian, masih ada keyakinan bahwa sunat perempuan dapat dilakukan sesuai prosedur medis.

Ada banyak alasan mengapa masih ditemui layanan kesehatan yang menyediakan jasa sunat perempuan, meliputi:

  • Keyakinan bahwa ada penurunan risiko komplikasi bila melakukan sunat perempuan secara medis
  • Keyakinan bahwa sunat medis dapat menjadi solusi
  • Layanan kesehatan yang melakukan sunat perempuan medis adalah anggota komunitas yang mempraktikkan sunat perempuan dan tunduk pada norma sosial yang sama.

Sejak 2008, WHO menyerukan pencegahan dan penghapusan sunat perempuan.

Salah satu upayanya yakni mengedukasi petugas kesehatan untuk tidak menjalankan praktik tersebut, serta memberikan panduan penanganan kesehatan jika terjadi komplikasi pada korban sunat perempuan.

4. Minimnya edukasi kepada perempuan

Mereka yang hidup di lingkaran tradisi sunat perempuan kerap mengalami tekanan sosial jika tidak menjalaninya.

Perempuan sering kali terpaksa melakukannya karena tidak bisa menolak. Sebagian lainnya, merasa melakukan sunat perempuan secara sukarela.

Kendati demikian, ada yang luput diperhatikan, yakni pendidikan seksual.

Penyintas sunat perempuan yang sebagian besar melakukan praktik tersebut ketika masih di bawah umur, seberapa banyak dari mereka yang memiliki pilihan?

Apakah pilihan itu diputuskan secara sadar atas dasar pengetahuan mereka terhadap alat reproduksi, atau tekanan sosial semata?

Dilansir Huffpost, seorang penyintas sunat perempuan Sarian Karim Kamara menceritakan kisahnya ketika disunat pada usia 11 tahun.

Awalnya dia bersemangat. Masyarakat menyelenggarakan pesta, upacara, dan menyajikan musik tradisional.

Namun yang ia alami ketika menjalani sunat perempuan hanyalah kesengsaraan. Ia kesulitan mengalami orgasme bahkan setelah empat tahun aktif secara seksual.

Itu baru satu contoh kasus. Sementara, WHO memperkirakan ada lebih dari 3 juta anak perempuan berisiko menjalani sunat perempuan setiap tahunnya.

5. Sunat berbahaya bagi perempuan

Terlepas dari berbagai alasan, seperti ritual, tradisi, dan mitos, praktik sunat perempuan terbukti merugikan.

Sunat perempuan berisiko menimbulkan kerusakan jaringan genital perempuan, serta mengganggu fungsi alami tubuh.

Ada pula peningkatan risiko komplikasi kesehatan jangka panjang yang lebih parah.

Komplikasi langsung yang dapat terjadi karena sunat perempuan meliputi:

  • Sakit parah
  • Pendarahan yang berlebihan
  • Pembengkakan jaringan kelamin
  • Demam
  • Infeksi misalnya tetanus
  • Masalah kencing
  • Masalah penyembuhan luka
  • Cedera pada jaringan genital di sekitarnya
  • Shock atau terkejut
  • Kematian.

Sementara, komplikasi jangka panjang meliputi:

  • Masalah kencing, seperti sakit saat kencing atau infeksi saluran kemih
  • Masalah vagina, seperti keputihan, gatal, vaginosis bakteri dan infeksi lainnya
  • Masalah haid, seperti nyeri haid, darah haid sulit keluar, dan sebagainya
  • Jaringan parut dan keloid
  • Masalah seksual, seperti nyeri saat berhubungan, penurunan kepuasan, dan sebagainya
  • Peningkatan risiko komplikasi persalinan, seperti sulit persalinan, perdarahan berlebihan, operasi caesar, bahkan kematian pada bayi baru lahir
  • Masalah psikologis, seperti depresi, kecemasan, gangguan stres pascatrauma, harga diri rendah, dan sebagainya
  • Kebutuhan operasi lanjutan. Misalnya, penyegelan atau penyempitan lubang vagina terkadang membuat jaringan genital perlu dijahit lagi beberapa kali, termasuk setelah melahirkan. Sehingga perempuan menjalani prosedur pembukaan dan penutupan vagina berulang kali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[KLARIFIKASI] Tidak Ada Bukti Putri Raja Yordania Jatuhkan Drone Iran

[KLARIFIKASI] Tidak Ada Bukti Putri Raja Yordania Jatuhkan Drone Iran

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Konten dengan Narasi Keliru soal Kepanikan Warga Israel akibat Serangan Iran

[VIDEO] Konten dengan Narasi Keliru soal Kepanikan Warga Israel akibat Serangan Iran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Warga Israel Melarikan Diri di Bandara Ben Gurion Pascaserangan Iran

[HOAKS] Video Warga Israel Melarikan Diri di Bandara Ben Gurion Pascaserangan Iran

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Drone Tersangkut Kabel Tak Terkait Serangan Iran ke Israel

[VIDEO] Drone Tersangkut Kabel Tak Terkait Serangan Iran ke Israel

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Rudal Iran Hantam Pangkalan Militer Nevatim, Bukan Bandara Ben Gurion

[KLARIFIKASI] Video Rudal Iran Hantam Pangkalan Militer Nevatim, Bukan Bandara Ben Gurion

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Penumpang di Bandara Ben Gurion pada 2022, Bukan Eksodus akibat Serangan Iran

[KLARIFIKASI] Foto Penumpang di Bandara Ben Gurion pada 2022, Bukan Eksodus akibat Serangan Iran

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Pohon Terbakar Dekat Masjid Al-Aqsa pada 2021

[KLARIFIKASI] Video Pohon Terbakar Dekat Masjid Al-Aqsa pada 2021

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Truk Pembawa Senjata Iran Melintasi Perbatasan Suriah

[HOAKS] Foto Truk Pembawa Senjata Iran Melintasi Perbatasan Suriah

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! Konten Tebak Angka Berhadiah Mobil

[VIDEO] Hoaks! Konten Tebak Angka Berhadiah Mobil

Hoaks atau Fakta
Beragam Video dengan Narasi Keliru Terkait Serangan Iran ke Israel

Beragam Video dengan Narasi Keliru Terkait Serangan Iran ke Israel

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Tidak Ada Bukti Rusia Dukung Iran jika AS Terlibat

[KLARIFIKASI] Tidak Ada Bukti Rusia Dukung Iran jika AS Terlibat

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Beredar Hoaks soal Penandatanganan Bukti Pelunasan Utang Indonesia ke China

[VIDEO] Beredar Hoaks soal Penandatanganan Bukti Pelunasan Utang Indonesia ke China

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Lama Warga Israel Berlindung Saat Melihat Roket

[KLARIFIKASI] Video Lama Warga Israel Berlindung Saat Melihat Roket

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Tidak Terkait Penyitaan Kapal oleh Iran di Selat Hormuz

[KLARIFIKASI] Foto Ini Tidak Terkait Penyitaan Kapal oleh Iran di Selat Hormuz

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Tidak Benar McDonald's Pasang Poster Ucapan Selamat kepada IDF

[VIDEO] Tidak Benar McDonald's Pasang Poster Ucapan Selamat kepada IDF

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com