Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Pelaho-Aseik, Ritual Memanggil Roh Leluhur dalam Tradisi Kerinci

Kompas.com - 23/02/2022, 14:02 WIB
Kompasianer Hafiful Hadi Sunliensyar,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Sumber Kompasiana

KOMPAS.com - Kehidupan orang Kerinci terutama dari sisi kebudayaan mereka memang selalu menarik untuk dibahas.

Tak ayal, para peneliti baik lokal maupun asing berbondong-bondong datang ke wilayah ini untuk menelitinya.

Orang asing yang datang pertama berkunjung ke wilayah Kerinci adalah seorang botanis asal Inggris bernama Mr Campbell pada abad ke-19 M.

Ia datang dari Bengkulu melewati Muko-muko dan menyusuri hutan lebat untuk sampai ke sini.

Catatan perjalanan Campbell dalam lawatannya ke Korinchi (baca: Kerinci) kemudian ditulis ulang oleh William Marsden dalam karyanya, History of Sumatra atau Sejarah Sumatera.

Baca juga: Rahasia Umur Panjang Ratu Elizabeth II yang Jarang Diketahui Orang

Selain Marsden, seorang pejabat Belanda bernama Hoogkamer di Inderapura, Pantai Barat Sumatra, juga pernah menulis laporan tentang Kerinci pada tahun 1876 secara ringkas.

Kala itu, Kerinci yang ditulisnya sebagai Korintji, masih menjadi negeri yang merdeka.

Dalam laporannya itu disebutkan bahwa orang Kerinci memiliki kepercayaan kepada arwah leluhur, dewa-dewa dan roh-roh jahat selayaknya orang Kubu dan orang Sakai di tempat lain meskipun mereka semua adalah para pengikut Muhammad (Muslim).

Mereka kerapkali melakukan ritual kepada roh-roh itu dalam sebuah upacara yang disebut sebagai "pelaro-ase".

Apa yang dilaporkan Hoogkamer tersebut ternyata adalah sebuah kebenaran.

Arti Pelaho-Aseik 

Hampir satu setengah abad kemudian, orang Kerinci kembali melakukan ritual memanggil roh leluhur mereka melalui Pelaho-Aseik.

Tidak jelas arti dan dari mana dua kata ini berasal. Namun beberapa narasumber menyebutkan bahwa pelaho berasal dari kata laho yang bila dimelayukan menjadi kata dara.

Dara dalam artian ini bukanlah gadis atau perawan melainkan merujuk kepada berbagai kembang dan tumbuh-tumbuhan yang digunakan dalam upacara tersebut.

Adalagi yang berpendapat bahwa pelaho berasal dari kata peliharo atau pelihara. Arti ini terkait dengan perintah para leluhur di masa lalu untuk menjaga dan melestarikan berbagai tradisi masa lalu yang mereka wariskan.

Sedangkan kata aseik diartikan sebagai yakin dan khusyuk karena ritual ini dilandasi oleh keyakinan pada Tuhan yang tunggal dan kekhusyukan dalam penyelenggaraannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com