Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Doddy Salman
Dosen

Mengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara Jakarta

Utang Kampanye dan "Dark Money"

Kompas.com - 13/02/2023, 16:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM kabar yang beredar di media sosial, mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan disebut berutang kepada Sandiaga Uno saat kampanye pada Pilda DKI 2017.  Jumlah utangnya Rp 50 miliar. Sandiaga merupakan calon wakil Anies dalam Pilkada DKI 2017 itu.

Dalam perkembangan terbaru, sebagaimana diberitakan Kompas.com, beredar foto surat pengakuan utang senilai Rp 92 miliar Anies kepada Sandi.

Anies Baswedan, melalui Hendri Satrio menyebutkan, bahwa isi perjanjian tersebut hanya sebatas harus mengembalikan uang apabila kalah dalam Pilkada DKI 2017. Sebaliknya, jika menang, perjanjian dianggap telah selesai dan Anies tidak perlu membayar utang tersebut (Kompas.com).

Anies dan Sandiaga menang dalam Pilkada DKI 2017. Utang itu pun, menurut Hendri, dengan sendirinya dinyatakan terhapuskan.

Baca juga: Hensat Sebut Perjanjian Utang Anies-Sandiaga Bukan soal Ikhlas atau Lunas: Seolah Pahlawan Banget Ikhlasin Rp 50 Miliar

Baca juga: Lika-Iiku Utang Piutang Anies Baswedan dan Sandiaga Uno

Tulisan ini ingin membahas persoalan utang kampanye para politisi secara lebih luas dengan membandingkannya dengan praktik di Amerika Serikat (AS), negara yang mengaku paling demokrasi sejagat.

Situs salon.com (situs berita politik progresif/liberal AS yang didirikan tahun 1995) pada tahun 2013 membuat daftar para kandidat presiden AS yang memiliki utang kampanye. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, ada 14 orang! Di antaranya ada Presiden Bill Clinton, Presiden Barack Obama, dan mantan Wali Kota New York Rudy Giulani.

Clinton berutang 100 ribu dolar atau sekitar Rp 1,5 miliar (dengan nilai kurs 1 dolar = Rp 15.000). Clinton berutang untuk kampanye presiden tahun 1996. Utang tersebut untuk membayar jasa firma konsultasi dan dan lembaga polling.

Barack Obama berutang di antaranya kepada perusahaan telepon, konsultan media, kantor asuransi, perusahaan komputer, dan pengacara. Semuanya dilakukan dalam rangka kampanye presiden tahun 2012. Jumlah totalnya adalah 3 juta atau sekitar Rp 45 miliar.

Rudy Giulani berutang 1,7 juta dolar (sekitar Rp 25 miliar) untuk biaya kampanye jadi wali bkota New York tahun 2008.

Di antara para politisi AS yang mungkin yang paling besar utangnya adalah Newt Gingrich. Mantan Ketua DPR AS asal Partai Republik itu berutang 4,6 juta (nyaris Rp 72 miliar) untuk kampanye pemilihan presiden tahun 2012. Gingrich berutang kepada lebih dari 100 vendor yang mendukung kampanyenya di bidang penerbangan, organisasi acara, kehumasan dan jasa keamanan.

Besarnya utang kampanye para politis AS itu seiring dengan besarnya pesta demokrasi negara itu. Pesta demokrasi Amerika tahun 2020 menghabiskan biaya 14 miliar dolar (sekitar Rp 211 triliun) dan tercatat sebagai pesta demokrasi paling mahal dalam sejarah demokrasi AS atau dua kali lebih mahal dibandingkan pesta demokrasi sebelumnya (opensecrets.org).

Joe Biden (yang memenangkan pilpres) mencatatkan sejarah sebagai capres yang berhasil mengumpulkan donasi sebanyak 938 juta dolar atau hampir Rp 15 triliun. Sebuah jumlah mencengangkan karena pilpres dilakukan saat pandemi Covid-19 sedang melanda AS dan dunia.

 

Dark Money

Dengan biaya supermahal tersebut, bagaimana para kandidat membiayai kampanye politiknya? Apakah donasi para pendukung sudah mencukupi? Tidakkah ada donasi tersembunyi yang tidak tercatat dan tidak dimunculkan serta dilaporkan kepada Federal Election Commision, sebagai KPU-nya Amerika?

Situs opensecret.org menduga ada aliran uang yang tidak tercatat dari hasil donasi lembaga-lembaga tertentu di Amerika yang jumlahnya sangat banyak. Uang sumbangan gelap itu diistilahkan sebagai “dark money” alias uang gelap.

"Uang gelap" mengacu pada pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi hasil politik di mana sumber uang tidak diungkapkan. Lembaga-lembaga sosial nirlaba diduga kuat sebagai penyetor ”dark money” di pesta demokrasi Amerika.

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com