Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Misinformasi Ratu Elizabeth II Pakai Ivermectin dalam Pengobatan Covid-19

Kompas.com - 23/02/2022, 17:07 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

KOMPAS.com - Pemimpin Kerajaan Inggris, Ratu Elizabeth II dinyatakan mengidap Covid-19 pada Minggu (20/2/2022) dengan gejala ringan.

Di tengah perawatannya saat ini, Ratu Elizabeth II masih bisa menjalankan sejumlah tugas di kediamannya, Kastil Windsor di wilayah Berkshire.

Misinformasi kemudian beredar terkait pengobatan Covid-19 yang dijalankan ratu yang sudah bertahta selama 70 tahun ini. Elizabeth II disebut menjalani pengobatan dengan ivermectin.

Kabar keliru ini tentu saja menimbulkan kontroversi, sebab pengobatan Covid-19 dengan ivermectin selama ini dianggap tidak bermanfaat bagi pasien.

Baca juga: Ratu Elizabeth II Positif Covid-19, Begini Riwayat Kesehatannya Sejak 2018

Bagaimana misinformasi ini bermula?

Dilansir dari laman The Guardian pada Rabu (23/2/2022), kabar mengenai penggunaan ivermectin pada pengobatan Covid-19 terhadap Ratu Elizabeth II beredar di media sosial.

Banyak sejumlah unggahan yang tidak menyertakan sumber informasi. Akan tetapi, ada juga post yang memperlihatkan bahwa misinformasi ini bermula dari kesalahan sebuah pemberitaan di stasiun televisi asal Australia, Nine Network.

Dalam ilustrasi pemberitaan tentang Covid-19 yang diidap Ratu Elizabeth II, Nine Network memperlihatkan bahwa salah satu obat yang diberikan adalah stromectol yang di tiap tabletnya mengandung 3 miligram ivermectin.

Pemberitaan itu juga memperlihatkan wawancara dengan dokter Mukesh Haikerwal yang merupakan mantan ketua Asosiasi Dokter Australia. Dalam tayangan itu, Haikerwal bicara mengenai pengobatan untuk pasien Covid-19 kelompok lansia.

Baca juga: Seputar Varian Baru HIV, Ini Fakta dan Misinformasi Terkait Varian VB...

Kepada The Guardian, Haikerwal menyatakan bahwa tidak ada satu pun ucapan dia yang menyebut tentang ivermectin.

"Saya mengatakan ada sejumlah pengobatan untuk kelompok rentan... Saya bahkan tidak menyebut nama obat-obat yang digunakan, tapi jika ada, jelas itu adalah sotrovimab," ujarnya.

Tayangan itu memang ikut memperlihatkan sotrovimab, sebelum kemudian beralih memperlihatkan stromectol.

"Jelas saja bukan ivermectin. Saya tidak akan merekomendasikan itu," ucap Mukesh Haikerwal.

Ilustrasi obat ivermectin memunculkan pro-kontra dalam penggunaannya sebagai obat terapi Covid-19. WHO, FDA dan badan otoritas obat di sejumlah negara masih belum izinkan atau rekomendasikan ivermectin sebagai obat Covid-19, karena obat ini bukan obat anti virus.SHUTTERSTOCK/Novikov Aleksey Ilustrasi obat ivermectin memunculkan pro-kontra dalam penggunaannya sebagai obat terapi Covid-19. WHO, FDA dan badan otoritas obat di sejumlah negara masih belum izinkan atau rekomendasikan ivermectin sebagai obat Covid-19, karena obat ini bukan obat anti virus.

Kesalahan stasiun televisi

Nine Network sudah memberikan klarifikasi dan meminta maaf atas misinformasi yang beredar di masyarakat.

Stasiun televisi itu mengatakan bahwa ada kesalahan manusia atau human error sehingga menayangkan stromectol dan misinformasi tentang ivermectin beredar.

"Kami tidak berusaha membuat dokter Mukesh Hawikerwal meng-endorse penggunaan stromectol," demikian pernyataan juru bicara Nine Network.

"Kami meminta maaf kepada dia, dan dia telah menerima permintaan maaf itu. Kami tidak pernah bermaksud menyebut Ratu menggunakan ivermectin," lanjutnya.

Baca juga: IDI Ungkap 5 Obat Covid-19 Tak Lagi Ampuh, Ada Ivermectin dan Plasma Konvalesen

Kekeliruan itu terjadi dalam tayangan pada Senin (21/2/2022) malam. Meski begitu, misinformasi di media sosial masih beredar hingga saat ini.

