Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Penyakit Misterius yang Tewaskan Hampir 100 Orang di Sudan, WHO Lakukan Penyelidikan

Kompas.com - 19/12/2021, 22:05 WIB
Maulana Ramadhan

Penulis

KOMPAS.com - Di tengah Pandemi Covid-19 yang masih melanda sebagian besar negara di dunia, muncul sebuah penyakit misterius di Sudan Selatan.

Kondisinya tidak main-main, dilaporkan penyakit tersebut menyebabkan kematian pada hampir 100 orang di Sudan Selatan. Penyakit misterius tersebut terjadi di wilayah Fangak dan Negara Bagian Jonglei.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini tengah melakukan penyelidikan terkait penyebab kematian tersebut. BBC melaporkan bahwa sampel awal yang dikumpulkan di daerah tersebut menunjukkan hasil negatif kolera.

Baca juga: Penyakit Misterius Tewaskan Hampir 100 Orang di Sudan, Masih dalam Penyelidikan WHO

Sheila Baya dari WHO mengatakan, sejauh ini ada 89 kematian yang disinyalir disebabkan oleh penyakit misterius tersebut.

"Kami memutuskan untuk mengirim tim respon cepat untuk pergi dan melakukan penilaian risiko dan penyelidikan,” kata Baya mengatakan kepada BBC.

"Saat itulah mereka akan dapat mengumpulkan sampel dari orang yang sakit, tetapi untuk sementara angka yang kami dapatkan adalah 89 kematian," sambungnya.

Sudan Selatan dilanda banjir

Baya menuturkan, saat ini timnya kesulitan untuk menuju daerah Fangak lantaran adanya banjir. Untuk itu ia dan timnya kini tengah menunggu ketersediaan helikopter untuk mencapai wilayah Fangak.

Banjir di daerah itu sangat parah sehingga menyebabkan lebih dari 200.000 orang meninggalkan rumah mereka. Badan kemanusiaan Concern Worldwide mengatakan itu adalah banjir terburuk dalam hampir 60 tahun terakhir ini.

County Director dari Concern di Sudan Selatan, Shumon Sengupta, menjelaskan situasi yang mengerikan ini.

Baca juga: WHO Peringatkan Varian Omicron Sangat Cepat Menyebar, Kini Sudah Ditemukan di 89 Negara

"Besarnya banjir tahun ini sangat besar. Lebih dari 200.000 orang, lebih dari seperempat penduduk lokal di Unity State terpaksa meninggalkan rumah mereka sebagai akibat dari meningkatnya air banjir,” katanya melansir Newsweek pada Kamis (16/12/2021).

Menurutnya, mengacu pada catatan lokal, tidak pernah ada banjir dalam skala ini di wilayah itu sejak 1962. Lembaga seperti Concern Worldwide bekerja tanpa lelah untuk menanggapi meningkatnya krisis kemanusiaan (dengan bantuan keuangan dari donor seperti BHA/USAID, ECHO, GAC, EFP dan UNICEF).

Namun, menurut Sengupta, kebutuhannya jauh melebihi skala respons kemanusiaan saat ini, baik di dalam maupun di luar kamp untuk pengungsi internal.

"Keluarga telah mengungsi dan berlindung di tempat yang lebih tinggi, di gedung-gedung publik atau dengan tetangga atau keluarga. Akses ke layanan dasar termasuk dukungan kesehatan dan nutrisi telah terganggu karena klinik rusak, terendam banjir, atau tidak dapat diakses."

Baca juga: Peringatan WHO: Vaksin Saja Tidak Cukup untuk Hadapi Omicron

Badan amal internasional Medecins Sans Frontieres juga sebelumnya angkat bicara tentang bagaimana banjir telah menekan fasilitas kesehatan setempat.

“Kami sangat prihatin soal malnutrisi, dengan tingkat malnutrisi akut yang parah dua kali lipat dari ambang batas WHO, dan jumlah anak yang dirawat di rumah sakit kami dengan malnutrisi parah berlipat ganda sejak awal banjir,” bunyi pernyataan tersebut.

(Sumber:Kompas.com/Bernadette Aderi Puspaningrum | Editor: Bernadette Aderi Puspaningrum)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com