Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Patah Hati Fajar "Sad Boy" Tak Setragis Nasib Pembersih Sungai di Jakarta

Kompas.com - 02/01/2023, 07:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jika kamu mengalami kebosanan, mengapa aku yang engkau tinggalkan. Perpisahan pasti menyakitkan. Saya lelah berjuang, orang lain yang dapat.” – Fajar Sadboy.

FAJAR "Sad Boy" boleh saja terus bersedih soal putus cinta tetapi soal urutan siapa yang tertua di antara kakak dan adiknya dia masih linglung dan bingung. Kisah pemuda tanggung asal Gorontalo yang menangis “termehek-mehek” karena putus cinta dari Ayin (15) menjadi viral akhir-akhir ini.

Tayangan di kanal Youtube bersama Denny Cagur ramai dibincangkan orang. Kisah sedih Fajar yang selalu menangis dari awal sampai akhir jika bertutur soal drama percintaannya yang penuh lika-liku identik dengan kisah pegawai kontrak dengan kategori Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) Unit Pelaksana Kesehatan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang “dihabiskan” nasibnya usai tidak diperpanjang masa kerjanya.

Baca juga: Ketika PJLP Berusia 56 Tahun Cemas Menghadapi Tahun Baru, Diputus Kontrak Tanpa Punya Persiapan

Ratusan pegawai PJLP yang telah berusia 56 tahun terkena imbas pemutusan kerja akibat Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meneken Kepgub Nomor 1095 Tahun 2022 pada 1 November 2022 (Kompas.com, 30/12/2022). Bukan perkara mudah bagi 200 PJLP yang terkena pemutusan kerja untuk bisa mencari pekerjaan di tempat lain di masa yang sulit seperti sekarang, apalagi usia mereka sudah 56 tahun.

Masa pengabdian kerja yang berkisar antara 7-8 tahun berjibaku membersihkan sungai agar Ibu Kota tidak banjir dan sedap dipandang tidak menjadi pertimbangan “kemanusian” dari pihak Pemrov DKI Jakarta. Jika nasib sedih Fajar meledak menjadi viral dan beroleh kemasyuran serta materi, lain pula dengan nasib tragis para pegawai PJLP yang menerima keputusan penghentian kerja secara mendadak.

Jika di awal tahun baru, warga Ibu Kota jamak dengan mengikrarkan resolusi semangat hidup baru,  masa kontrak kerja para PJLP habis pada tanggal 31 Desember 2022, sementara mereka mendapat kabar penghentian kerja pada tanggal 8 Desember. Padahal keputusan gubernur yang memengaruhi hajat hidup ratusan pegawai dikeluarkan pada 1 November 2022.

Tidak ada sosialiasi, alih-alih diajak rembuk atau diberi solusi. Memutus nasib “wong cilik” ibaratnya semudah para pejabat membuang ludah di sunggai yang telah dibersihkan dengan “peluh keringat” para PJLP.

Permintaan para pekerja PJLP yang terkena pemutusan hubungan kerja tidak muluk-muluk. Mereka sadar diri, usianya yang 56 tahun dianggap “bukan lagi berguna” di mata Penjabat Gubernur DKI Jakarta tetapi setidaknya minta diapresiasi masa kerjanya yang telah berjalan selama 7 hingga 8 tahun sejak Unit Pelaksana Kesehatan Badan Air dibentuk.

Pemutusan kerja para PJLP yang telah memasukki usia 56 tahun juga tidak mendapat pesangon sama sekali. Mereka berharap bisa dipekerjakan lagi, minimal setahun saja agar bisa mempersiapkan masa depannya yang tidak pasti.

Hal itu tragis sekaligus menjadi “wajah” birokrasi kita yang terlalu “kaku” dan tidak manusiawi. Memang pembatasan usia PJLP itu tercantum dalam Keputusan Gubernur Nomor 1095 Tahun 2022 tentang Pedoman Pengendalian Penggunaan Penyedia Jasa Lainnya Perorangan di Lingkungan Pemrov DKI Jakarta. Tidak hanya mengatur batas minimal usia PJLP yang 18 tahun tetapi juga membatasi usia pekerja di angka 56 tahun.

Dalam Kepgub Nomor 1095 Tahun 2022 disebutkan, PJLP adalah orang perorang yang diperoleh melalui proses pemilihan pengadaan penyedia jasa dan mengikatkan diri melalui perikatan untuk jangka waktu tertentu guna mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi perangkat daerah atau unit kerja pada perangkat daerah kecuali pendidik, tenaga kependidikan, dan PJLP pada badan layanan umum daerah.

Baca juga: Saat Aduan Atas Usia PJLP 56 Tahun Baru Disampaikan Usai Pelapornya Diputus Kontrak...

Berpijak di aturan yang sama, pengadaan PJLP dilaksanakan berdasarkan jenis pekerjaan, jumlah kebutuhan dan standar satuan harga PJLP yang ditetapkan berdasarkan analisis pekerjaan, beban kerja, dan evaluasi jenis pekerjaan.

Penjabat Gubernur Berdalih Soal Aturan

Heru Budi Hartono yang menjadi penjabat gubernur karena “hadiah” dari Istana dan bukan melalui proses pemilihan secara demokratis menyebut pemutusan kerja ratusan PJLP sudah selaras dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Mantan Walikota Jakarta Utara periode 2014 - 2015 yang dikenal “bestie-nya” Presiden Joko Widodo itu menyatakan, Pemprov DKI tidak sembarangan menetapkan batasan usia PJLP karena mengacu kepada Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Pihak Pemprov DKI Jakarta sebelumnya tidak mengatur batas usia maksimal PJLP. Lagipula Heru Budi Hartono sudah mengakomodir batas usia 56 tahun mengingat dalam kontrak kerja dengan rata-rata satuan kerja perangkat daerah (SKPD) batas usia maksimal PJLP adalah 55 tahun.

Belum lagi Pemprov DKI Jakarta harus membiayai asuransi kesehatan pegawai PJLP yang berusia di atas 56 tahun jika mereka tetap diperkerjakan. Padahal layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hanya bisa dipakai pegawai PJLP hingga usia 56 tahun. Bila tidak ada pembatasan maka Pemda DKI Jakarta harus membayar asuransi kesehatan (Kompas.com, 26/12/2022).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com