KOMPAS.com - Akun "bot" telah menjadi fenomena tersendiri dalam interaksi media sosial. Sebagian besar di antaranya bahkan dianggap menggangu interaksi yang diharapkan terjadi secara organik.
Akun bot adalah akun media sosial palsu yang diprogram untuk dapat bekerja secara otomatis atau semi-otomatis untuk beberapa tujuan.
Perusahaan dapat menjual akun bot kepada pengguna lain untuk mendapatkan uang, atau kelompok politik dapat menggunakannya untuk menyebarkan agenda-agenda tertentu.
Sering kali, akun bot dimanfaatkan untuk menyebarkan disinformasi di media sosial.
Baca juga: Teori Konspirasi di Video Plandemic dan Hoaks Terlaris di Media Sosial
Dilansir dari laman pemeriksa fakta Snopes.com, penggunaan akun bot media sosial terus mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Pakar keamanan siber menilai fenomena meningkatnya akun-akun bot di media sosial sebagai alarm bahaya terhadap ekosistem digital.
Beberapa bot diprogram untuk meningkatkan engagement atau jumlah pengikut, sementara yang lain dimaksudkan untuk mendorong ujaran dan tindakan kebencian.
Komisi Eropa bahkan meluncurkan Rencana Aksi Melawan Disinformasi pada 2018 untuk menangani bot media sosial yang dianggap sebagai alat untuk menyebarkan konten yang memecah belah di media sosial dan menyebarkan informasi yang salah.
Baca juga: Survei Reuters: 68 Persen Masyarakat Indonesia Mengakses Berita dari Medsos
Demikian pula, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) juga telah meluncurkan upaya untuk memerangi disinformasi di media sosial, termasuk membagikan tips untuk mengidentifikasi akun bot.
Sebuah studi peer-review dari Stony Brook University yang diterbitkan pada 2021 menganalisis lebih dari 3 juta tweet yang ditulis oleh 3.000 akun bot dan membandingkan bahasa tweet tersebut dengan 3.000 akun asli.
Ketika peneliti melihat akun bot satu per satu, mereka tampak seperti dioperasikan oleh manusia.
Namun, ketika diteliti secara keseluruhan, para peneliti menyadari bahwa akun-akun tersebut tampaknya merupakan kloning satu sama lain.
Baca juga: Laporan Ofcom: Sedikit Pengguna Melaporkan Konten Berbahaya di Medsos