Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah WNA Dibuatkan e-KTP untuk Kepentingan Pemilu? Simak Penjelasan Kemendagri

Kompas.com - 04/06/2022, 05:00 WIB
Muhamad Syahrial

Penulis

KOMPAS.com - Belum lama ini muncul kabar di media sosial yang menyebut bahwa terdapat warga negara asing (WNA) asal China yang dibuatkan e-KTP untuk kepentingan Pemilu 2024.

Adapun informasi yang beredar di media sosial menyebutkan bahwa WNA tenaga kerja asing (TKA) asal China sudah mulai dibuatkan KTP WNI dengan nama palsu untuk disiapkan pada Pemilu 2024.

Informasi itu juga memuat link berita yang menyebutkan ada dugaan keterlibatan Dukcapil Kemendagri dalam pembuatan KTP palsu untuk WNA China.

Informasi yang sama juga mengajak masyarakat untuk membangun gerakan anti TKA dan Komunis China serta memboikot Pemilu 2024.

Baca juga: Tunjukkan KTP untuk Beli Minyak Goreng Curah Rp 14.000, Warga: Tidak Praktis

Tanggapan Kemendagri

Menanggapi kabar tersebut, sebagaimana diberitakan KOMPAS.com pada Selasa (31/5/2022), Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Zudan Arif Fakhrulloh membantah informasi yang beredar tersebut.

Zudan mengatakan, informasi yang beredar di media sosial itu menggunakan berita yang tayang pada 2020 lalu.

"Ada framing menggunakan berita lama tahun 2020," kata Zudan dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (31/1/2022).

Zudan menjelaskan, setiap WNA yang memiliki Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) diberikan e-KTP. Hal itu sesuai dengan UU Administrasi Kependudukan Nomor 23 Tahun 2006 juncto UU Nomor 23 Tahun 2013.

"Tetapi, syaratnya sangat ketat. Harus memiliki KITAP yang diterbitkan Ditjen Imigrasi Kemenkumham," jelasnya.

Baca juga: Alasan Nama di KTP Minimal Dua Kata dan Nasib Para Pemilik Nama Satu Kata

Zudan mengungkapkan, menurut data dari Dukcapil Kemendagri, saat ini ada sekira 13.000 WNA yang telah mengurus e-KTP.

"Jadi tidak ada jutaan jumlahnya. WNA dari negara mana yang terbanyak? Korea Selatan, Jepang, Australia, Belanda, China," ungkapnya.

"Kemudian Amerika Serikat, Inggris, India, Jerman, dan Malaysia," lanjutnya.

(Penulis: Dian Erika Nugraheny | Editor: Dani Prabowo)

Sumber: KOMPAS.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com