Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Berharap Lahir Pemimpin Hikmat Bijaksana di Tahun 2023

Kompas.com - 30/12/2022, 14:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ALBERT Einstein (14 Maret 1879 – 18 April 1955), penerima anugerah Nobel Fisika (1921) mewariskan satu pesan hingga hari ini: “Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value.” Upayakan menjadi orang bernilai (hikmat, perikemanusian, bijaksana, adil) daripada berjuang menjadi orang sukses.

Apa alasan Einstein? Teori relativitas hanya berlaku pada alam fisik, misalnya zat, ruang, dan waktu bukan etika atau moral. Teori ini teruji secara empirik dalam pengalaman kepempinan Jenderal Napoleon Bonaparte, Raja Perancis (18 Mei 1804-11 April 1814 M; 20 Maret 1815-22 Juni 1815 M) dan Raja Italia (1805-1814), yang membentuk sejarah, peradaban, dan peta politik Eropa abad 19 M.

Selama 20 tahun, Napoleon Bonaparte (1769-1821 M) menghadapi 70 kali perang —hanya tujuh kali kalah di Eropa (Andrew Roberts, 2014). Dari semua pengalaman perang dan tempur itu, Napoleon Bonaparte menyimpulkan: “In war, the moral is to the physical as ten to one.” (Timmerman, 1989:16, Hanle, 2007: 18)

Baca juga: Kenapa Pemimpin Gagal Berkolaborasi?

Dr Petrus Octavianus, DD, PhD (2004), merilis buku berjudul “Menuju Indonesia Jaya (2005-2030) dan Indonesia Adidaya (2030-2055)”. Dari pengalamannya berkunjung ke 80 negara dan melihat empat modal –stabilitas, sumber daya manusia, sumber daya alam, dan geopolitik- Indonesia berpeluang menjadi negara jaya dan adidaya. Syaratnya ialah lahir dan tumbuh kepemimpinan yang bersih, adil, visioner, dan didukung oleh semua komponen bangsa.

Kita juga belajar dari keteladanan, jejak perjuangan dan kekuatan moral Proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia, Soekarno, yang dipenjara pemerintah kolonial Belanda pada enam penjara berbeda di Nusantara sejak 1929. Misalnya, pada 29 Desember 1929, Soekarno bersama Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkeopraja ditangkap pemerintah kolonial Belanda di Yogyakarta.

Soekarno dan keluarganya diasingkan ke Kota Ende, Flores, selama empat tahun sejak 14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938. Soekarno dan keluarganya harus menjalani perjalanan laut selama delapan hari dari Jawa ke Ende. Dari literatur-literatur, lingkungan alam, dan budaya di Kota Ende (Flores, NTT), Soekarno mendapat ilham Pancasila.

Begitu pula 28 Januari 1935, Drs Moh Hatta dan Dr Sjahrir dipenjara kolonial Belanda di Boven Digoel, Papua. Hatta dan Sjahri termasuk 1.308 pejuang kemerdekaan Indonesia, yang ditahan kolonial Belanda di Boven Digoel. Ini pula kekuatan moral, nilai perjuangan, dan pengorbanan para pahlawan bangsa.

Nilai perjuangan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan lahir, tumbuh dan berkembang dalam keteladanan dan kepemimpinan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Meski hanya bernafas dengan satu paru, karena paru yang satu dioperasi oleh dokter di Rumah Sakit Panti Rapih (Yogyakarta), Panglima Besar Jenderal Soedirman berhasil memimpin perang grilya melawan dan melumpuhkan laju pasukan NICA Belanda pada Agresi Belanda II tahun 1948 di Jawa.

Panglima Besar Jenderal Soedirman memimpin 79 simpul perlawanan rakyat dan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan membangun semangat rakyat dan pejuang di Jawa tahun 1948.

Kepemimpinan hikmat-bijaksana menghasilkan fase manunggal TNI-rakyat dalam sistem cincin pertahanan dinamis dan non-linier Wehrkreise – tugas komunikasi, koordinasi, informasi, dan spesialisasi perang melawan penjajah Belanda.

Baca juga: 12 Ide Resolusi Tahun Baru 2023 Berdasarkan Zodiak

Pada 18 Agustus 1945 di Jakarta, pendiri Negara Kesatuan Repulik Indonesia (NKRI), 27 anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyepakati dan menetapkan alinea empat Pembukaan UD 1945. Isinya, antara lain, susunan NKRI berkedaulatan-rakyat berdasar kepada: Ketuhanan Maha Esa, Kemanusiaan adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Maka, tahun 2023 adalah momentum penting Indonesia untuk melahirkan para pemimpin hikmat-bijaksana. Tanggal 6 Desember 2022-25 November 2023 adalah masa pencalonan bagi anggota DPD RI; 24 April 2023-25 November 2023 pencalonan anggota DPR dan DPRD (provinsi dan kabupaten); 19 Oktober 2023-25 November 2023 masa pencalonan Presiden dan Wakil Presiden RI; dan 14 Februari 2024-15 Februari 2024 waktu pemungutan suara dan perhitungan suara Pemilu.

Pemimpin Republik

“Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik.” Begitu bunyi Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945).

Apa alasan para pendiri Indonesia memilih dan menyepakati pemerintahan republik?

Pertama, pilihan susunan pemerintahan mesti dapat dilaksanakan pada masa Perang Asia Timur Raya (Perang Dunia II di Asia) saat itu serta penetapan dan pengesahannya melalui kehendak rakyat (volks-votum). Usul ini diajukan oleh anggota BPUPKI Wurjaningrat dan didukung anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) Singgih dan Wongsonegoro pada Rapat Besar 10 Juli 1945 di Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com