Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Sistem yang Lebih Fleksibel, Jutaan Warga AS Pilih Berhenti Kerja

Kompas.com - 16/10/2021, 08:40 WIB
Maulana Ramadhan

Penulis

Sumber CNN

KOMPAS.com - Jutaan warga Amerika Serikat (AS) dilaporkan mulai berbondong-bondong berhenti dari pekerjaannya. Hal tidak lepas dari makin berkembangnya tren bekerja di rumah atau work from home (wfh).

Seperti diberitakan Kompas.com Rabu (13/10/2021), di AS banyak individu yang lebih memilih berhenti bekerja ketimbang harus kembali bekerja sepenuhnya dari kantor atau work from office (WFO).

Bahkan, Laporan Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) mengungkapkan, Amerika mencatat rekor terbaru dengan 4,3 juta orang memilih berhenti kerja pada Agustus 2021.

Sejak laporan sejenis ini dirilis pertama kali pada tahun 2000, angka yang terjadi pada bulan Agustus 2021 ini merupakan yang tertinggi.

Baca juga: Warga AS Mulai Berbondong-bondong Berhenti Kerja, Ada Apa?

Dikutip dari CNN, Rabu (13/10/2021), jumlah pekerja yang berhenti kerja di AS naik sekitar 242.000 orang dibanding bulan Juli.

Disebutkan bahwa penyebabnya adalah banyak pekerja yang menuntut gaji lebih tinggi, kondisi kerja yang lebih baik, serta pengaturan kerja yang lebih fleksibel.

Untuk kategorinya, jumlah orang yang berhenti kerja mengalami peningkatan pada bidang akomodasi dan layanan makanan, perdagangan grosir, serta pendidikan negara bagian dan lokal.

"Jika Anda tidak senang dengan pekerjaan Anda atau menginginkan kenaikan gaji, di lingkungan saat ini cukup mudah untuk mencari pekerjaan baru. Kami melihat orang-orang (lebih) memilih itu," kata Kepala Ekonom PNC, Gus Faucher.

Akibat semakin banyaknya warga AS berhenti bekerja, perusahaan menjadi kewalahan mencari penggantinya. Lowongan pekerjaan berada pada angka 10,4 juta pada akhir Agustus 2021.

Namun, laporan menyebutkan, jumlah itu masih lebih sedikit dibanding akhir Juli 2021, atau turun sekitar 659.000 orang. Sementara di bulan Juli, jumlah lowongan pekerjaan mencapai 11,1 juta, rekor tertinggi sejak laporan dimulai pada tahun 2000.

Baca juga: Amerigo Vespucci, Pelaut Spanyol di Balik Nama Amerika

Kepala Ekonom di Lembaga Konsultan RSM, Joe Brusuelas, mengatakan, situasi yang terjadi saat ini bisa menjadi peluang besar bagi pencari kerja. Banyak pekerja yang menyadari bahwa mereka punya daya tawar tinggi.

Ilustrasi Times Square di New York, Amerika SerikatUNSPLASH/Vidar Nordli-Mathisen Ilustrasi Times Square di New York, Amerika Serikat

Daya tawar itu berasal dari kesediaan untuk berhenti dari pekerjaan yang tidak mereka sukai dan mencari pekerjaan baru. Pergeseran ini tidak hanya berpusat pada ekonomi sederhana, tetapi penilaian ulang yang lebih luas seputar kualitas hidup dan tujuan.

"Pekerja sekarang yakin bahwa dia memiliki daya tawar dan dapat memperoleh upah yang wajar. Mereka sadar memiliki pengaruh terhadap bentuk kondisi kerja," kata Brusuelas.

Dalam jangka panjang, kata Brusuelas, transformasi tenaga kerja seperti ini akan menjadi hal yang positif. Hal ini memungkinkan lebih banyak orang menemukan kepuasan dalam karier.

Di sisi lain, ada kemungkinan para pekerja mendapatkan upah layak dan berkontribusi pada ekonomi yang lebih luas, juga mengurangi kesenjangan yang mengkhawatirkan antara kaya dan miskin.

Baca juga: Ekspor Indonesia Meningkat ke Amerika Serikat, Imbas Perang Dagang dengan China

Sebelumnya diberitakan, lebih dari 40 persen karyawan di AS akan mencari pekerjaan baru alias berhenti jika diminta kembali bekerja dari kantor secara fulltime.

Maka, tidak mengherankan bahwa perusahaan multinasional seperti Goldman Sachs, baru saja mengumumkan kenaikan gaji besar sebesar 30 persen untuk merekrut karyawan baru seiring dengan keinginan kuatnya mengembalikan karyawan untuk bekerja secara penuh di kantor.

(Sumber:Kompas.com/Fika Nurul Ulya | Editor Yoga Sukmana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNN
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com