Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kasus Polisi Tembak Polisi, CCTV yang Mati - (Buruknya) Komunikasi Polri

Kompas.com - 25/07/2022, 10:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"JIKA kamu tidak memiliki sesuatu yang baik untuk dikatakan, jangan katakan apapun," – Thumper.

Dalam pekan-pekan terakhir ini, rasa keadilan begitu terusik dengan penjelasan-penjelasan janggal dan mengundang tanya. Bukan perkara sepele, mengingat institusi yang disorot dalam mempertontonkan keanehan dan susah dirunut dengan logika yang sederhana justru datang dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Institusi yang dipercaya masyarakat sebagai penegak hukum dan menjalankan ketertiban justru memperlihatkan persoalan internal yang tidak bisa diselesaikan dengan cara bermartabat. Pedang keadilan harusnya dihunus ketika ketidakbenaran harus dilawan dan ketidakberdayaan harus diayomi.

Baca juga: Tiga Laporan Berbeda Terkait Kematian Brigadir J

Ilmu komunikasi yang bersifat omni present, harusnya hadir di setiap ruang dan waktu tanpa bisa dihindari, tetapi kali ini alpa di jajaran kepolisian yang mengagung-agungkan jargon presisi. Padahal di beberapa sosok kepala kepolisian terakhir, ranah komunikasi begitu diyakini bisa mengubah wajah institusi. Dari polisi yang tidak bersahabat menjadi polisi yang “bersahabat”. Dari polisi yang tidak humanis, menjadi humanis, dan dari polisi yang tidak ramah menjadi “ramah”.

Kasus tembak-menembak antara dua personel kepolisian yakni Brigadir Nofriansyah Joshua Hubarat atau Brigadir J dengan Bharada Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bripda E di kediaman Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, seharusnya tidak menjadi “liar” dan isunya berkembang kemana-mana dengan beragam spekulasi yang suka-suka jika sedari awal kepolisian menggunakan pola komunikasi yang tepat.

Ketika rangkaian peristiwa demi peristiwa dikemas dengan narasi yang tidak tepat maka dapat dipastikan bantahan demi bantahan akan selalu dilontarkan untuk membenarkan narasi-narasi sebelumnya. Dalam berbagai kelas komunikasi yang saya ampu, saya selalu menekankan kepada peserta yang umumnya para manajer public relations untuk tidak mengeluarkan pernyataan kepada media dengan fakta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Akan menjadi blunder dan menampar insitusi jika pernyataan yang tidak kredibel kadung tersebar di khalayak umum. Akan menjadi lebih sulit menangani “turbulensi” isu karena setiap pernyataan yang “bohong” akan selalu disusul dengan pernyataan serial “bohong” berkelanjutan untuk menutupi pernyataan-pernyataan sebelumnya.

Jika faktanya masih sumir, seorang juru bicara tidak boleh menginterpretasikan fakta yang tidak terjadi menjadi sebuah rangkaian peristiwa yang “seolah-olah” terjadi. Jika publik pada akhirnya mengerti dan paham dengan fakta yang sebenarnya dari sumber informasi lain terjadi maka institusi tersebut akan selamanya mengalami distrust dari masyarakat karena  terjadinya penyesatan fakta yang sebenarnya.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19/7/2022). Ia membicarakan soal permintaan untuk otopsi ulang jenazah Brigadir J. KOMPAS.com/RAHEL NARDA Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19/7/2022). Ia membicarakan soal permintaan untuk otopsi ulang jenazah Brigadir J.
Jumat kejadian, Senin diumumkan

Blunder pertama yang dibuat Polri ketika mengumumkan kejadian “Duren Tiga Berdarah” adalah saat mengeluarkan pernyataan resmi pada Senin (11/7/2022) siang jelang petang padahal peristiwa tembak- menembak “konon” terjadi pada Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 17.00 WIB atau tiga hari sebelumnya. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyebutkan, aksi tembak-menembak terjadi akibat Brigadir J hendak masuk ke rumah Kadiv Propam. Bharada E yang menegur Brigadir J terpaksa menembak sebagai balasan atas aksi Brigadir J (Kompas.com, 24/07/2022).

Dalam konferensi pers, Brigjen Ahmad kerap menyamarkan fakta soal siapa penghuni di tempat kejadian perkara (TKP), soal pekerjaan para pelaku aksi “janggo” juga tidak diungkap selain disebut personel Bareskrim. Informasi awal disebutkan TKP adalah rumah petinggi Polri dan mulai terkuak TKP sebenarnya adalah rumah Kadiv Propam Polri di konferensi pers kedua pada 11 Juli malam.

Alasan Polri baru mengumumkan peristiwa itu tiga hari setelah kejadian juga tidak kalah “uniknya”. Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto, menegaskan karena tanggal 9 Juli 2022 adalah perayaan Idhul Adha sehingga mungkin saja konsentrasi peliput tengah fokus ke malam peringatan hari raya kurban. Senada dengan Kapolres Jakarta Selatan, Brigjen Ahmad berdalih rilis kejadian memang dikeluarkan tiga hari usai kejadian karena ada momen Idul Adha.

