Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ishaq Zubaedi Raqib
Mantan Wartawan

Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU

Manhaj NU, Staqufiyah dan Nasionalisme Abad 21

Kompas.com - 08/03/2022, 12:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mencari Alternatif

Usai Perang Dunia I, dunia internasional mencari format baru untuk menggantikan konstruksi lama yang runtuh.

Di dunia Barat muncul sejumlah ideologi alternatif. Misalnya, komunisme yang diikuti dengan upaya pelembagaan secara internasional sehingga melahirkan Komentern; organisasi komunis revolusioner internasional.

Baca artikel sebelumnya: Manhaj NU, Staqufiyah dan Khilafah Utsmaniyah

Di perikatan ini berhimpun partai komunis berbagai negara, dari tahun 1919 hingga 1943.

Di dunia Islam, muncul beragam eksperimen ideologi untuk menggantikan konstruksi Turki Utsmani yang lenyap.

Tawarannya adalah gagasan Pan-Islamisme, Pan-Arabisme, dan lahirnya gerakan Ikhwanul Muslimin (IM).

Gerakan ini, diyakini lahir karena diilhami oleh komunisme internasional. Mereka mengadopsi berbagai elemen penting dalam ajaran Leninisme untuk mengkonseptualisasi gerakan.

Pencarian tata dunia alternatif, pascakompetisi antarnegara agama, berpuncak pada meletusnya Perang Dunia II.

Hal ini ditandai dengan eksperimen Jerman soal nasionalisme atas etnis Aria melawan etnis lain seperti Yahudi.

Setelah Perang Dunia II, mulai muncul kesadaran untuk membangun tata dunia baru yang lebih menjamin stabilitas dan keamanan. Maka lahirlah konsensus internasional baru dan diwadahi dalam Piagam PBB.

Piagam itu berisikan tiga komponen utama, yakni pertama, komponen kebangsaan yang didasarkan atas penguasaan teritorial yang lepas dari latar belakang agama maupun etnis.

Sistem ini mewujud dalam bentuk negara bangsa. Negara yang mewadahi semua elemen masyarakat yang hidup di wilayah itu.

Bebas dari latar belakang primordial, tidak rasialis, menjunjung tinggi kesetaraan dalam banyak aspek kehidupan.

Kedua, disepakatinya rezim perbatasan. Bahwa sebuah negara memiliki teritori dengan perbatasan.

Sebelum PD II, peradaban manusia belum mengembangkan hukum yang mengatur secara definitif batas-batas antarnegara.

Yang disebut batas negara adalah sejauh jangkauan militer tiap-tiap kerajaan. Sebuah kerajaan dengan militer kuat, akan mampu meluaskan batas negaranya, seluas dan sejauh ambisi pemimpinnya.

Komponen ketiga adalah HAM universal. Bahwa semua orang memiliki kesetaraan hak dan martabat.

Elemen ini jadi dasar pembentukan PBB yang melahirkan Universal Declaration of Human Right.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com