KOMPAS.com - Kinerja Polri sepanjang tahun 2022 banyak disorot oleh publik, terutama di semester II. Bukan karena prestasi, namun karena sejumlah petinggi dan anggotanya terseret beberapa kasus, mulai dari pembunuhan hingga narkoba.
Kredibilitas Polri di mata masyarakat pun sempat anjlok, hingga Presiden Jokowi memanggil Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan jajaran institusi Polri ke Istana Negara pada 14 Oktober 2022 lalu.
Dalam pertemuan itu Jokowi menyoroti turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap polisi.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada Oktober 2022, citra Polri di mata masyarakat cukup menurun dan menjadi titik paling rendah dalam dua tahun terakhir.
Dalam survei itu hanya 48,5 persen responden yang menilai lembaga kepolisian citranya baik. Padahal, di survei-survei sebelumnya citra polisi selalu di atas 65 persen.
Penurunan intens terjadi selama Juni 2022 hingga Oktober 2022. Secara berturut-turut, citra Polri merosot sebesar 9 persen sampai 17,2 persen.
Sejak kasus pembunuhan Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada bulan Juli 2022, kepercayaan masyarakat kepada institusi Polri mulai menurun.
Selama berbulan-bulan masyarakat disuguhi cerita bohong tentang kematian Brigadir J oleh Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Selain merekayasa skenario pembunuhan, Ferdy Sambo dan beberapa anggota Polri juga berupaya menghilangkan alat bukti pembunuhan dan menghalangi penyelidikan.
Penanganan kasus itu pun dinilai lambat dan tidak tuntas, hingga Presiden Jokowi memberikan teguran sebanyak empat kali kepada Kapolri untuk mengusut tuntas kasus yang cukup pelik tersebut.
Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menuturkan, kebohongan di awal kasus tewasnya Brigadir J membuat masyarakat sulit untuk percaya pada polisi.
Menurut Bambang, kasus pembunuhan Brigadir J semakin meyakinkan masyarakat bahwa polisi bisa mengatur hukum.
Kasus pembunuhan Brigadir J tersebut pun membuat beberapa kasus lainnya mencuat ke permukaan. Seperti isu adanya konsorsium judi online 303 yang melibatkan kepolisian dan Ferdy Sambo.
Setelah isu itu mencuat, Polri gencar melakukan pemberantasan judi online di berbagai daerah dengan menangkap sejumlah tersangka.
Di Jawa Tengah misalnya, Polda Jateng mengungkap 18 kasus judi online di wilayahnya. Dua kasus yang diungkap diketahui servernya berada di Thailand dan Kamboja.