Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Ruhana Kuddus, Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia

Kompas.com - 10/02/2023, 09:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejarah mencatat, nama Ruhana Kuddus sebagai jurnalis atau wartawan perempuan pertama Indonesia.

Dilahirkan pada 20 Desember 1884 di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Ruhana tumbuh besar dari keluarga yang berpendidikan.

Ayahnya merupakan soerang Hoofd Jaksa yang menyulap rumahnya menjadi tempat belajar, bermain, dan membaca, catat Emil Salim dalam artikel "100 Tahun Pemberdayaan Perempuan" di Harian Kompas, 21 April 2011.

Baca juga: Mengenal Pratiwi Sudarmono, Astronot Pertama dan Satu-satunya dari Indonesia

Tak heran, Ruhana sejak kecil pandai membaca dan menulis, baik dalam bahasa Melayu maupun Belanda.

Ia juga ikut ayahnya merantau, sehingga mengetahui kehidupan dunia luar.

Ruhana kemudian menikah dengan seorang notaris, penulis, dan aktivis pergerakan bernama Abdul Kuddus pada usia 24 tahun.

Pernikahan ini memberinya semangat baru untuk belajar dan mendidik kaum hawa Kota Gadang. Sayangnya, ia justru mendapat respons negatif dari warga setempat.

Baca juga: Mengenal Marie Thomas, Dokter Perempuan Pertama di Indonesia

Kedudukan perempuan dalam Islam

Ruhana Kuddus, jurnalis perempuan pertama, jadi pahlawan nasional asal Sumbar. Penghargaan untuk Ruhana diserahkan di Istana Negara Jakarta pada Jumat (8/11/2019). Dok. Wikipedia Ruhana Kuddus, jurnalis perempuan pertama, jadi pahlawan nasional asal Sumbar. Penghargaan untuk Ruhana diserahkan di Istana Negara Jakarta pada Jumat (8/11/2019).

Ruhana saat itu dianggap telah merusak budi pekerti perempuan Kota Gadang.

Kehidupan sosial yang memberlakukan sistem matrilineal menumbuhkan pola kehidupan sosial yang sangat protektif terhadap perempuan.

Atas dasar itu, Ruhana beserta suaminya meninggalkan Kota Gadang, kemudian berpindah ke Padang Panjang dan Maninjau.

Baca juga: Selain Jokowi, Ini Tokoh Muslim Indonesia Paling Berpengaruh di Dunia 2022

Di sana, ia mendalami agama dan mempelajari kedudukan perempuan dalam Islam kepada ayah Buya Hamka, Buya Syekh Abdul Karim bin Amrullah.

Pada usia 27 tahun, Ruhana kembali ke kampung halamannya untuk mendirikan perkumpulan perempuan.

Meski masih muda, ia telah memimpin sebuah pertemuan yang dihadiri oleh 60 perempuan, empat orang ninik-mamak dan ulama, catat Harian Kompas, 11 Februari 2011.

Pertemuan tersebut menyepakati dibentuknya "Perkumpulan Karadjinan (PK) Amai Satia" yang bertujuan untuk memajukan perempuan Kotagadang dalam berbagai aspek kehidupan yang diketuai oleh Ruhana.

Baca juga: Kenapa Hari Pahlawan Diperingati Tiap 10 November?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com