Oleh: Fauzi Ramadhan dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Dalam era perkembangan media sosial, kognisi manusia terkadang tidak secepat ketukan jari-jemarinya. Konsekuensinya, muncul secara pesat berita palsu atau hoaks sehingga masyarakat luas menjadi korbannya.
Mengapa bisa terjadi demikian? Mengutip Kompas.id, ada banyak faktor mengapa hoaks cepat menyebar, terutama karena rendahnya tingkat literasi di masyarakat.
Ditambah lagi dengan adanya fenomena FOMO (Fear of Missing Out) yang mendorong seseorang secepat mungkin menyebarkan informasi untuk menunjukkan bahwa dia tahu, meskipun belum tentu benar.
Tidak hanya di kalangan masyarakat, jurnalis yang setiap hari dihadapkan dengan data dan informasi juga harus berurusan dengan hoaks, bahkan memiliki tanggung jawab untuk memeranginya.
Fenomena ini lantas diceritakan oleh Aiman Witjaksono, Jurnalis dan Presenter Berita Kompas TV, dalam episode siniar (podcast) miliknya yang bertajuk “Perang Batin dan Hoaks”.
Dalam laporan berjudul Digital 2022: Indonesia yang disusun oleh agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media sosial Hootsuite, disebutkan bahwa dari total 277,7 juta masyarakat Indonesia pada Januari 2022, 61,8 persen di antaranya telah menggunakan media sosial.
Angka ini naik 11,9 persen dibandingkan data laporan tahun lalu.
Selanjutnya, dalam laporan bertajuk Digital 2022: Another Year of Bumper Growth oleh agensi dan manajemen media sosial yang bertanggung jawab dengan informasi laporan sebelumnya, disebutkan bahwa masyarakat Indonesia berada di urutan ke-9 dalam penggunaan internet dengan rata-rata 8 jam 36 menit setiap harinya.
Baca juga: WhatsApp Uji Coba Fitur Pencari Gambar untuk Cegah Hoaks
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa masyarakat Indonesia merupakan pengguna aktif internet dan media sosial.
Angka yang terbilang fantastis ini ironisnya juga ekuivalen dengan angka berita palsu yang tersebar di Indonesia, seperti yang diinformasikan oleh Kompas.com bahwa dalam tiga tahun terakhir, jumlah hoaks yang tersebar di berbagai platform di Indonesia cenderung meningkat.
Hal ini lantas dikonfirmasi oleh siaran pers Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia. Dedy Permadi, selaku juru bicara Kominfo, menyebutkan sepanjang tahun 2021, Kominfo telah melakukan hoax debunking sebanyak 1.773 disinformasi/isu hoaks, tak terkecuali isu hoaks terkait Covid-19 sebanyak 723 kasus.
Sementara dalam tiga tahun terakhir sebelumnya, yaitu 2018 hingga 2020, data detail statistik Kominfo menyebutkan jumlah hoaks yang tersebar di Indonesia telah terakumulasi sebesat 5.156 kasus.
Kerja-kerja jurnalistik yang ketat mengharuskan para jurnalis untuk terus melakukan verifikasi data dan informasi. Hal ini dilakukan demi mencegah masuknya data palsu ke dalam karya jurnalistik yang disusun.
Keharusan melakukan verifikasi ini lantas diperkuat oleh Nezar Patria, anggota Dewan Pers Indonesia, dalam artikel situs lembaga independen tersebut. Dalam artikel tersebut, Nezar Patria mengatakan bahwa suka tak suka, jurnalisme harus disiplin verifikasi.