Menurut The Guardian, kelompok yang selama ini dikenal skeptis terhadap keampuhan vaksin di Australia menjadi pihak yang terus meramaikan kekeliruan ini.

Kelompok seperti Reignite Democracy bahkan mengatakan bahwa ivermectin merupakan "obat yang tepat untuk diberikan kepada Ratu". Mereka juga mempermasalahkan tidak digunakannya ivermectin secara luas.

Nine Network kemudian menghapus tayangan itu di berbagai akun media sosial dan tayangan streaming. Perbaikan pun akan segera dilakukan.

Baca juga: Hoaks, Jepang Hentikan Vaksin Covid-19 dan Memilih Ivermectin

Ivermectin tak dianjurkan

Di Australia, kontroversi pengobatan Covid-19 dengan ivermectin juga masih berlangsung. Ivermectin awalnya merupakan obat anti-parasit yang juga digunakan sebagai obat cacing.

Departemen Kesehatan Australia dan otoritas terkait obat-obatan menyatakan bahwa belum ada bukti yang cukup untuk menyebut penggunaan ivermectin aman dan efektif dalam pengobatan Covid-19.

Dilansir dari BBC, penggunaan ivermectin dalam pengobatan Covid-19 di Inggris saat ini juga masih dalam tahap uji coba.

Pihak lain yang masih belum menyetujui penggunaan ivermectin dalam pengobatan Covid-19 misalnya Food and Drug Administration di Amerika Serikat (FDA), the European Medicines Agency (EMA), World Health Organization (WHO), dan the Medicines & Healthcare products Regulatory Agency (MHRA) di Inggris.

Bagaimana dengan Indonesia?

Saat ini, lima organisasi profesi medis telah menghapus penggunaan ivermectin dalam pedoman medis Covid-19.

Kelima organisasi profesi medis tersebut yaitu Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).

Lalu, Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[KLARIFIKASI] Tidak Ada Bukti Rusia Dukung Iran jika AS Terlibat

[KLARIFIKASI] Tidak Ada Bukti Rusia Dukung Iran jika AS Terlibat

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Beredar Hoaks soal Penandatanganan Bukti Pelunasan Utang Indonesia ke China

[VIDEO] Beredar Hoaks soal Penandatanganan Bukti Pelunasan Utang Indonesia ke China

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Lama Warga Israel Berlindung Saat Melihat Roket

[KLARIFIKASI] Video Lama Warga Israel Berlindung Saat Melihat Roket

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Tidak Terkait Penyitaan Kapal oleh Iran di Selat Hormuz

[KLARIFIKASI] Foto Ini Tidak Terkait Penyitaan Kapal oleh Iran di Selat Hormuz

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Tidak Benar McDonald's Pasang Poster Ucapan Selamat kepada IDF

[VIDEO] Tidak Benar McDonald's Pasang Poster Ucapan Selamat kepada IDF

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Video dengan Narasi Keliru soal Serangan Rudal Iran ke Tel Aviv

INFOGRAFIK: Video dengan Narasi Keliru soal Serangan Rudal Iran ke Tel Aviv

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Suasana Mencekam di Israel Pascaserangan Iran

[HOAKS] Video Suasana Mencekam di Israel Pascaserangan Iran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] BI Mengeluarkan Uang Baru Rp 1.0

[HOAKS] BI Mengeluarkan Uang Baru Rp 1.0

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Narasi Keliru soal Perempuan Bikin Vlog Saat Tsunami di Taiwan

[VIDEO] Narasi Keliru soal Perempuan Bikin Vlog Saat Tsunami di Taiwan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Warga Palestina Rayakan Serangan Iran ke Israel

[HOAKS] Video Warga Palestina Rayakan Serangan Iran ke Israel

Hoaks atau Fakta
Manipulasi Video Kim Jong Un Mengeksekusi Mati Koruptor

Manipulasi Video Kim Jong Un Mengeksekusi Mati Koruptor

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Harga Elpiji 3 Kg di Kendal Mencapai Rp 70.000

[HOAKS] Harga Elpiji 3 Kg di Kendal Mencapai Rp 70.000

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Peluncuran Roket Ukraina, Bukan Serangan Iran ke Israel

[KLARIFIKASI] Video Peluncuran Roket Ukraina, Bukan Serangan Iran ke Israel

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Narasi Keliru soal Foto Kapal Perang Rusia Memasuki Laut Merah

[VIDEO] Narasi Keliru soal Foto Kapal Perang Rusia Memasuki Laut Merah

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Warga Israel Panik akibat Serangan Iran

[HOAKS] Video Warga Israel Panik akibat Serangan Iran

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com