KOMPAS.com - Setelah peristiwa pembunuhan para jenderal yang dikenal dengan Gerakan 30 September (G30S), pihak-pihak yang terlibat ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Pada Kamis, 23 Desember 1965 dilangsungkan sidang Komando Operasi Tertinggi atau Koti terbatas di Istana Negara.
Melalui sidang tersebut, dibentuk fact finding commission atau komisi pencari fakta untuk mengungkap peristiwa G30S yang memicu perpecahan sosial. Komisi pencari fakta mulai memunculkan nama-nama yang terlibat dalam G30S.
Harian Kompas, 9 Oktober 1986 melaporkan bahwa Kepala Pusat Penerangan (Puspen) ABRI Brigjen P Damanik mengatakan, akan ada eksekusi terhadap sembilan orang terpidana mati yang terlibat dalam G30S.
Mereka adalah Sjam Kamaruzzaman, Supono Marsudidjojo alias Pono, Mulyono alias Bono, Amar Manafiah, Abdullah Ali Hany, Wiryoatmodjo, Kamil, Tamuri Hidayat, dan Sudiono.
Baca juga: Mengapa Hoaks dan Isu PKI Masih Laku untuk Propaganda Politik?
Meletusnya G30S yang berujung pada situasi kompleks, hingga memunculkan berbagai analisis terkait peristiwa ini.
Peneliti seperti Ben Anderson dan Ruth McVey menyebut bahwa gerakan itu adalah peristiwa internal Angkatan Darat (AD) dan terutama menyangkut Kodam Diponegoro.
Ada nama lain yang mendapat ekseskusi mati selain sembilan orang tersebut. Dia adalah Letkol (Inf) Untung Samsoeri.
Bagaimana kronologi keterlibatan Letkol Untung dalam peristiwa G30S? Berikut penjelasannya.
Semua bermula ketika Kapten Sudjud Surahman Rochaedi merekrut Letkol (Inf) Untung Samsoeri sebagai pemimpin batalion Tjakrabirawa.
Saat itu kompi Rochaedi diboyong ke batalion Tjakrabirawa dan Rochaedi diangkat sebagai komandan kompi.
Salah satu bawahan langsungnya adalah Sersan Mayor Boengkoes yang memimpin penculikan dan penembakan terhadap Mayjen MT Haryono.
Kemudian, sejak Mei 1965, Batalion I Tjakrabirawa dipimpin oleh Letkol Untung. Pasukan yang ia pimpin bertugas dalam pengamanan presiden.
Stroke ringan yang dialami Presiden Soekarno pada 4 Agustus 1965, beredarnya dokumen Glichrist, dan isu Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta, membuat Batalion I Tjakrabirawa berinisiasi menjalankan operasi yang awalnya diberi nama Operasi Takari.
Karena dianggap terlalu berbau militer, namanya diubah menjadi G30S.
Baca juga: Dokumen Otopsi Ungkap Tidak Ada Luka Penyiksaan pada Jenderal dan Korban G30S