 Baca juga: Ponsel Vera, Kekasih Brigadir J Disita untuk Kepentingan Penyidikan

Yang lebih salah kaprah lagi, Polri melalui Kapolres Jakarta Selatan malah “membingkai” keheroan Bharada E sebagai penembak wahid di Resimen Pelopor Korps Brimob dan pelatih vertical rescue.

Demikian pula halnya pola komunikasi yang dijalankan di tempat kediaman keluarga Brigadir J di Muara Bungo, Jambi saat penyerahan jenazah. Pihak keluarga mendiang Brigadir J bukannya mendapat penjelasan yang simpatik tetapi justru mendapat intimidasi mulai dari larangan untuk membuka peti jenazah, pengepungan personel polisi terhadap rumah keluarga yang berduka hingga aksi peretasan gadget milik keluarga Brigadir J.

Demikian juga dengan aksi intimidasi yang dilakukan aparat tidak berseragam terhadap jurnalis yang tengah melakukan liputan di TKP di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 14 Juli 2022. Pemeriksaan gadget sekaligus menghapus foto dan video peliputan wartawan dilakukan oleh aparat. Ketika mendapat kecaman dari berbagai kalangan, barulah Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menegaskan aksi tersebut dilakukan oknum yang bertindak di luar instruksi dan sepengetahuan institusi.

Baca juga: UPDATE Kasus Brigadir J: Prarekonstruksi hingga Rencana Ekshumasi

Keterangan polisi yang janggal soal kamera pengintai atau CCTV di TKP serta lingkungan yang tidak berfungsi padahal diketahui belakangan karena ada pihak-pihak tertentu yang mengambil decoder-nya, membuat insiden ini ditanggapi masyarakat seperti kasus polisi saling tembak sesama polisi tetapi yang tewas justru CCTV-nya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

RUU DKJ Resmi Disahkan Jadi UU, Jakarta Sudah Tak Lagi Jadi Ibu Kota?

RUU DKJ Resmi Disahkan Jadi UU, Jakarta Sudah Tak Lagi Jadi Ibu Kota?

Tren
Resmi, Masa Jabatan Kepala Desa Maksimal 8 Tahun, Berlaku Mulai Kapan?

Resmi, Masa Jabatan Kepala Desa Maksimal 8 Tahun, Berlaku Mulai Kapan?

Tren
Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Pemerintah Resmi Tidak Naikkan Tarif Listrik April-Juni 2024, Ini Alasannya

Tren
7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

7 Poin Penting dalam UU DKJ, Salah Satunya Mengatur soal Pemilihan Gubernur dan Wakilnya

Tren
Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Polisi Tangkap Sopir Grab yang Diduga Culik dan Peras Penumpang Rp 100 Juta di Jakarta Barat

Tren
Imigrasi Umumkan Paspor RI Akan Resmi Ganti Warna mulai 17 Agustus 2024, Apa Alasannya?

Imigrasi Umumkan Paspor RI Akan Resmi Ganti Warna mulai 17 Agustus 2024, Apa Alasannya?

Tren
Mengenal Caracal, Ras Kucing Liar yang Diduga Ditelantarkan Okin sampai Mati

Mengenal Caracal, Ras Kucing Liar yang Diduga Ditelantarkan Okin sampai Mati

Tren
Ramai soal Potongan Pajak THR yang Dinilai Tinggi, Bagaimana Cara Menghitungnya?

Ramai soal Potongan Pajak THR yang Dinilai Tinggi, Bagaimana Cara Menghitungnya?

Tren
Bank Indonesia Disebut Tak Keluarkan Uang Baru tapi Uang yang Lusuh untuk Lebaran 2024, Ini Kata BI

Bank Indonesia Disebut Tak Keluarkan Uang Baru tapi Uang yang Lusuh untuk Lebaran 2024, Ini Kata BI

Tren
10 Ciri Kucing Mau Melahirkan, Sering Gelisah dan Jadi Lebih Penyayang

10 Ciri Kucing Mau Melahirkan, Sering Gelisah dan Jadi Lebih Penyayang

Tren
Saat 10 Jenazah Pengungsi Rohingya Ditemukan di Perairan Aceh...

Saat 10 Jenazah Pengungsi Rohingya Ditemukan di Perairan Aceh...

Tren
Alasan PSI Akan Usung Kaesang sebagai Cagub Jakarta

Alasan PSI Akan Usung Kaesang sebagai Cagub Jakarta

Tren
Sering Dianggap Sama, Berikut Perbedaan Kura-kura dan Penyu

Sering Dianggap Sama, Berikut Perbedaan Kura-kura dan Penyu

Tren
Unair Buka Suara soal Gaduh Cuitan Mahasiswa Plagiat Tugas

Unair Buka Suara soal Gaduh Cuitan Mahasiswa Plagiat Tugas

Tren
Kronologi Aksi Percobaan Penculikan dan Pemerasan oleh Pengemudi GrabCar di Jakarta Barat

Kronologi Aksi Percobaan Penculikan dan Pemerasan oleh Pengemudi GrabCar di Jakarta Barat

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com