Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Woodrow T. Wilson, Mantan Presiden Amerika, pernah berkata bahwa “Friendship is the only cement that will ever hold the world together”.
Perkataan Wilson itu mengungkapkan bahwa pentingnya persahabatan bukan sebatas kata-kata, melainkan konsep dan cara menjalani hidup. Nyatanya, konsep persahabatan ini tidak jarang menjadi tema penting dalam dunia fiksi juga.
Dalam monolog audio drama serial “Rubik” dari siniar Tinggal Nama bertajuk “RUBIK - Lilith & Irish” dengan tautan dik.si/RubikMonolog1, diperkenalkan tokoh Lilith dan Irish yang bersahabat, meskipun memiliki perbedaan karakter yang signifikan.
Terlepas dari itu semua, persahabatan dalam dunia fiksi memantik berbagai sudut pandang dalam melihat masalah. Para tokoh akan menghadapi beragam permasalahan, kegembiraan, dan bahkan penderitaan seiring berjalannya cerita.
Sebagai contoh, novel It (1987) karya Stephen King, menceritakan pembunuhan yang memiliki bumbu-bumbu supranatural. Namun, untuk memecahkan misteri dan melawan ketakutan, persahabatan merupakan kunci utama.
Bila kita merujuk pada kesusastraan Inggris, persahabatan kental dengan romantisme yang platonis.
Namun, bukan berarti persahabatan yang penuh suka cita dan kegembiraan akan menghilangkan sisi manusia, seperti nafsu agresi dan kecemburuan pada tokoh.
Sisi manusia itu tetap ada, tetapi hadir dalam bentuk lain, seperti pada Hamlet (2005) karya Shakespeare yang mengungkapkan kompleksnya kehidupan manusia.
Baca juga: Menghadapi Pasangan Keras Kepala
Persahabatan dalam kehidupan Hamlet merujuk pada manusia yang harus bisa mengidentifikasi siapa teman sejati dan siapa yang hadir ketika ada butuhnya saja.
Di awal cerita, Hamlet menunjukkan ketidakpercayaannya kepada Horatio dan Marcellus karena takut akan mengungkap segala rahasianya.
Akan tetapi, setelah Horatio dan Marcellus bersama-sama bersumpah demi surga, Hamlet menceritakan dirinya yang dapat melihat hantu ayahnya.
Lebih dari itu, hantu ayah Hamlet ini dapat juga dipersepsikan sebagai obsesi Hamlet dalam memandang kehidupan yang hipokrit dan penuh kemunafikan.
Oleh sebab itu, persahabatan yang sehat selayak-layaknya dalam dunia fiksi dan kenyataan, akan ditandai dengan tingginya perilaku prososial, dan kemampuan penyelesaian konflik yang tepat.
Persahabatan bukan soal seberapa lama berteman atau manfaat apabila berteman, melainkan ada untuk sesama dan dapat berkontribusi dalam menjadi pribadi yang lebih baik dalam seiring berjalannya waktu.