Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Renard Widarto
Pengusaha

Millennial, Pengusaha & Mahasiswa Doktoral Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro

Holywings: Sebuah Paradoks Ekonomi dan Kebudayaan

Kompas.com - 07/07/2022, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FEBRUARI 2022, publik Britania Raya dikejutkan dengan tutupnya sebuah pub legendaris yang mendapatkan predikat sebagai pub tertua dari Guinness World Records. Pub tersebut bernama Ye Olde Fighting Cocks, yang mengklaim telah memulai bisnis pub-nya tahun 793. Pub ini terletak di sebuah kota katedral St. Albans yang berjarak sekitar 20 mil dari London.

Anda tentu sudah bisa menebak, pub ini mengalami kesulitan keuangan dan gagal bayar berbagai kewajiban keuangan.

Pub adalah singkatan dari public house yang populer di Britania, yaitu tempat hiburan dan berkumpul yang menyajikan minuman beralkohol untuk diminum di tempat. Orang di Amerika Serikat (AS) menyebut tempat seperti itu sebagai bar.

Bagi masyarakat Britania, minuman beralkohol merupakan sebuah industri sekaligus kebudayaan. Saat saya berkunjung ke museum whisky di Skotlandia beberapa tahun lalu, ada sebotol whisky yang dibanderol miliaran rupiah. Tentunya yang paling mahal adalah filosofi, cerita dan kearifan lokal Britania yang berhasil dikemas sedemikian rupa untuk menaikkan valuasinya.

Baca juga: Kenapa Holywings yang Izinnya Tak Lengkap Bisa Beroperasi sejak Awal? Ini Jawaban Pemprov DKI

Awal Juli 2022, BBC kembali melansir sebuah laporan yang cukup mencengangkan. Bahwa pub di Britania Raya tercatat tinggal ‘hanya’ 39.970 unit, yang merupakan rekor jumlah pub terendah sepanjang sejarah. Jumlah pub di Britania Raya terus mengalami penurunan yang signifikan sejak satu dekade terakhir.

Riset yang dilakukan British Pub Association pada 2015 mencatat ada 29 pub yang gulung tikar setiap minggu di Britania Raya. Ketika muncul gelombang pandemi Covid-19 pasti semakin banyak pub yang gulung tikar. Penurunan jumlah pub di Britania Raya ini dipercaya beberapa pengamat akibat beberapa faktor di samping faktor pandemi Covid-19.

Faktor yang dirasa cukup signifikan adalah anak–anak muda yang mulai meninggalkan budaya mengonsumsi minuman beralkohol. Faktor yang lain adalah kebijakan pajak yang tinggi untuk minuman beralkohol.

Fenomena Holywings

Fenomena Holywings di Indonesia adalah inversi dari yang terjadi di Britania Raya. Anda tentu terus juga mengikuti kiprah Holywings yang fenomenal sampai pada kontroversinya yang terus menghangat beberapa minggu terakhir ini. Dengan target market millenial, bisnis Holywings justru bertumbuh pesat dan terus melakukan ekspansi selama masa pandemi Covid-19. Outlet terakhir Holywings yang diresmikan di Batam pada 13 Mei 2022 merupakan oulet Holywings yang ke-39.

Fenomena tersebut relevan dengan data Kementerian Keuangan yang merilis laporan bahwa penerimaan cukai minuman mengandung etil dan alkohol (MMEA) tumbuh sekitar 25,9 persen year on year menjadi sekitar Rp 2,19 triliun pada kuartal Januari – April 2022.

Ilustrasi minuman beralkohol.Thinkstockphotos Ilustrasi minuman beralkohol.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa terjadi tren peningkatan konsumsi minuman beralkohol. Tidak bisa dipungkiri bahwa konsumsi minuman beralkohol telah mulai menjadi gaya hidup bagi sebagian masyarakat khususnya generasi muda kita. Dengan jumlah penduduk dan tren konsumsi minuman beralkohol yang terus meningkat, Indonesia menjadi target pasar yang besar dan menarik bagi industri minuman mengandung etil dan alkohol. Tentunya termasuk industri minuman beralkohol dari luar negeri.

Mengingat banyak dan populernya minuman beralkohol impor yang beredar belakangan ini, pemerintah harus mulai membatasi peredaran minuman beralkohol impor tersebut. Maka kebijakan praktis yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah menaikkan tarif cukai minuman impor yang mengandung etil dan alkohol.

Rasanya menaikkan tarif cukai minuman beralkohol impor akan lebih banyak manfaat daripada mudaratnya. Kebijakan menaikkan tarif cukai minuman etil dan alkohol impor secara tidak langsung dapat menjadi barrier to entry bagi generasi muda kita untuk masuk ke dalam budaya dan gaya hidup konsumsi minuman beralkohol.

Harga minumal alkohol impor yang semakin mahal, akan semakin membatasi peredarannya pada lingkup kelas masyarakat tertentu yang lebih kecil dan spesifik. Hal ini tentu juga memudahkan negara melakukan pengawasan dan pengendalian peredaran minuman beralkohol.

Pemerintah sendiri telah melakukan moratorium pembukaan investasi baru dalam industri minimal beralkohol. Kebijakan menaikkan tarif cukai minuman beralkohol impor tentunya juga akan memberikan ruang bagi industri minuman beralkohol dalam negeri yang sudah ada untuk dapat berkembang.

Kebijakan pembatasan miras impor tersebut juga dapat ikut mendorong industri minuman beralkohol yang dapat dikategorikan sebagai kearifan lokal. Industri tersebut kebanyakan masih berupa home industry dengan skala mikro dan kecil.

Baca juga: Perda tentang Minuman Beralkohol

Di beberapa daerah di Indonesia, minuman berbasis fermentasi telah menjadi tradisi yang turun temurun. Minuman lokal seperti sopi di NTT dan arak lokal di Bali juga dibuat melalui proses yang memiliki nilai ekonomi. Industri lokal yang memperhatikan kearifan dan budaya setempat ini juga banyak yang memiliki kualitas ekspor, sehingga industri yang telah ada perlu untuk diberikan ruang dan dioptimalkan.

Industri minuman beralkohol dari mulai produksi sampai pada peredarannya harus mendapatkan perhatian khusus berupa kebijakan regulasi yang tepat dan strategis dari pemerintah. Mengingat industri tersebut dapat memiliki dampak terhadap kondisi sosial dan moral masyarakat, maka manfaat ekonomi yang timbul dari industri ini harus juga benar-benar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan perputaran roda perekonomian dalam negeri.

Pertambahan nilai ekonomi yang terjadi di dalam industri ini harus seoptimal mungkin dilakukan dan melibatkan pelaku ekonomi di dalam negeri. Jangan sampai benefit ekonomi dari industri ini justru banyak dinikmati oleh negara asing, padahal bangsa kita yang masih harus menanggung risiko dampak sosial dan moral hazard pada masyarakat dalam jangka panjang.

Konon katanya terkadang beberapa peristiwa penting yang terjadi dalam hidup kita merupakan pertanda dari alam semesta. Mungkin kontroversi Holywings yang menghangat dalam beberapa minggu terakhir ini bisa jadi merupakan sebuah pertanda dan momentum bagi kita untuk lebih memberikan perhatian pada tata kelola industri dan peredaran minuman beralkohol di dalam negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com