Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Menyelamatkan Cagar Budaya dengan Berburu Data

Kompas.com - 19/11/2022, 17:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan genting!

Tetapi saya peringatkan sekali lagi. Jangan mulai menembak. Baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka. Itulah, kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka.

Dan untuk kita... Dan untuk kita saudara-saudara. Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati! Dan kita yakin Saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah Saudara-saudara. Tuhan akan melindungi kita sekalian.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!!

(Penggalan pidato Bung Tomo jelang Pertempuran Surabaya, 10 November 1945)

ATAS nama "pembangunan" dan “modernisasi” kerap sekali masyarakat begitu abai dengan keberadaan bangunan bersejarah atau artefak. Semua dihancurkan tanpa sisa karena beranggapan yang lama itu jelek dan kumuh, sementara yang baru itu modern dan “gaul”.

Rumah kuno tetapi sarat dengan kisah heroik perlawanan arek-arek Suroboyo (Surabaya) di zaman kemerdekaan pernah berdiri kokoh di Jalan Mawar Nomor 10 -12 Surabaya, Jawa Timur. Di rumah itulah, Ktut Tantri penyiar berkewarganegaran Amerika Serikat (AS) menyiarkan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 di tengah blokade ketat sisa-sisa pasukan Jepang.

Bahkan Bung Tomo “membakar” semangat para pejuang berbambu runcing untuk nekat melawan tentara Sekutu yang bersenjata lengkap, juga dari stasiun radio di rumah tersebut. Dari studio pemancar Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI) atau Radio Bung Tomo, yang resmi mengudara sejak 15 Oktober 1945 itu konsisten mengudara hingga berlangsung Pertempuran Surabaya, 10 November 1945.

Baca juga: Tembok Keraton Kartasura Didaftarkan Jadi Cagar Budaya, tapi Dijebol untuk Bangun Kos-kosan

Bung Tomo sebagai komandan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) pernah menjadikan rumah itu sebagai markas perjuangan setelah rumahnya di Jalan Tembok Dukuh tidak lagi aman dari serangan pasukan Inggris dan Belanda.

Kini rumah yang sarat dengan nilai-nilai sejarah hanya menyisahkan kenangan dan memori. Rumah bertarikh 1935 dan diputuskan Walikota Surabaya berdasarkan SK Nomor 188.45/004/402.1.04/1998 sebagai bangunan cagar budaya, sejak pertengahan 2016 telah dirobohkan setelah diambil alih perusahaan kosmetik.

Bupati Sukoharjo Etik Suryani meninjau tembok Benteng Kartasura yang dijebol di Kampung Krapyak Kulon RT 002/RW 010, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (23/4/2022).KOMPAS.com/LABIB ZAMANI Bupati Sukoharjo Etik Suryani meninjau tembok Benteng Kartasura yang dijebol di Kampung Krapyak Kulon RT 002/RW 010, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (23/4/2022).
Tidak hanya di kota besar seperti Surabaya, di Sukoharjo, Jawa Tengah tepatnya di Kampung Krapyak Kulon, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, tembok Benteng Keraton Surakarta sepanjang 7,4 meter, berlebar dua meter dan berketinggian 3,5 meter luluh lantak dibongkar pembeli lahan, karena akan dijadikan pintu akses masuk kendaraan pengangkut material.

Rencananya, di lahan yang berdekatan dengan tembok keraton, akan dibangun tempat kos-kosan. Mirisnya, aksi penghancuran tembok bersejarah itu direstui pengurus rukun tetangga (RT) setempat. Alasannya, perawatan tembok keraton itu menghabiskan anggaran RT saja (Kompas.com, 23/04/2022).

Aturan hukum tentang perlindungan dan pelestarian cagar budaya sebenarnya sudah ada tetapi dalam praktik kerap sekali tunduk pada kepentingan bisnis dan kuasa pemilik kapital yang telah mengambil alih kepemilikan bangunan dan akan menggunakannya untuk kepentingan komersial.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengamanatkan pelestarian cagar budaya merupakan tanggung jawab negara, baik dalam pengaturan perlindungan, pengembangan maupun pemanfaatan cagar budaya.

Sanksi terkeras dari UU itu termaktub dalam Pasal 105 juncto Pasal 166 ayat (1), yaitu setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat (1) dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com