Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Kepemimpinan, Blusukan, dan "Social Happiness"

Kompas.com - 29/08/2022, 16:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETIAP orang punya definisi bahagianya masing-masing. Ada yang mendefinisikan kebahagiaan sebagai state of mind. Ada yang mengatakan bahwa dia akan bahagia jika memiliki banyak uang dan pekerjaan mapan.

Atau bahagia terjadi saat kita bisa membantu banyak orang. Tidak ada yang sama soal itu. Namun, tujuannya sama, semua orang ingin mencapai kebahagiaan.

Ada satu konsep yang menarik tentang kebahagiaan. Namanya social happiness. Konsep social happiness sedikit berbeda dari definisi kebahagiaan orang banyak.

Menurut Wellner (2019), social happiness atau kebahagiaan sosial dapat dianggap sebagai hasil dari kombinasi faktor-faktor seperti hubungan sosial yang baik, lingkungan budaya yang kaya, dan institusi yang adil.

Baca juga: Stoikisme: Menciptakan Kebahagiaan dari Hal yang Bisa Kita Kendalikan

Ini bisa diartikan begini: segala tempat bisa jadi nyaman jika hubungan sosial dan budaya di tempat tersebut baik, sehingga membuat well-being kita meningkat.

Menurut World Happiness Report tahun 2020, kepercayaan sosial dan institusional dapat mengurangi ketidaksetaraan dalam well-being. Kepercayaan sosial dan institusional membuat individu lebih meningkat ketahanannya terhadap berbagai jenis kesulitan baik itu dalam bentuk diskriminasi, kesehatan yang buruk, pengangguran, pendapatan rendah, dan lain sebagainya.

Di Indonesia, riset ini terbukti dengan fakta-fakta kecil, seperti para warga yang bertemu dengan pemimpinnya, entah itu presiden, gubernur, wali kota, dan bupati. Ada semacam kebahagiaan tersendiri ketika warga mendapatkan kesempatan bertemu dengan pemimpin yang mereka sering lihat di layar kaca.

Presiden dan rakyat: Pertemuan yang membahagiakan

Bagi rakyat Indonesia, bertemu dengan pemimpinnya memunculkan kebahagiaan yang sangat luar biasa. Itu menunjukkan bahwa rakyat kita menghargai pemimpinnya.

Kebahagiaan tersebut, yang saya amati, dirasakan oleh seluruh rakyat, baik itu mereka yang ekonominya terhimpit maupun yang tidak. Seakan-akan, pertemuan dengan pemimpin menghancurkan sekat batas antara yang kaya dan miskin, walaupun hanya sementara.

Ada banyak contoh kebahagiaan rakyat terpancar ketika mendengar bahwa pemimpin negara akan berkunjung ke daerah mereka atau mendukung kegiatan dan inisiatif warganya. Mari kita mulai denga tren baru-baru ini, yaitu Citayam Fashion Week.

Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung menggelar pagelaran busana ala Citayam Fashion Week saat perayaan HUT KE-77 RI. Peragaan busana itu diikuti oleh Bupati dan Wakil Bupati, Kapolresta Bandung, Dandim 0624, Danlanud Sulaiman serta Pejabat Lainnya.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung menggelar pagelaran busana ala Citayam Fashion Week saat perayaan HUT KE-77 RI. Peragaan busana itu diikuti oleh Bupati dan Wakil Bupati, Kapolresta Bandung, Dandim 0624, Danlanud Sulaiman serta Pejabat Lainnya.
Banyak pemimpin bangsa yang mendukung adanya tren ini dan menganggapnya sebagai kebebasan berekspresi anak muda, mulai dari Presiden Jokowi, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Bahkan, beberapa pejabat luar negeri juga turut meramaikan Citayam Fashion Week. Ada Duta Besar Uni Eropa, H.E, Vincent Piket dan Wakil Presiden Bank Investasi Eropa, Kris Peeters.

Gesture seperti ini secara langsung menunjukkan dukungan dari para pemimpin bangsa. Dukungan dari pemimpin bangsa tentu membuat warganya bahagia karena mereka menyempatkan waktu untuk merasakan tren dari anak muda.

Ada beberapa contoh lainnya. Beberapa bulan lalu, ketika Presiden Jokowi mendatangi Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk merayakan Hari Lahir Pancasila. Marianus, salah satu warga Ende, merasa sangat bahagia. Mengutip dari Kompas. Dia mengatakan, “Kami merasa senang, ini kerinduan yang luar biasa. Pak Jokowi mau datang dan nginap di kota kecil ini.”

Baca juga: Citayam Fashion Week Mulai Sepi, Ini Penjelasan Pengamat Sosial

Bahkan, ada yang sepulang kerja menantikan kedatangan orang nomor satu Indonesia ini.

Kita bergeser ke Pulau Jawa, tepatnya di Yogyakarta. Presiden Jokowi waktu itu melakukan kunjungan ke Yogyakarta. Sewaktu beliau di sana, Presiden Jokowi membagikan sembako kepada masyarakat dan ikut serta dalam pembagiannya. Warga yang menerima sembako merasa senang karena bisa bertemu langsung dengan Presiden.

Ibu Sedah misalnya, menunjukkan rasa bahagianya saat mendapatkan sembako dan bertemu langsung dengan presiden. "Rasanya senang sekali, bersuka cita, gembira. Selama Pak Jokowi jadi Presiden baru sekarang ketemu."

Hal yang sama juga terjadi di Muara Enim, Sumenep, Semarang, dan banyak daerah yang Presiden Jokowi kunjungi. Semua warga di daerah-daerah tersebut langsung merasa antusias dan bahagia.

Ada energi positif yang muncul dan ini menunjukkan betapa rakyat Indonesia mendambakan pertemuan dengan pemimpinnya, terlepas dari berbagai kelebihan dan kekurangan saat merumuskan kebijakan. Fenomena ini tentu membahagiakan dan menurut saya merupakan power yang luar biasa yang kita miliki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com