KOMPAS.com - Kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/2022) mendapat sorotan.
Penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan disebut membuat situasi tak terkendali di lapangan, sehingga penonton berebut pintu keluar.
Sebanyak 125 orang dilaporkan meninggal dunia akibat insiden itu, menurut laporan Dinas Kesehatan Malang.
Lantas, bagaimana sejarah penggunaan gas air mata?
Dikutip dari Science History, ilmuwan Jerman pertama kali menciptakan chloroacetophenone kimia pemicu air mata pada akhir abad ke-19.
Terlepas dari namanya, gas air mata bukanlah gas, tetapi bubuk mikro yang ketika tersebar di udara menyebabkan air mata tidak terkendali, pernapasan terganggu, dan rasa sakit yang meningkat.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Tak Hanya Gas Air Mata, Pertandingan Malam Juga Persoalan
Pada awal abad ke-20, polisi Perancis bereksperimen dengan gas air mata untuk menangkap penjahat, tetapi sebagian besar zat tersebut tak lagi digunakan hingga Perang Dunia I.
Baik pasukan sekutu maupun Jerman, keduanya mempersenjatai gas air mata sebelum beralih ke serangan gas klorin dan mustard yang lebih mematikan pada musim semi 1915.
Ketika Pasukan Ekspedisi Amerika Serikat memasuki perang pada 1917, mereka juga mengadopsi penggunaan eksperimental gas air mata dan bahan kimia yang mematikan.
Setelah perang usai, ribuan tentara yang dinonaktifkan kembali ke rumah mencari pekerjaan, tetapi tidak ada cukup pekerjaan dan menimbulkan gejolak ekonomi.
Hasilnya adalah lonjakan parah dalam agitasi tenaga kerja, termasuk banyak kerusuhan yang ditujukan pada orang Afrika-Amerika.
Penegakan hukum kemudian menuntut alat pengendalian massa yang tidak melibatkan penembakan warga sipil.
Baca juga: Dampak Gas Air Mata pada Tubuh dan Cara Mengatasinya
Gas air mata disadari oleh para veteran tentara, dapat mengatasi dua masalah sekaligus.
Pertama, penggunaannya dapat dengan aman membubarkan para perusuh tanpa menggunakan kekerasan. Kedua, produksinya yang berkelanjutan dapat menciptakan lebih banyak pekerjaan.
Industri dalam negeri AS memproduksi stok senjata kimia selama perang, termasuk produksi besar amunisi gas air mata.