Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Meresapi Kearifan Kerendahan Hati

Kompas.com - 23/12/2022, 09:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SATU di antara sekian banyak kesimpulan yang dapat disimpulkan dari telaah Pusat Studi Kelirumologi adalah tahta kekuasaan rawan membuat manusia lupa daratan sehingga ketinggian hati menjerumuskan manusia ke keyakinan diri sendiri paling pasti benar.

Contoh manusia yang lupa daratan akibat mabuk kekuasaan adalah Attila, Hitler, Stalin, Mao yang sedemikian mabuk kekuasaan sehingga merasa diri pasti benar dalam melakukan angkara murka membinasakan jutaan sesama manusia.

Pada masa yang oleh para sejarawan disebut sebagai Zaman Pertengahan yang juga kerap disebut sebagai Zaman Kegelapan terbukti kekuasaan membuat manusia lupa daratan sehingga ketinggian hati menjerumuskan sebagian (tidak semua) penguasa lembaga agama berkeyakinan bahwa diri sendiri adalah paling berkuasa maka paling benar.

Mereka yang mabuk kekuasaan tega menyelenggarakan aksi penindasan bahkan pembunuhan secara sistematis, terstruktur dan masif terhadap sesama manusia yang dianggap tidak tunduk terhadap kekuasaan sang penguasa gereja.

Girolamo Savonarola, Domenico da Pescia, Fra Silvestro, Pietro Bernadino merupakan para korban ketinggian hati para penguasa gereja yang sedang berkuasa pada masa itu.

Puji Tuhan, habis gelap terbitlah terang, maka setelah Zaman Kegelapan terbitlah Zaman Renaissance disusul Zaman Pencerahan yang membuka pintu gerbang peradaban umat manusia ke masa depan yang lebih baik.

Satu di antara maha karya pemikiran manusia yang secara ragawi berjasa mengembangkan peradaban adalah apa yang disebut sains.

Namun akibat sains memang ciptaan manusia maka secara tak sadar maupun sadar sebagian (tidak semua) manusia memberhalakan sains seperti dahulu sebagian manusia memberhalakan agama.

Alhasil sebagian (tidak semua) saintis menyandang ketinggian hati maka yakin sains adalah yang paling benar bahkan satu-satunya yang pasti benar.

Sebenarnya tidak masalah meyakini diri paling benar selama tidak memaksakan keyakinan diri ke orang lain atau balas dendam terhadap agama dengan tuduhan agama pasti salah.

Bahkan internal di antara para saintis ternyata ketinggian hati merusak sendi-sendi apa yang disebut sebagai sains itu sendiri.

Akibat mabuk kekuasaan maka sebagian (tidak semua) saintis menyandang ketinggian hati sehingga segenap pintu bahkan jendela kearifan diri tertutup rapat terhadap pemikiran orang lain yang diyakini pasti salah atau minimal inferior ketimbang superioritas diri sendiri.

Pihak yang merasa diri pasti benar cenderung menyemooh pihak lain sebagai pseudo sains alias sains gadungan.

Akibat ketinggian hati maka sebagian (tidak semua) saintis lupa daratan bahwa di semesta pemikiran manusia termasuk sains hadir bukan hanya fakta yang hadir pada das Sein, namun juga kontrafakta yang hadir pada das Sollen.

Tanpa bekal pedoman das Sollen dalam bentuk akhlak, dikhawatirkan bahwa para saintis rawan terpapar virus ketinggian hati sehingga menjerumuskan manusia ke alam lupa daratan yang lebih membawa mudarat destruktif ketimbang manfaat konstruktif bagi peradaban umat manusia di planet bumi yang cuma satu bahkan satu-satunya ini.

Bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki merupakan fakta sekaligus kontrafakta tentang maha malapetaka yang terjadi apabila sains diwujudkan secara murni Das Sein tanpa bekal pedoman das Sollen.

Bagi yang tidak secara langsung merasakan derita korban bom atom atau derita korban kebengisan Attila, Hitler, Stalin, Mao, wajar jika menganggap naskah menghayati kearifan kerendahan hati sebagai energi penggerak peradaban ini sekadar khayalan romantisme, bahkan dramatisasi omong kosong hampa makna yang justru rawan menghambat derap langkah kemajuan sains dan teknologi.

Seyogianya manusia senantiasa belajar kearifan kerendahan hari dari langit seperti dinyatakan oleh sang penerima anugerah MURI sebagai profesor termuda bidang pendidikan matematika, Prof. Rully Charitas Indra Prahmana dengan untaian kalimat mutiara: Langit tidak perlu membuktikan diri bahwa dia itu tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Link Live Streaming Final Thomas dan Uber Cup 2024, Indonesia Vs China

Link Live Streaming Final Thomas dan Uber Cup 2024, Indonesia Vs China

Tren
Konsumsi Vitamin C Berlebihan Bisa Sebabkan Batu Ginjal, Ketahui Batas Amannya

Konsumsi Vitamin C Berlebihan Bisa Sebabkan Batu Ginjal, Ketahui Batas Amannya

Tren
Melestarikan Zimbabwe Raya

Melestarikan Zimbabwe Raya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 5-6 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 5-6 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kronologi dan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis | Peluang Indonesia vs Guinea

[POPULER TREN] Kronologi dan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis | Peluang Indonesia vs Guinea

Tren
5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com